All hands,
Berdiskusi tentang pembangunan kekuatan laut, kita harus senantiasa harus mengacu pada Paradigma Lloyd. Disebut Paradigma Lloyd karena yang cetuskan pemikiran itu adalah Richmond M. Lloyd, profesor di U.S. Naval War College bersama Lorenzini dari U.S. Air Force. Kemudian oleh Lloyd dikembangkan lagi bersama dengan P.H. Liota. Di Indonesia, Paradigma Lloyd hanya diajarkan di AL, khususnya Seskoal. Sebagian besar dari kita pasti sudah pernah baca bukunya Lloyd yang spektakuler itu (dan tebal banget) yang berjudul Fundamental Force Planning.
Paradigma Lloyd mengajarkan bahwa teknologi, sekutu, sahabat, organisasi internasional, keterbatasan sumber daya dan lain sebagainya sangat penting untuk diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pembangunan kekuatan. Karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi seperti apa wujud available forces yang akan dimiliki nantinya. Singkatnya, karena pembangunan kekuatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, pendekatan dengan hanya memfokuskan pada satu faktor seringkali gagal ketika dikaitkan dengan lingkungan strategis.
Salah satu kata kunci Paradigma Lloyd dalam pembangunan kekuatan, yaitu suatu negara tidak bisa sendiri tanpa bantuan negara lain. Indonesia butuh kawan dan sekutu yang bersedia pasok senjata dan teknologinya, sebab kita belum bisa mandiri soal itu. Kalau bicara soal itu, ujung-ujungnya akan menyentuh soal kebijakan luar negeri. Dengan kebijakan luar negeri bebas aktif yang diperlakukan laksana wahyu dari Tuhan oleh sebagian kalangan di Indonesia, negara mana yang akan membantu menyediakan teknologi untuk membangun kekuatan laut Indonesia ke depan?
Pertanyaan ini makin relevan ketika dikaitkan dengan salah satu hasil pertemuan ARF di Singapura 24 Juli 2008, yaitu agenda disarmament. Sadar atau tidak sadar, nampaknya terdapat agenda naval disarmament terhadap Indonesia oleh negara-negara maju dalam bentuk pembatasan penjualan alutsista. Dampak naval disarmament itu besar sekali buat kita.
Martabat dan wibawa kita sebagai bangsa dilecehkan orang lain. Pertanyaannya, sampai kapan kita relakan martabat dan wibawa kita akan terus dilecehkan oleh pihak lain? Pahami Paradigma Lloyd, karena dalam Paradigma Lloyd hirarki paling tinggi adalah national interests. Pembangunan kekuatan dilaksanakan untuk mengamankan kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri juga harus mengacu pada kepentingan nasional.
Berdiskusi tentang pembangunan kekuatan laut, kita harus senantiasa harus mengacu pada Paradigma Lloyd. Disebut Paradigma Lloyd karena yang cetuskan pemikiran itu adalah Richmond M. Lloyd, profesor di U.S. Naval War College bersama Lorenzini dari U.S. Air Force. Kemudian oleh Lloyd dikembangkan lagi bersama dengan P.H. Liota. Di Indonesia, Paradigma Lloyd hanya diajarkan di AL, khususnya Seskoal. Sebagian besar dari kita pasti sudah pernah baca bukunya Lloyd yang spektakuler itu (dan tebal banget) yang berjudul Fundamental Force Planning.
Paradigma Lloyd mengajarkan bahwa teknologi, sekutu, sahabat, organisasi internasional, keterbatasan sumber daya dan lain sebagainya sangat penting untuk diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pembangunan kekuatan. Karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi seperti apa wujud available forces yang akan dimiliki nantinya. Singkatnya, karena pembangunan kekuatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, pendekatan dengan hanya memfokuskan pada satu faktor seringkali gagal ketika dikaitkan dengan lingkungan strategis.
Salah satu kata kunci Paradigma Lloyd dalam pembangunan kekuatan, yaitu suatu negara tidak bisa sendiri tanpa bantuan negara lain. Indonesia butuh kawan dan sekutu yang bersedia pasok senjata dan teknologinya, sebab kita belum bisa mandiri soal itu. Kalau bicara soal itu, ujung-ujungnya akan menyentuh soal kebijakan luar negeri. Dengan kebijakan luar negeri bebas aktif yang diperlakukan laksana wahyu dari Tuhan oleh sebagian kalangan di Indonesia, negara mana yang akan membantu menyediakan teknologi untuk membangun kekuatan laut Indonesia ke depan?
Pertanyaan ini makin relevan ketika dikaitkan dengan salah satu hasil pertemuan ARF di Singapura 24 Juli 2008, yaitu agenda disarmament. Sadar atau tidak sadar, nampaknya terdapat agenda naval disarmament terhadap Indonesia oleh negara-negara maju dalam bentuk pembatasan penjualan alutsista. Dampak naval disarmament itu besar sekali buat kita.
Martabat dan wibawa kita sebagai bangsa dilecehkan orang lain. Pertanyaannya, sampai kapan kita relakan martabat dan wibawa kita akan terus dilecehkan oleh pihak lain? Pahami Paradigma Lloyd, karena dalam Paradigma Lloyd hirarki paling tinggi adalah national interests. Pembangunan kekuatan dilaksanakan untuk mengamankan kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri juga harus mengacu pada kepentingan nasional.
1 komentar:
dear bro....
tidak cuman p loyd yg punya teori tsb. semua ada dalam teori manajemen organisasi. sejujurnya....bila kita semua sebagai bangsa indonesia ini mau benar2 tegakan aturan2 dengan benar saja....saya yakin tidak akan terjadi kondisi yang menurut saya blunders. teori yang dipakai benar...tapi diterapkan dengan versi untuk kepentingan sendiri, kelompok dan kroni-kroninya. walhasil.....ya seperti yang kita lihat ini.
sekian bro....sukses buat sohib saya.
Posting Komentar