All hands,
Beberapa waktu lalu beberapa kapal perang eks Jerman Timur kelas Frosch dan Parchim mengalami sejumlah masalah teknis, di antaranya KRI MES-380. Peristiwa itu secara kebetulan bersamaan waktunya dengan kita akan sedang susun Postur AL 2010-2029. Pesannya adalah kita sebaiknya melakukan pengadaan unsur kapal patroli lebih banyak daripada unsur kombatan untuk gantikan kapal kelas Parchim. Asal jangan kapal plastik alias fiberglass, karena kapal itu punya banyak kelemahan.
Soal regenerasi kapal perang sangat penting untuk kita perhatikan. Kapal kelas Parchim paling lama 15 tahun lagi sudah harus decommissioned. Begitu pula kelas Sibarau cs. Kalau kita pertahankan terus setelah 15 tahun mendatang, berapa biaya yang harus kita keluarkan.
Semakin berumur suatu kapal, maka biaya operasionalnya juga meningkat terus. Menurut teori, umur ekonomis kapal perang dirancang hanya sekitar 25 tahun. Lebih dari itu, dia akan membebani Angkatan Laut yang operasikan kapal itu.
Masalah regenerasi kapal perang merupakan pekerjaan rumah bagi AL kita hingga 15 tahun ke depan. Saat ini, kalau kita mau obyektif, barisan kapal perang yang antri untuk diregenerasi sudah panjang. Khususnya korvet kelas Parchim, fregat kelas Van Speijk dan PC kelas Sibarau.
Belum terhitung lagi LST eks Perang Dunia Kedua. Dalam 10 tahun ke depan, korvet kelas Fatahillah pun akan masuk antrian. Belum lagi kalau kita bicara kapal selam. Itu bukti pekerjaan rumah kita memang banyak.
Pertanyaannya, apakah kita akan mampu ganti kapal-kapal itu dalam kuantitas yang sama? Kalau kualitas, sudah pasti beda generasi kapal beda pula kualitasnya. Dalam soal kehadiran di laut, antara kuantitas dan kualitas harus berimbang.
Karena percuma kita punya 10 kapal patroli canggih, tapi luas wilayahnya dari Merauke sampai Sabang. Kalau luasnya cuma ciprit kayak Singapura, nggak masalah.
Ke depan, kita tetap akan lebih banyak membutuhkan kapal patroli daripada kapal fregat dan korvet. Soal perbandingan mungkin 3:1 atau 4:1. 3 atau 4 kapal patroli berbanding 1 kapal fregat atau korvet. Biarpun kapal fregat atau korvet lebih sedikit, yang penting senjatanya mutakhir dan siap operasi. Daripada punya banyak tapi yang siap cuma setengahnya, bahkan kurang.
Beberapa waktu lalu beberapa kapal perang eks Jerman Timur kelas Frosch dan Parchim mengalami sejumlah masalah teknis, di antaranya KRI MES-380. Peristiwa itu secara kebetulan bersamaan waktunya dengan kita akan sedang susun Postur AL 2010-2029. Pesannya adalah kita sebaiknya melakukan pengadaan unsur kapal patroli lebih banyak daripada unsur kombatan untuk gantikan kapal kelas Parchim. Asal jangan kapal plastik alias fiberglass, karena kapal itu punya banyak kelemahan.
Soal regenerasi kapal perang sangat penting untuk kita perhatikan. Kapal kelas Parchim paling lama 15 tahun lagi sudah harus decommissioned. Begitu pula kelas Sibarau cs. Kalau kita pertahankan terus setelah 15 tahun mendatang, berapa biaya yang harus kita keluarkan.
Semakin berumur suatu kapal, maka biaya operasionalnya juga meningkat terus. Menurut teori, umur ekonomis kapal perang dirancang hanya sekitar 25 tahun. Lebih dari itu, dia akan membebani Angkatan Laut yang operasikan kapal itu.
Masalah regenerasi kapal perang merupakan pekerjaan rumah bagi AL kita hingga 15 tahun ke depan. Saat ini, kalau kita mau obyektif, barisan kapal perang yang antri untuk diregenerasi sudah panjang. Khususnya korvet kelas Parchim, fregat kelas Van Speijk dan PC kelas Sibarau.
Belum terhitung lagi LST eks Perang Dunia Kedua. Dalam 10 tahun ke depan, korvet kelas Fatahillah pun akan masuk antrian. Belum lagi kalau kita bicara kapal selam. Itu bukti pekerjaan rumah kita memang banyak.
Pertanyaannya, apakah kita akan mampu ganti kapal-kapal itu dalam kuantitas yang sama? Kalau kualitas, sudah pasti beda generasi kapal beda pula kualitasnya. Dalam soal kehadiran di laut, antara kuantitas dan kualitas harus berimbang.
Karena percuma kita punya 10 kapal patroli canggih, tapi luas wilayahnya dari Merauke sampai Sabang. Kalau luasnya cuma ciprit kayak Singapura, nggak masalah.
Ke depan, kita tetap akan lebih banyak membutuhkan kapal patroli daripada kapal fregat dan korvet. Soal perbandingan mungkin 3:1 atau 4:1. 3 atau 4 kapal patroli berbanding 1 kapal fregat atau korvet. Biarpun kapal fregat atau korvet lebih sedikit, yang penting senjatanya mutakhir dan siap operasi. Daripada punya banyak tapi yang siap cuma setengahnya, bahkan kurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar