All hands,
Perburuan kekuatan bawah air di kawasan Asia Pasifik seperti pada masa Perang Dingin dalam waktu ke depan akan berulang. Kalau dulu Angkatan Laut Amerika Serikat memfokuskan energinya untuk mendeteksi kapal selam Uni Soviet, sekarang sasaran diarahkan kepada kapal selam Cina. Sementara Cina sendiri terus berupaya membangun kapal selam nuklir dengan tingkat kesenyapan yang tinggi. Adapun wilayah yang ramai akan perburuan adalah perairan di sekitar Cina, seperti Laut Cina Selatan, Laut Cina Timur, Laut Kuning dan Laut Jepang, bahkan meluas ke Samudera Pasifik.
Musim perburuan kapal selam itu tidak bisa dihindari seiring meningkatnya kewaspadaan Amerika Serikat terhadap pembangunan kekuatan laut Cina. Terlebih lagi Cina mengklaim laut di sekeliling wilayahnya sebagai yurisdiksinya yang tak boleh dimasuki oleh kapal perang asing. Klaim negeri tirai internet itu tentu saja tak berdasar, sebab Cina menginjak ketentuan UNCLOS 1982.
Perburuan kapal selam yang akan kembali ramai di kawasan ini akan mempengaruhi dinamika keamanan kawasan. Terlebih lagi Cina seperti tidak peduli dengan CUES yang diluncurkan oleh WPNS beberapa tahun silam. Seperti diketahui, kapal perang Cina cenderung tidak paham dengan "sopan santun" di laut.
Salah satu dampak dari perburuan ini adalah intensifnya kembali riset peperangan bawah air, khususnya pada teknologi sonar di Amerika Serikat. Namun dapat dipastikan bahwa hasil riset itu bersifat ekslusif, dalam arti tidak akan disebar ke negara lain. Kalaupun terjadi proliferasi, dipastikan hanya pada segelintir negara yang selama ini menjadi sekutu Amerika Serikat. Itupun negara yang mendapat kebaikan hati Amerika Serikat pasti diikat dengan ITAR oleh Washington.
Adapun bagi Cina, dapat dipastikan pula bahwa negeri itu terus mengintensifkan pula penguasaan teknologi bawah airnya, baik untuk kapal selam maupun teknologi sensor bawah air. Sebagaimana halnya Washington, Beijing pun tak akan mengobral teknologi yang dimilikinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar