02 Juni 2009

Pilih Martabat Bangsa Atau Kerugian Ekonomi

All hands,
Masalah sengketa batas maritim di Laut Sulawesi harus dilihat dengan jernih. Masalah ini merupakan persilangan antara kepentingan politik dengan ekonomi. Ketika kekuatan laut Negeri Tukang Klaim melakukan pelanggaran berulang-ulang, menangkap dan memukul nelayan kita yang mencari nafkah di wilayah perairan Indonesia yang diklaim oleh Negeri Tukang Klaim, masalahnya jadi melebar ke masalah martabat kita sebagai bangsa. Pesannya jelas, kita tidak ingin dilecehkan oleh negeri yang bisanya cuma mengklaim berbagai macam hal.
Ketika menyentuh masalah martabat bangsa, apapun akan dilakukan untuk menjaga martabat itu. Bahwa mungkin saja ada kerugian ekonomi dalam upaya menjaga martabat tersebut, itu sesuatu yang kadang tidak bisa dihindari. Yang penting adalah bagaimana potensi kerugian ekonomi diminimalisasi sekecil mungkin.
Oleh karena itu, sangat disayangkan bila apa pengambil keputusan di negeri ini yang takut akan terjadinya kerugian ekonomi saat kita ingin menegakkan martabat kita sebagai bangsa. Pola pikir demikian sangat disayangkan, sebab seorang manusia maupun suatu bangsa menjadi tidak bernilai ketika tidak bermartabat lagi.
Mungkin karena pola pikir demikian pula maka dunia pertahanan kita tidak mengalami modernisasi berarti dalam beberapa tahun terakhir. Sebab hitung-hitungan ekonomi lebih mengedepan daripada martabat bangsa. Padahal di sisi lain dunia pertahanan negeri ini desperating, malah mungkin mau dying. Kalau pertahanan negeri ini demikian, lalu bagaimana mengharapkan ekonomi bagus?
Harap diingat, masalah klaim di Laut Sulawesi terkait dengan ketamakan dan kerakusan Negeri Tukang Klaim terhadap kandungan gas di sana. Kandungan gas itu apabila dieksploitasi oleh Indonesia akan memberikan keuntungan ekonomis yang besar. Tapi bagaimana pihak asing yang diberi lisensi oleh pemerintah Indonesia bisa mengeksploitasi bila militer kita tidak bisa memberikan jaminan keamanan?
Di situlah titik temu alias konvergensi antara ekonomi dengan pertahanan dalam masalah di Laut Sulawesi. Masalahnya adalah apakah para pengambil keputusan di negeri ini paham soal konvergensi itu?

Tidak ada komentar: