All hands,
Sebagai negara industri, Jepang sangat berkepentingan dengan amannya sea lanes of communication (SLOC). Kalau SLOC-nya terganggu, pasokan minyak dari negara-negara Arab terganggu pula, yang berakibat gangguan langsung terhadap industri dan perdagangannya. Oleh sebab itu, Jepang mati-matian berupaya menjamin keamanan SLOC, termasuk yang berada di perairan yurisdiksi Indonesia, melalui berbagai inisiatif.
AL Jepang alias Japan Maritime Self Defense Force (JMSDF) mempunyai doktrin operasi 1.000 untuk mengamankan SLOC. 1.000 mil terhitung dari daratan utama Jepang terus turun ke selatan hingga ke perairan yurisdiksi Indonesia. Ketika ancaman keamanan maritim di Selat Malaka meningkat beberapa tahun lalu, negeri itu meluncurkan ReCAAP (The Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia) dengan pilarnya yaitu information sharing, capacity building, and cooperative arrangements.
ReCAAP berlaku efektif 4 September 2006, saat sejumlah negara meratifikasinya. Sebagian besar negara-negara yang meratifikasi ReCAAP adalah negara-negara kecil yang selama ini banyak dibantu oleh Jepang, seperti Kamboja. Sejauh ini telah 14 negara menandatangani dan meratifikasi ReCAAP dan wadah kerjasama ini mempunyai ReCAAP Information Sharing Center (ISC) di Singapura. Indonesia nggak mau ikut karena beberapa alasan. Salah satu alasan utamanya adalah ketidaksenangan penempatan ISC di Singapura, padahal Singapura bukan barometer stabilitas keamanan maritim di Asia Tenggara.
Soal mengapa Jepang mati-matian mengamankan SLOC, sebenarnya ada alasan lainnya yang nggak diketahui oleh orang awam. Isu keamanan SLOC sebenarnya mempengaruhi pula karakteristik JSMSDF sejak awal berdirinya hingga saat ini. Penting untuk dipahami secara khusus bahwa isu keamanan SLOC bukan semata karena Jepang adalah negara industri yang tergantung pada pasokan energi dari wilayah lain, namun juga tidak lepas dari pengalaman pahit Jepang di masa Perang Dunia Kedua.
Salah satu kegagalan Imperial Japanese Navy (IJN) pada Perang Dunia Kedua adalah mengendalikan garis perhubungan lautnya dari ancaman musuh. Kegagalan mempertahankan garis perhubungan laut menimbulkan bencana pada ekonomi Jepang dan berimplikasi besar pada jalannya perang. Belajar dari kegagalan IJN di masa lalu, sejak kelahirannya JMSDF dirancang sedemikian rupa untuk melindungi garis perhubungan laut Jepang, sehingga kemudian lahir doktrin operasi 1.000 mil laut.
Jadi, pentingnya arti SLOC bagi Jepang bukan cuma karena dia negara industri yang tergantung pasokan bahan baku dari luar. Bukan pula sekadar karena menyangkut kelancaran perdagangan dia dengan negara-negara lain di seberang lautan. Tapi lebih karena pengalaman perang dia di masa lalu.
Sebagai negara industri, Jepang sangat berkepentingan dengan amannya sea lanes of communication (SLOC). Kalau SLOC-nya terganggu, pasokan minyak dari negara-negara Arab terganggu pula, yang berakibat gangguan langsung terhadap industri dan perdagangannya. Oleh sebab itu, Jepang mati-matian berupaya menjamin keamanan SLOC, termasuk yang berada di perairan yurisdiksi Indonesia, melalui berbagai inisiatif.
AL Jepang alias Japan Maritime Self Defense Force (JMSDF) mempunyai doktrin operasi 1.000 untuk mengamankan SLOC. 1.000 mil terhitung dari daratan utama Jepang terus turun ke selatan hingga ke perairan yurisdiksi Indonesia. Ketika ancaman keamanan maritim di Selat Malaka meningkat beberapa tahun lalu, negeri itu meluncurkan ReCAAP (The Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia) dengan pilarnya yaitu information sharing, capacity building, and cooperative arrangements.
ReCAAP berlaku efektif 4 September 2006, saat sejumlah negara meratifikasinya. Sebagian besar negara-negara yang meratifikasi ReCAAP adalah negara-negara kecil yang selama ini banyak dibantu oleh Jepang, seperti Kamboja. Sejauh ini telah 14 negara menandatangani dan meratifikasi ReCAAP dan wadah kerjasama ini mempunyai ReCAAP Information Sharing Center (ISC) di Singapura. Indonesia nggak mau ikut karena beberapa alasan. Salah satu alasan utamanya adalah ketidaksenangan penempatan ISC di Singapura, padahal Singapura bukan barometer stabilitas keamanan maritim di Asia Tenggara.
Soal mengapa Jepang mati-matian mengamankan SLOC, sebenarnya ada alasan lainnya yang nggak diketahui oleh orang awam. Isu keamanan SLOC sebenarnya mempengaruhi pula karakteristik JSMSDF sejak awal berdirinya hingga saat ini. Penting untuk dipahami secara khusus bahwa isu keamanan SLOC bukan semata karena Jepang adalah negara industri yang tergantung pada pasokan energi dari wilayah lain, namun juga tidak lepas dari pengalaman pahit Jepang di masa Perang Dunia Kedua.
Salah satu kegagalan Imperial Japanese Navy (IJN) pada Perang Dunia Kedua adalah mengendalikan garis perhubungan lautnya dari ancaman musuh. Kegagalan mempertahankan garis perhubungan laut menimbulkan bencana pada ekonomi Jepang dan berimplikasi besar pada jalannya perang. Belajar dari kegagalan IJN di masa lalu, sejak kelahirannya JMSDF dirancang sedemikian rupa untuk melindungi garis perhubungan laut Jepang, sehingga kemudian lahir doktrin operasi 1.000 mil laut.
Jadi, pentingnya arti SLOC bagi Jepang bukan cuma karena dia negara industri yang tergantung pasokan bahan baku dari luar. Bukan pula sekadar karena menyangkut kelancaran perdagangan dia dengan negara-negara lain di seberang lautan. Tapi lebih karena pengalaman perang dia di masa lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar