All hands,
Keterbatasan sumber daya merupakan salah satu diktum dalam ilmu perencanaan kekuatan. Sumber daya yang dimaksud tidak terbatas pada kemampuan ekonomi, tetapi juga manusia dan lain sebagainya. Artinya negara manapun di dunia menghadapi keterbatasan sumber daya dalam membangun kekuatan pertahanannya. Sehingga kurang tepat bila pengambil keputusan pertahanan di negeri ini beralasan bahwa penguatan kemampuan pertahanan dibatasi oleh anggaran.
Semua pihak paham bahwa kondisi pertahanan Indonesia sekarang dalam kondisi darurat, sehingga memerlukan langkah-langkah responsif dengan mempertimbangkan faktor waktu. Percepatan modernisasi kekuatan tidak bisa ditunda lagi, sebab semakin hari semakin banyak pula tantangan yang dihadapi dalam memelihara dan mengoperasikan sistem senjata yang sudah lewat masa ekonomisnya.
Memang percepatan modernisasi itu belum akan mampu mengamankan semua wilayah Indonesia, yang sebagian besar adalah perairan. Akan tetapi hal itu lebih baik daripada tidak melakukan modernisasi sama sekali. Pertanyaannya, bagaimana mengisi gap yang belum terjawab oleh percepatan modernisasi kekuatan itu?
Salah satu peluang yang tersedia adalah menghidupkan instrumen politik, sebab instrumen politik merupakan salah satu bagian dari instrumen kekuatan nasional. Peran seperti apa yang harus dilakukan oleh instrumen politik? Kata kuncinya adalah bagaimana instrumen politik bisa menciptakan situasi di mana instabilitas Indonesia akibat ancaman dan tantangan dari luar berarti instabilitas terhadap keamanan kawasan.
Dengan kata lain, ciptakan interdependensi antara stabilitas kawasan dengan stabilitas Indonesia. Apabila Indonesia “diganggu” oleh pihak lain, negara-negara di kawasan akan “berteriak” dan in favor of Indonesia. Situasi demikian harus diciptakan oleh Indonesia untuk mengisi gap pada kemampuan pertahanannya.
Berangkat dari kasus di Laut Sulawesi, interdependensi itu belum tercipta. Artinya instrumen politik selama ini belum melaksanakan perannya. Mengapa belum melaksanakan perannya?
Setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, tidak ada arahan dari pengambil keputusan politik. Kedua, masih belum padunya persepsi antara instrumen politik dengan instrumen pertahanan/militer.
Keterbatasan sumber daya merupakan salah satu diktum dalam ilmu perencanaan kekuatan. Sumber daya yang dimaksud tidak terbatas pada kemampuan ekonomi, tetapi juga manusia dan lain sebagainya. Artinya negara manapun di dunia menghadapi keterbatasan sumber daya dalam membangun kekuatan pertahanannya. Sehingga kurang tepat bila pengambil keputusan pertahanan di negeri ini beralasan bahwa penguatan kemampuan pertahanan dibatasi oleh anggaran.
Semua pihak paham bahwa kondisi pertahanan Indonesia sekarang dalam kondisi darurat, sehingga memerlukan langkah-langkah responsif dengan mempertimbangkan faktor waktu. Percepatan modernisasi kekuatan tidak bisa ditunda lagi, sebab semakin hari semakin banyak pula tantangan yang dihadapi dalam memelihara dan mengoperasikan sistem senjata yang sudah lewat masa ekonomisnya.
Memang percepatan modernisasi itu belum akan mampu mengamankan semua wilayah Indonesia, yang sebagian besar adalah perairan. Akan tetapi hal itu lebih baik daripada tidak melakukan modernisasi sama sekali. Pertanyaannya, bagaimana mengisi gap yang belum terjawab oleh percepatan modernisasi kekuatan itu?
Salah satu peluang yang tersedia adalah menghidupkan instrumen politik, sebab instrumen politik merupakan salah satu bagian dari instrumen kekuatan nasional. Peran seperti apa yang harus dilakukan oleh instrumen politik? Kata kuncinya adalah bagaimana instrumen politik bisa menciptakan situasi di mana instabilitas Indonesia akibat ancaman dan tantangan dari luar berarti instabilitas terhadap keamanan kawasan.
Dengan kata lain, ciptakan interdependensi antara stabilitas kawasan dengan stabilitas Indonesia. Apabila Indonesia “diganggu” oleh pihak lain, negara-negara di kawasan akan “berteriak” dan in favor of Indonesia. Situasi demikian harus diciptakan oleh Indonesia untuk mengisi gap pada kemampuan pertahanannya.
Berangkat dari kasus di Laut Sulawesi, interdependensi itu belum tercipta. Artinya instrumen politik selama ini belum melaksanakan perannya. Mengapa belum melaksanakan perannya?
Setidaknya ada dua kemungkinan. Pertama, tidak ada arahan dari pengambil keputusan politik. Kedua, masih belum padunya persepsi antara instrumen politik dengan instrumen pertahanan/militer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar