All hands,
Dalam 15 tahun terakhir, pembangunan kekuatan Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) mengalami peningkatan pesat. Kekuatan laut negeri tukang klaim itu di antaranya melalui pengadaan dua kapal selam kelas Scorpene. Kapal selam pertama yaitu KD Tunku Abdul Rahman diluncurkan pada 23 Oktober 2007 di galangan DCN, Cherbourg, Prancis dan akan diserahkan secara resmi kepada pemerintah Malaysia pada Januari 2009. Pada Mei 2009 kapal selam tersebut diharapkan tiba di Malaysia dan akan berpangkalan di Teluk Sepanggar, Sabah.
Sedangkan kapal selam kedua yaitu KD Tun Razak akan diresmikan pada Oktober 2009 dan tiba di Malaysia pada Maret 2010. Selain dua kapal selam baru, negeri tukang klaim itu juga telah membeli satu kapal selam bekas Agosta A-70 dari Prancis senilai US$ 972 juta. Kapal selam bekas itu digunakan sebagai wadah latihan bagi para calon pengawak Scorpene, sebab negeri tukang klaim itu baru bisa mengoperasikan kapal selam pada abad ke-21. Sangat disayangkan bahwa negeri itu tidak mempunyai bukti pendukung untuk mengklaim bahwa kekuatan lautnya telah mengoperasikan kapal selam sejak abad ke-20 dan merupakan Angkatan Laut pertama yang menggunakan kapal selam di Asia Tenggara.
Setelah pengadaan kapal selam, program pembangunan kekuatan TLDM saat ini juga memfokuskan diri pada peningkatan kemampuan AKS dan peperangan udara. Dari enam korvet Meko A-100 yang dalam susunan tempur TLDM dinamakan Next Generation Patrol Vessel (NGPV) Kelas Kedah, dua korvet gelombang pertama Kelas Kedah dikategorikan sebagai ”specially focused mission”. Sebenarnya kategori itu membingungkan, karena dalam klasifikasi Angkatan Laut universal hal itu tidak dikenal.
Adapun korvet gelombang kedua yang akan commissioning pada Januari dan Agustus 2009 dirancang sebagai kapal AKS. Sedangkan korvet gelombang ketiga memiliki fungsi asasi pada peperangan udara. Untuk melengkapi kemampuan AKS, TLDM dalam beberapa tahun ke depan akan mengakusisi enam heli AKS.
TLDM juga merencanakan akan menambah dua lagi kapal fregat kelas Jebat. Selama ini telah terdapat dua kapal perang kelas itu dalam susunan tempurnya, yaitu KD Lekiu dan KD-Jebat. Direncanakan penambahan dua fregat akan dilaksanakan melalui kerjasama antara BAE System dengan Labuan Shipbuilding and Engineering (LSE).
Lalu apa artinya pembangunan itu bagi Indonesia? Indonesia harus senantiasa mengikuti perkembangan pembangunan kekuatan Malaysia, sebab Indonesia masih mempunyai masalah dengan negeri tukang klaim itu. Meskipun sama-sama anggota ASEAN, Indonesia jangan pernah percaya dengan frase negeri serumpun, sebab frase itu digunakan untuk merampok dan mengklaim segala sesuatu yang sebenarnya berasal dan atau milik Indonesia.
Frase serumpun janganlah membuai kita yang mengabdi di AL negeri ini untuk kemudian melakukan patroli bersama di wilayah konflik seperti Ambalat, karena patroli itu nantinya akan diklaim sebagai bukti kehadiran mereka di wilayah yang dipersengketakan. Frase serumpun jangan sampai membuat Indonesia setuju atas status quo di wilayah sengketa mana pun, bukan saja di Ambalat. Indonesia harus belajar banyak dari kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Sebab karena kebodohan pemimpin negeri di masa lalu membuat Indonesia dirugikan dalam sengketa itu.
Dibandingkan dengan pembangunan kekuatan laut negeri tukang klaim itu, kekuatan laut Indonesia memang tidak secepat dia. Namun bukan berarti dalam tiga atau empat tahun ke depan kekuatan laut negeri tak akan bertambah. Pelan namun pasti kekuatan laut Indonesia akan bertambah dengan masuknya sejumlah alutsista baru dan dihapuskannya sebagian alutsista lama. Namun tidak semua pengadaan alutsista Indonesia dalam waktu dekat layak menjadi konsumsi publik.
Dalam 15 tahun terakhir, pembangunan kekuatan Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) mengalami peningkatan pesat. Kekuatan laut negeri tukang klaim itu di antaranya melalui pengadaan dua kapal selam kelas Scorpene. Kapal selam pertama yaitu KD Tunku Abdul Rahman diluncurkan pada 23 Oktober 2007 di galangan DCN, Cherbourg, Prancis dan akan diserahkan secara resmi kepada pemerintah Malaysia pada Januari 2009. Pada Mei 2009 kapal selam tersebut diharapkan tiba di Malaysia dan akan berpangkalan di Teluk Sepanggar, Sabah.
Sedangkan kapal selam kedua yaitu KD Tun Razak akan diresmikan pada Oktober 2009 dan tiba di Malaysia pada Maret 2010. Selain dua kapal selam baru, negeri tukang klaim itu juga telah membeli satu kapal selam bekas Agosta A-70 dari Prancis senilai US$ 972 juta. Kapal selam bekas itu digunakan sebagai wadah latihan bagi para calon pengawak Scorpene, sebab negeri tukang klaim itu baru bisa mengoperasikan kapal selam pada abad ke-21. Sangat disayangkan bahwa negeri itu tidak mempunyai bukti pendukung untuk mengklaim bahwa kekuatan lautnya telah mengoperasikan kapal selam sejak abad ke-20 dan merupakan Angkatan Laut pertama yang menggunakan kapal selam di Asia Tenggara.
Setelah pengadaan kapal selam, program pembangunan kekuatan TLDM saat ini juga memfokuskan diri pada peningkatan kemampuan AKS dan peperangan udara. Dari enam korvet Meko A-100 yang dalam susunan tempur TLDM dinamakan Next Generation Patrol Vessel (NGPV) Kelas Kedah, dua korvet gelombang pertama Kelas Kedah dikategorikan sebagai ”specially focused mission”. Sebenarnya kategori itu membingungkan, karena dalam klasifikasi Angkatan Laut universal hal itu tidak dikenal.
Adapun korvet gelombang kedua yang akan commissioning pada Januari dan Agustus 2009 dirancang sebagai kapal AKS. Sedangkan korvet gelombang ketiga memiliki fungsi asasi pada peperangan udara. Untuk melengkapi kemampuan AKS, TLDM dalam beberapa tahun ke depan akan mengakusisi enam heli AKS.
TLDM juga merencanakan akan menambah dua lagi kapal fregat kelas Jebat. Selama ini telah terdapat dua kapal perang kelas itu dalam susunan tempurnya, yaitu KD Lekiu dan KD-Jebat. Direncanakan penambahan dua fregat akan dilaksanakan melalui kerjasama antara BAE System dengan Labuan Shipbuilding and Engineering (LSE).
Lalu apa artinya pembangunan itu bagi Indonesia? Indonesia harus senantiasa mengikuti perkembangan pembangunan kekuatan Malaysia, sebab Indonesia masih mempunyai masalah dengan negeri tukang klaim itu. Meskipun sama-sama anggota ASEAN, Indonesia jangan pernah percaya dengan frase negeri serumpun, sebab frase itu digunakan untuk merampok dan mengklaim segala sesuatu yang sebenarnya berasal dan atau milik Indonesia.
Frase serumpun janganlah membuai kita yang mengabdi di AL negeri ini untuk kemudian melakukan patroli bersama di wilayah konflik seperti Ambalat, karena patroli itu nantinya akan diklaim sebagai bukti kehadiran mereka di wilayah yang dipersengketakan. Frase serumpun jangan sampai membuat Indonesia setuju atas status quo di wilayah sengketa mana pun, bukan saja di Ambalat. Indonesia harus belajar banyak dari kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Sebab karena kebodohan pemimpin negeri di masa lalu membuat Indonesia dirugikan dalam sengketa itu.
Dibandingkan dengan pembangunan kekuatan laut negeri tukang klaim itu, kekuatan laut Indonesia memang tidak secepat dia. Namun bukan berarti dalam tiga atau empat tahun ke depan kekuatan laut negeri tak akan bertambah. Pelan namun pasti kekuatan laut Indonesia akan bertambah dengan masuknya sejumlah alutsista baru dan dihapuskannya sebagian alutsista lama. Namun tidak semua pengadaan alutsista Indonesia dalam waktu dekat layak menjadi konsumsi publik.
4 komentar:
"Dari enam korvet Meko A-100 yang dalam susunan tempur TLDM dinamakan Next Generation Patrol Vessel (NGPV) Kelas Kedah, dua korvet gelombang pertama Kelas Kedah dikategorikan sebagai ”specially focused mission”. Sebenarnya kategori itu membingungkan, karena dalam klasifikasi Angkatan Laut universal hal itu tidak dikenal."
Hi..I'm a bit surprised with this statement, as there has been no instances/quotes from any of Malaysia's naval top brass regarding this. From interviews/statements gathered, the 6 ships from Kedah-class will be primarily assigned as advanced patrol vessels. The so-called 2nd batch will be configured for ASW and the 3rd batch will be an AA/AD fleet. The creation of Coast Guard, despite freeing RMN's hands of constabulary role, has also depleted it of a fleet of dedicated, capable patrol vessels. Thus the urgency for the navy to fully implement the initial batch of NGPVs to partly alleviate this concern. I have doubts on the viability of the 3rd batch though, as all indications currently pointing into RMN's desire to have a dedicated naval air defence frigates a la La Fayette-class. The current Meko A100 design would be outdated/not viable for that role. Ironicly, all are still in planning phase, and like Indonesia, it will depends on the government's "eagerness" to implement it.
U doubt? Ha..ha..ha..
I quote it from RMN Chief of Staff statement. Here the link:
http://www.klsreview.com/HTML%20Pages%20/Jan_June%202008/20080529_Chief%20of%20Navy1.html
Admiral Abdul Aziz bin Haji Jaafar said",
"The first batch of NGPV will focus in SPECIALLY FOCUSED MISSION, the planned second batch of NGPV would be assigned as anti submarine ships. The third batch would be air defence NGPV".
Klsreview, despite being an excellent site, has a history of misreporting in the past (unintentionally). The said-interview has been published in some local defence publications; none has mentioned of the so-called "special focus" capability; instead it is specially focused on Patrol (to replace the bulk of old patrol boats transferred to the Maritime Malaysia), as mentioned elsewhere. It says "tugas khusus untuk misi rondaan". Meko A100 design really doesn't permit it to be use for speciality-type vessel.
mas, salam kenal.. klo artikel ini saya posting di blog saya boleh ga?? pasti saya tulis bahwa artikel ini berasal dari situs ini.. thanks bgt klo boleh
Posting Komentar