27 Juni 2009

Paranoid Terhadap Konsekuensi Status Negara Kepulauan

All hands,
Melintasnya USS Ronald Reagan (CVN-76) dari Laut Cina Selatan menuju Samudera India di perairan Laut Natuna pada 24 Juni 2009 merupakan praktek biasa. Sehingga kurang tepat bila ada pihak di Indonesia yang mempunyai peran dalam menentukan kebijakan di negeri ini justru ribut dan terkesan paranoid. Itulah konsekuensi dari pengakuan hukum internasional terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan. Negara kepulauan wajib menyediakan jalur perairannya bagi kepentingan lintas damai, lintas transit dan lintas alur laut kepulauan bagi kapal perang negara manapun.
Laut Natuna merupakan bagian dari ALKI I. Jadi merupakan hal yang wajar bila ada kapal perang asing, termasuk milik U.S. Navy yang melintas di sana. Yang semestinya disorot oleh pihak-pihak yang paranoid itu adalah bagaimana kemampuan Indonesia selama ini mengamankan perairannya, khususnya ALKI.
Pengamanan ALKI merupakan tanggung jawab AL dan AU negeri ini yang diwujudkan dalam Ops Pam ALKI. Yang perlu diperhatikan dalam pengamanan ALKI selama ini adalah masih adanya beberapa masalah. Masalah itu tentu saja harus diperbaiki agar kemampuan Indonesia meningkat dalam mengamankan perairannya sendiri.
Pertama, operasi berjalan sendiri-sendiri. Ops Pam ALKI meskipun berada di bawah komando dan kendali Mabes TNI, namun dilaksanakan secara tidak terpadu oleh AL dan AU. Tidak ada komando operasi gabungan yang melaksanakan operasi itu. Soal mengapa tidak ada komando itu, karena perangkat lunak TNI menyatakan bahwa komando operasi gabungan hanya bisa dibentuk bila ada ancaman terhadap keutuhan dan keselamatan negeri ini.
Kedua, fokus operasi. Fokus Ops Pam ALKI lebih pada memantau pergerakan kapal perang di permukaan, selain pesawat udara militer yang lewat di atasnya. Belum ada fokus untuk mampu pula mengamati pergerakan kapal selam di bawah air. Akibatnya, Indonesia belum mampu memantau semua pergerakan kapal perang di ALKI.
Ketiga, durasi operasi. Meskipun Ops PAM ALKI komando dan kendalinya di bawah Mabes TNI, namun durasi operasinya tidak sepanjang tahun alias 24 jam x 365 hari. Ops Pam ALKI hanya dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu saja. Bahkan kadang tidak sinkron jadwalnya antara operasi yang dilaksanakan oleh AL dengan yang digelar oleh AU. Tidak aneh bila sering pesawat Patmar AU tidak bisa bertindak apa-apa terhadap hasil pantauannya, karena tidak ada unsur laut terdekat dari sasaran yang dicurigai di bawah.
Soal durasi operasi bandingkan dengan Ops Balat Sakti. Ops Balat Sakti adalah satu-satunya operasi di bawah komando dan kendali Mabes TNI yang dilaksanakan oleh AL kita yang berlangsung 24 jam x 365 hari. Ops Balat Sakti durasinya sama dengan Ops Kamla yang komando dan kendalinya berada di AL kita, dalam hal ini di Armada.
Kembali ke kasus melintasnya USS Ronald Reagan (CVN-76), yang seharusnya diperhatikan oleh pihak-pihak yang paranoid itu adalah bagaimana mereka bisa mendorong pemerintah melahirkan kebijakan dan sekaligus mengawasi pelaksanaan kebijakaan itu untuk meningkatkan kemampuan AL negeri ini mengamankan ALKI. Kesiapsiagaan AL kita dalam kasus melintasnya USS Ronald Reagan (CVN-76) sudah sepatutnya untuk dihargai meskipun perhatian para pengambil kebijakan terhadap pembangunan kekuatan AL masih setengah hati. Harap dipahami bahwa kemampuan AL kita memantau pergerakan kapal perang di ALKI saja sudah membuat pengguna ALKI merasa tidak nyaman. Tentu mereka akan tidak nyaman lagi bila pergerakan kapal selam bisa diawasi pula.

Tidak ada komentar: