All hands,
Carut-marutnya penanganan kasus Laut Sulawesi menunjukkan bahwa pengambil keputusan nasional tidak mempunyai strategi. Strategi memiliki tiga unsur, yaitu ends, means dan ways. Ends dari strategi sudah sangat jelas, yaitu mempertahankan kedaulatan Indonesia di perairan tersebut. Means-nya sudah jelas pula, tetap tidak digunakan secara maksimal. Ways-nya sudah ada, tetapi tidak dieksploitasi secara maksimal demi kepentingan nasional.
Tidak mudah untuk membantah pendapat bahwa pemerintah tak memiliki strategi dalam menyelesaikan masalah di Laut Sulawesi. Pemerintah tidak menggunakan semua instrumen kekuatan nasional untuk mengamankan kepentingan nasional di sana. Instrumen militer yang merupakan salah satu instrumen kekuatan nasional digunakan secara parsial. Sangat mudah untuk menunjukkan buktinya, yaitu dalam Ops Balat Sakti sejak 2005 sampai detik ini, yang dieksploitasi cuma kekuatan laut Indonesia. Sementara kekuatan udara sama sekali tidak dieksploitasi, makanya di sana tidak ada operasi serupa Ops Balat Sakti yang dilaksanakan oleh kekuatan udara negeri ini.
Di sana tidak ada pula On Scene Commander yang bertanggung jawab bila terjadi kontinjensi. Kalau terjadi kontinjensi, sulit untuk mencari siapa On Scene Commander-nya. Apakah Danguspurlatim bertugas sebagai On Scene Commander di sana? Sulit untuk menjawabnya, sebab tidak ada hitam di atas putih soal itu. On Scene Commander bertanggung jawab atas penggunaan semua kekuatan militer di wilayah tersebut.
Itu baru dari aspek instrumen kekuatan militer. Bagaimana pula dari instrumen kekuatan politik? Apa yang dilakukan oleh Kementerian Polhukam di sana?
Sejauh mana keberhasilan Departemen Luar Negeri dalam diplomasi? Apakah ada panduan dan pengawasan dari pengambil keputusan politik terhadap kegiatan diplomasi Departemen Luar Negeri? Bagaimana pula pelaksanaan koordinasi antara Departemen Luar Negeri dengan pihak Departemen Pertahanan dan TNI?
Apa kerja Departemen Dalam Negeri dalam masalah kasus Laut Sulawesi? Adakah arahan khusus ke pemerintah daerah di wilayah sengketa? Apabila ada, sejauh mana pengawasan terhadap pelaksanaan arahan itu? Harus diingat bahwa peran Departemen Dalam Negeri penting dalam masalah sengketa, karena mereka harus mempersiapkan daerah beserta sumber dayanya, termasuk penduduk. Bukankah di departemen itu ada satuan kerja yang bertanggung jawab terhadap kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat?
Bagaimana pula kinerja instrumen ekonomi? Apakah faktor kelapa sawit sudah dieksploitasi untuk menghadapi Negeri Tukang Klaim? Yang dieksploitasi bisa berupa harga, bisa pula pasokan ke negeri itu, bisa pula aspek kerjasama soal kelapa sawit yang sudah terjalin dengan negeri yang sebagian pahlawannya adalah perompak.
Jangan lupa pula soal penguasaan bank-bank nasional oleh perbankan dari negeri yang nenek moyangnya perompak itu. Apakah pengambil keputusan pada instrumen ekonomi masih akan membiarkan perbankan nasional dikuasai oleh turunan para perompak? Apakah kebijakan membiarkan penguasaan asing terhadap perbankan nasional senantiasa selaras dengan kepentingan nasional?
Apabila diteliti satu persatu semua instrumen kekuatan nasional dan apa yang mereka lakukan dalam masalah Laut Sulawesi, sangat jelas bahwa Indonesia tidak mempunyai strategi untuk mengamankan kepentingan nasional di sana. Negeri ini mempunyai pemimpin, tetapi tidak mempunyai strategi nasional. Itulah Indonesia…
Carut-marutnya penanganan kasus Laut Sulawesi menunjukkan bahwa pengambil keputusan nasional tidak mempunyai strategi. Strategi memiliki tiga unsur, yaitu ends, means dan ways. Ends dari strategi sudah sangat jelas, yaitu mempertahankan kedaulatan Indonesia di perairan tersebut. Means-nya sudah jelas pula, tetap tidak digunakan secara maksimal. Ways-nya sudah ada, tetapi tidak dieksploitasi secara maksimal demi kepentingan nasional.
Tidak mudah untuk membantah pendapat bahwa pemerintah tak memiliki strategi dalam menyelesaikan masalah di Laut Sulawesi. Pemerintah tidak menggunakan semua instrumen kekuatan nasional untuk mengamankan kepentingan nasional di sana. Instrumen militer yang merupakan salah satu instrumen kekuatan nasional digunakan secara parsial. Sangat mudah untuk menunjukkan buktinya, yaitu dalam Ops Balat Sakti sejak 2005 sampai detik ini, yang dieksploitasi cuma kekuatan laut Indonesia. Sementara kekuatan udara sama sekali tidak dieksploitasi, makanya di sana tidak ada operasi serupa Ops Balat Sakti yang dilaksanakan oleh kekuatan udara negeri ini.
Di sana tidak ada pula On Scene Commander yang bertanggung jawab bila terjadi kontinjensi. Kalau terjadi kontinjensi, sulit untuk mencari siapa On Scene Commander-nya. Apakah Danguspurlatim bertugas sebagai On Scene Commander di sana? Sulit untuk menjawabnya, sebab tidak ada hitam di atas putih soal itu. On Scene Commander bertanggung jawab atas penggunaan semua kekuatan militer di wilayah tersebut.
Itu baru dari aspek instrumen kekuatan militer. Bagaimana pula dari instrumen kekuatan politik? Apa yang dilakukan oleh Kementerian Polhukam di sana?
Sejauh mana keberhasilan Departemen Luar Negeri dalam diplomasi? Apakah ada panduan dan pengawasan dari pengambil keputusan politik terhadap kegiatan diplomasi Departemen Luar Negeri? Bagaimana pula pelaksanaan koordinasi antara Departemen Luar Negeri dengan pihak Departemen Pertahanan dan TNI?
Apa kerja Departemen Dalam Negeri dalam masalah kasus Laut Sulawesi? Adakah arahan khusus ke pemerintah daerah di wilayah sengketa? Apabila ada, sejauh mana pengawasan terhadap pelaksanaan arahan itu? Harus diingat bahwa peran Departemen Dalam Negeri penting dalam masalah sengketa, karena mereka harus mempersiapkan daerah beserta sumber dayanya, termasuk penduduk. Bukankah di departemen itu ada satuan kerja yang bertanggung jawab terhadap kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat?
Bagaimana pula kinerja instrumen ekonomi? Apakah faktor kelapa sawit sudah dieksploitasi untuk menghadapi Negeri Tukang Klaim? Yang dieksploitasi bisa berupa harga, bisa pula pasokan ke negeri itu, bisa pula aspek kerjasama soal kelapa sawit yang sudah terjalin dengan negeri yang sebagian pahlawannya adalah perompak.
Jangan lupa pula soal penguasaan bank-bank nasional oleh perbankan dari negeri yang nenek moyangnya perompak itu. Apakah pengambil keputusan pada instrumen ekonomi masih akan membiarkan perbankan nasional dikuasai oleh turunan para perompak? Apakah kebijakan membiarkan penguasaan asing terhadap perbankan nasional senantiasa selaras dengan kepentingan nasional?
Apabila diteliti satu persatu semua instrumen kekuatan nasional dan apa yang mereka lakukan dalam masalah Laut Sulawesi, sangat jelas bahwa Indonesia tidak mempunyai strategi untuk mengamankan kepentingan nasional di sana. Negeri ini mempunyai pemimpin, tetapi tidak mempunyai strategi nasional. Itulah Indonesia…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar