All hands,
Merancang pertahanan maritim Nusantara bukan suatu hal yang gampang. Sebagai negara kepulauan, hukum internasional mewajibkan Indonesia untuk mengakomodasi kepentingan asing di wilayah perairan yurisdiksi. Ada tiga rezim yang harus kita akomodasi, yaitu lintas damai (innocent passage), lintas transit (transit passage) dan lintas alur laut kepulauan (archipelagic sea lane). Dengan ketiga rezim itu, yang bebas melintas di perairan yurisdiksi Indonesia bukan saja kapal sipil, tapi juga kapal perang.
Nah…yang kapal perang itu yang sering jadi masalah. Betul bahwa kita sediakan ALKI (alut laut kepulauan Indonesia) buat perlintasan kapal perang, yang sekarang ada 3 ALKI. Biarpun ada ALKI, tidak ada kekuatan memaksa buat kapal perang asing untuk nggak boleh lewat perairan di luar ALKI. Mereka bisa gunakan rezim lintas damai untuk lewat perairan Indonesia selain ALKI.
ALKI I dari Laut Cina Selatan ke Samudera India lewat Selat Sunda. ALKI II dari Laut Sulawesi ke Samudera India selatan Nusa Tenggara lewat Selat Makassar dan Selat Lombok dan ALKI III dari Samudera Pasifik ke Laut Timor atau Laut Aru.
Tapi ketiga ALKI itu hanya buat perlintasan dari utara ke selatan atau sebaliknya. Dari Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Laut Pasifik ke Samudera India sebelah selatan Jawa-Nusa Tenggara dan Laut Aru. Yang jadi masalah adalah tuntutan Amerika Serikat dan Australia yang tuntut ALKI Timur-Barat dari Laut Flores-Laut Jawa terus sambung ke ALKI I.
Kenapa mereka menuntut ALKI Timur-Barat? Pertama, kapal perang mereka sudah sering gunakan lintasan itu. Kedua, Indonesia tahun 1996 pernah bilang di depan sidang IMO di London bahwa penetapan ALKI Utara-Selatan merupakan partial designation. Artinya di masa mendatang akan ada lagi ALKI-ALKI lain.
Pernyataan soal partial designation itu yang dianggap janji oleh negara-negara lain, khususnya pengguna perairan yurisdiksi Indonesia. Sampai sekarang, mereka masih tuntut itu. Pertanyaan, bagaimana sikap kita? Kita akomodasi atau tetap bersikeras tolak ALKI Timur-Barat?
Merancang pertahanan maritim Nusantara bukan suatu hal yang gampang. Sebagai negara kepulauan, hukum internasional mewajibkan Indonesia untuk mengakomodasi kepentingan asing di wilayah perairan yurisdiksi. Ada tiga rezim yang harus kita akomodasi, yaitu lintas damai (innocent passage), lintas transit (transit passage) dan lintas alur laut kepulauan (archipelagic sea lane). Dengan ketiga rezim itu, yang bebas melintas di perairan yurisdiksi Indonesia bukan saja kapal sipil, tapi juga kapal perang.
Nah…yang kapal perang itu yang sering jadi masalah. Betul bahwa kita sediakan ALKI (alut laut kepulauan Indonesia) buat perlintasan kapal perang, yang sekarang ada 3 ALKI. Biarpun ada ALKI, tidak ada kekuatan memaksa buat kapal perang asing untuk nggak boleh lewat perairan di luar ALKI. Mereka bisa gunakan rezim lintas damai untuk lewat perairan Indonesia selain ALKI.
ALKI I dari Laut Cina Selatan ke Samudera India lewat Selat Sunda. ALKI II dari Laut Sulawesi ke Samudera India selatan Nusa Tenggara lewat Selat Makassar dan Selat Lombok dan ALKI III dari Samudera Pasifik ke Laut Timor atau Laut Aru.
Tapi ketiga ALKI itu hanya buat perlintasan dari utara ke selatan atau sebaliknya. Dari Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, Laut Pasifik ke Samudera India sebelah selatan Jawa-Nusa Tenggara dan Laut Aru. Yang jadi masalah adalah tuntutan Amerika Serikat dan Australia yang tuntut ALKI Timur-Barat dari Laut Flores-Laut Jawa terus sambung ke ALKI I.
Kenapa mereka menuntut ALKI Timur-Barat? Pertama, kapal perang mereka sudah sering gunakan lintasan itu. Kedua, Indonesia tahun 1996 pernah bilang di depan sidang IMO di London bahwa penetapan ALKI Utara-Selatan merupakan partial designation. Artinya di masa mendatang akan ada lagi ALKI-ALKI lain.
Pernyataan soal partial designation itu yang dianggap janji oleh negara-negara lain, khususnya pengguna perairan yurisdiksi Indonesia. Sampai sekarang, mereka masih tuntut itu. Pertanyaan, bagaimana sikap kita? Kita akomodasi atau tetap bersikeras tolak ALKI Timur-Barat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar