All hands,
Kasus yang terjadi saat ini antara Departemen Pertahanan-TNI dengan Pertamina soal dukungan BBM mencerminkan bahwa ada yang salah dalam dukungan logistik kita. Yang salah itu tidak dapat dibatasi pada tataran bawah, tapi lebih pada tataran strategis. Pertamina lebih berpikiran bisnis ketika menghadapi Departemen Pertahanan-TNI, seolah-olah Departemen Pertahanan-TNI itu profit maker.
Itu artinya, yang paham soal vitalnya dukungan BBM buat kegiatan pertahanan cuma Departemen Pertahanan-TNI saja. Pertamina, walaupun dia BUMN, nggak mau ambil pusing. Dia berpikirnya profit maker.
Dia nggak mikir kalau dia hentikan dukungan BBM, kapal perang kita nggak bisa patroli di laut. Dia nggak mikir bahwa akibat tindakan dia, implikasi politiknya di laut sangat besar. Negeri ini bisa “dikeroyok” negara-negara lain di kawasan gara-gara dianggap nggak bisa amankan perairannya. Pertamina nggak mikir, kalau laut kita nggak aman, kapal-kapal tanker dia juga berpotensi besar untuk dibajak pihak lain.
Apapun alasannya, Pertamina sebagai BUMN mestinya tetap memasok BBM kepada Departemen Pertahanan-TNI. Departemen Pertahanan-TNI lembaga pemerintah dan negara kok, nggak akan mungkin kabur ke luar negeri kayak para pemilik bank yang dapat BLBI.
Pada sisi lain, harus kita akui bahwa manajemen logistik di Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan-TNI masih jauh dari sempurna. Kasus ini harus dijadikan pelajaran bagaimana menata logistik pertahanan yang lebih baik lagi di masa depan. Kita nggak kurang orang kok yang paham manajemen logistik militer. Cuma mungkin selama ini nggak diberdayakan.
Kasus yang terjadi saat ini antara Departemen Pertahanan-TNI dengan Pertamina soal dukungan BBM mencerminkan bahwa ada yang salah dalam dukungan logistik kita. Yang salah itu tidak dapat dibatasi pada tataran bawah, tapi lebih pada tataran strategis. Pertamina lebih berpikiran bisnis ketika menghadapi Departemen Pertahanan-TNI, seolah-olah Departemen Pertahanan-TNI itu profit maker.
Itu artinya, yang paham soal vitalnya dukungan BBM buat kegiatan pertahanan cuma Departemen Pertahanan-TNI saja. Pertamina, walaupun dia BUMN, nggak mau ambil pusing. Dia berpikirnya profit maker.
Dia nggak mikir kalau dia hentikan dukungan BBM, kapal perang kita nggak bisa patroli di laut. Dia nggak mikir bahwa akibat tindakan dia, implikasi politiknya di laut sangat besar. Negeri ini bisa “dikeroyok” negara-negara lain di kawasan gara-gara dianggap nggak bisa amankan perairannya. Pertamina nggak mikir, kalau laut kita nggak aman, kapal-kapal tanker dia juga berpotensi besar untuk dibajak pihak lain.
Apapun alasannya, Pertamina sebagai BUMN mestinya tetap memasok BBM kepada Departemen Pertahanan-TNI. Departemen Pertahanan-TNI lembaga pemerintah dan negara kok, nggak akan mungkin kabur ke luar negeri kayak para pemilik bank yang dapat BLBI.
Pada sisi lain, harus kita akui bahwa manajemen logistik di Departemen Keuangan, Departemen Pertahanan-TNI masih jauh dari sempurna. Kasus ini harus dijadikan pelajaran bagaimana menata logistik pertahanan yang lebih baik lagi di masa depan. Kita nggak kurang orang kok yang paham manajemen logistik militer. Cuma mungkin selama ini nggak diberdayakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar