All hands,
Di dalam ilmu strategi, salah satu pola pikir yang diajarkan adalah “tentukan strategi terlebih dahulu, kemudian tentukan senjata yang tepat untuk melaksanakan strategi tersebut”. Strategi yang ditentukan akan sangat banyak dipengaruhi oleh aspek geopolitik, geostrategi, kepentingan nasional, cara pandang bangsa dan lain sebagainya. Dengan kata lain, pembangunan kekuatan yang benar adalah harus mengikuti strategi yang ditetapkan. Sebab pembangunan kekuatan merupakan turunan dari strategi pertahanan yang ditetapkan.
Apabila ditarik ke dalam konteks Indonesia, dalam strategi pertahanan yang dianut yaitu strategi pertahanan berlapis untuk tujuan prevensif, pre-emptive dan koersif. Di sini saya tak akan membahas soal relevansi strategi pertahanan berlapis dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Khusus untuk strategi pertahanan berlapis untuk tujuan pre-emptive dan koersif, bagi matra laut sistem senjata yang dibutuhkan sudah jelas dan tidak bisa diperdebatkan dan diganggu gugat lagi. Kekuatan laut negeri ini membutuhkan kapal perang berbagai jenis, baik kapal kombatan, kapal patroli maupun kapal bantu.
Untuk kapal kombatan, sudah pasti dibutuhkan kapal atas air dan kapal selam. Sebab kekuatan laut negeri ini tidak berarti apa-apa bila satu dari unsur kapal tersebut tak ada dalam susunan tempurnya. Bagi kalangan yang mengerti tentang peperangan laut masa kini, ancaman terhadap kapal atas air terbesar muncul dari kapal selam (selain pesawat udara). Untuk melawan kapal selam lawan, senjata yang terbaik adalah kapal selam itu sendiri.
Dengan kata lain, sulit untuk mencari argumen yang kuat untuk menegasikan kebutuhan AL kita terhadap kapal selam. Kalau negeri kecil seluas Jakarta saja merasa butuh kapal selam, apalagi Indonesia yang sangat luas ini dan sekaligus negara kepulauan?
Masalahnya adalah tidak ada prioritas dari pembuat kebijakan pertahanan untuk mendukung aspirasi AL negeri ini untuk pengadaan kapal selam baru. Para pembuat kebijakan pertahanan tidak bisa menempatkan mana yang prioritas, mana yang bukan. Pengadaan alutsista itu prioritas, terutama buat AL dan AU. Dari beragam alutsista, alutsista yang untuk kombatan lebih prioritas daripada untuk unsur bantuan.
Sangat aneh bila ada pihak berwenang mengatakan tak cukup anggaran untuk pengadaan kapal selam baru. Sebab pengadaan itu sudah masuk dalam Renstra 2005-2009 AL kita dan sudah dipagu anggarannya. Suatu program masuk renstra berarti sudah tak ada masalah secara prinsip dengan pendanaan. Dan itu sekaligus menandakan bahwa program itu terencana, bukan siluman yang tiba-tiba muncul dari tikungan.
Masuk dalam Renstra juga berarti program itu sudah masuk program Bappenas. Sebab kata kunci semua program pengadaan alutsista di Bappenas. Bila tak masuk program Bappenas, jangan berharap program itu akan didanai. Sebab bagaimana pun, mekanisme pengadaan saat ini sudah lebih baik dibanding di masa lalu.
Lalu sebenarnya di mana masalah sampai pengadaan alutsista AL negeri ini, khususnya kapal selam sedemikian rumitnya? Kata kuncinya adalah political will. Percuma AL negeri ini begitu bersemangat memperbaiki kemampuannya, termasuk dalam peperangan kapal selam, bila tak didukung oleh pihak-pihak lain yang berkompeten.
Tanggung jawab pengamanan laut negeri ini memang di pundak AL, tetapi AL harus didukung oleh political will dari pihak-pihak terkait di luar AL. AL negeri ini adalah milik bangsa ini, bukan milik putra-putri bangsa yang mengabdikan hidupnya di AL. Sayang rasa memiliki dan kecintaan bangsa ini terhadap AL-nya masih sangat rendah.
Di dalam ilmu strategi, salah satu pola pikir yang diajarkan adalah “tentukan strategi terlebih dahulu, kemudian tentukan senjata yang tepat untuk melaksanakan strategi tersebut”. Strategi yang ditentukan akan sangat banyak dipengaruhi oleh aspek geopolitik, geostrategi, kepentingan nasional, cara pandang bangsa dan lain sebagainya. Dengan kata lain, pembangunan kekuatan yang benar adalah harus mengikuti strategi yang ditetapkan. Sebab pembangunan kekuatan merupakan turunan dari strategi pertahanan yang ditetapkan.
Apabila ditarik ke dalam konteks Indonesia, dalam strategi pertahanan yang dianut yaitu strategi pertahanan berlapis untuk tujuan prevensif, pre-emptive dan koersif. Di sini saya tak akan membahas soal relevansi strategi pertahanan berlapis dikaitkan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Khusus untuk strategi pertahanan berlapis untuk tujuan pre-emptive dan koersif, bagi matra laut sistem senjata yang dibutuhkan sudah jelas dan tidak bisa diperdebatkan dan diganggu gugat lagi. Kekuatan laut negeri ini membutuhkan kapal perang berbagai jenis, baik kapal kombatan, kapal patroli maupun kapal bantu.
Untuk kapal kombatan, sudah pasti dibutuhkan kapal atas air dan kapal selam. Sebab kekuatan laut negeri ini tidak berarti apa-apa bila satu dari unsur kapal tersebut tak ada dalam susunan tempurnya. Bagi kalangan yang mengerti tentang peperangan laut masa kini, ancaman terhadap kapal atas air terbesar muncul dari kapal selam (selain pesawat udara). Untuk melawan kapal selam lawan, senjata yang terbaik adalah kapal selam itu sendiri.
Dengan kata lain, sulit untuk mencari argumen yang kuat untuk menegasikan kebutuhan AL kita terhadap kapal selam. Kalau negeri kecil seluas Jakarta saja merasa butuh kapal selam, apalagi Indonesia yang sangat luas ini dan sekaligus negara kepulauan?
Masalahnya adalah tidak ada prioritas dari pembuat kebijakan pertahanan untuk mendukung aspirasi AL negeri ini untuk pengadaan kapal selam baru. Para pembuat kebijakan pertahanan tidak bisa menempatkan mana yang prioritas, mana yang bukan. Pengadaan alutsista itu prioritas, terutama buat AL dan AU. Dari beragam alutsista, alutsista yang untuk kombatan lebih prioritas daripada untuk unsur bantuan.
Sangat aneh bila ada pihak berwenang mengatakan tak cukup anggaran untuk pengadaan kapal selam baru. Sebab pengadaan itu sudah masuk dalam Renstra 2005-2009 AL kita dan sudah dipagu anggarannya. Suatu program masuk renstra berarti sudah tak ada masalah secara prinsip dengan pendanaan. Dan itu sekaligus menandakan bahwa program itu terencana, bukan siluman yang tiba-tiba muncul dari tikungan.
Masuk dalam Renstra juga berarti program itu sudah masuk program Bappenas. Sebab kata kunci semua program pengadaan alutsista di Bappenas. Bila tak masuk program Bappenas, jangan berharap program itu akan didanai. Sebab bagaimana pun, mekanisme pengadaan saat ini sudah lebih baik dibanding di masa lalu.
Lalu sebenarnya di mana masalah sampai pengadaan alutsista AL negeri ini, khususnya kapal selam sedemikian rumitnya? Kata kuncinya adalah political will. Percuma AL negeri ini begitu bersemangat memperbaiki kemampuannya, termasuk dalam peperangan kapal selam, bila tak didukung oleh pihak-pihak lain yang berkompeten.
Tanggung jawab pengamanan laut negeri ini memang di pundak AL, tetapi AL harus didukung oleh political will dari pihak-pihak terkait di luar AL. AL negeri ini adalah milik bangsa ini, bukan milik putra-putri bangsa yang mengabdikan hidupnya di AL. Sayang rasa memiliki dan kecintaan bangsa ini terhadap AL-nya masih sangat rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar