All hands,
Selain space, hal lain dalam operational art yang tak boleh diabaikan adalah waktu. Bahkan dapat dikatakan faktor ini selalu menjadi pertimbangan utama dalam merancang aksi militer, baik operasi besar maupun kampanye. Faktor waktu mempunyai hubungan yang erat dengan faktor space.
Di masa lalu, selalu ada beberapa hari waktu jeda antara deklarasi perang dengan aksi militer sebagai konsekuensi dari deklarasi itu. Hal itu tak lepas dari teknologi transportasi dan lain sebagainya yang mempengaruhi aksi militer. Namun sejak abad ke-20, seringkali tidak ada jeda waktu antara deklarasi perang dengan aksi militer. Bahkan ada sejumlah perang yang langsung dibuka dengan aksi militer tanpa deklarasi resmi, misalnya Perang Korea, Perang Arab-Israel yang terdiri dari beberapa seri itu, Perang Iran-Irak dan Perang Malvinas.
Karena sangat krusial soal waktu, persiapan untuk aksi militer (baik ofensif maupun defensif) masa kini dilakukan pada masa damai. Sebab tidak mungkin lagi mengharapkan pola sebelum abad ke-20, yang mana ada jeda waktu persiapan militer setelah deklarasi perang diumumkan.
Sebagai contoh, Inggris yang diserang oleh Argentina dalam Perang Malvinas tidak mempunyai waktu banyak untuk melakukan mobilisasi kekuatan. Gugus Tugas Royal Navy yang dikirim ke Kepulauan Malvinas berasal dari tempat-tempat yang berbeda dan sebagian tidak berangkat dari pangkalan Angkatan Laut di Inggris. RV-nya di tengah Samudera Atlantik Selatan dan rencana operasi disusun tanpa harus setiap komandan kapal perang berkumpul di suatu tempat. Mereka menyusun rencana operasi menggunakan kemajuan teknologi untuk tukar menukar gagasan, sebelum disetujui menjadi sebuah rencana operasi yang final dan siap untuk dilaksanakan.
Dalam konteks operasi Angkatan Laut atau maritim, menyusun rencana operasi bukan hal yang mudah. Karena operasi yang dilaksanakan keberlanjutannya tergantung pula pada dukungan logistik (logistic sustain). Dukungan logistik merupakan isu kritis bagi setiap Angkatan Laut, karena dalam aksi militer tidak boleh ada jeda operasi alias operasi berhenti sementara karena menunggu dukungan logistik. Aksi militer yang dilancarkan harus dilaksanakan secara cepat, dalam hitungan hari atau paling lama satu minggu untuk mencapai strategic objective.
Kenapa demikian? Jangan sampai suatu pemerintahan yang membawahi militer mendapat tekanan internasional untuk segera menghentikan aksi militernya, sementara strategic political objective dan strategic military objective belum tercapai. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melaksanakan aksi militer dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sebelum tekanan internasional mem-faith accomply kita.
Kaitannya dengan space, terkadang antara mandala operasi dengan titik embarkasi pasukan jaraknya jauh, sehingga membutuhkan waktu untuk mencapai mandala. Hal itu harus diperhitungkan dengan betul, apalagi dalam konteks operasi Angkatan Laut atau maritim. Jangan sampai kekuatan kita sampai di mandala operasi ketika situasi di lapangan dan situasi politik sudah tidak menguntungkan (in favor of) kita lagi. Atau jangan sampai pula kekuatan kita tidak pernah sampai ke mandala operasi karena disergap oleh kekuatan kapal selam lawan di tengah jalan.
Ditarik ke alam nyata, soal space and time merupakan hal yang tak boleh kita abaikan dalam soal kontinjensi di Laut Sulawesi (Blok Ambalat). Jarak antara Pulau Jawa sebagai titik embarkasi kekuatan dengan Laut Sulawesi terlalu jauh, meskipun di Blok Ambalat sudah ada kekuatan yang siaga. Namun tetap saja kekuatan itu butuh perkuatan yang lebih besar dan kebijakan pertahanan masih tempatkan center of gravity di Pulau Jawa. Itu yang sangat kritis!!!
Selain space, hal lain dalam operational art yang tak boleh diabaikan adalah waktu. Bahkan dapat dikatakan faktor ini selalu menjadi pertimbangan utama dalam merancang aksi militer, baik operasi besar maupun kampanye. Faktor waktu mempunyai hubungan yang erat dengan faktor space.
Di masa lalu, selalu ada beberapa hari waktu jeda antara deklarasi perang dengan aksi militer sebagai konsekuensi dari deklarasi itu. Hal itu tak lepas dari teknologi transportasi dan lain sebagainya yang mempengaruhi aksi militer. Namun sejak abad ke-20, seringkali tidak ada jeda waktu antara deklarasi perang dengan aksi militer. Bahkan ada sejumlah perang yang langsung dibuka dengan aksi militer tanpa deklarasi resmi, misalnya Perang Korea, Perang Arab-Israel yang terdiri dari beberapa seri itu, Perang Iran-Irak dan Perang Malvinas.
Karena sangat krusial soal waktu, persiapan untuk aksi militer (baik ofensif maupun defensif) masa kini dilakukan pada masa damai. Sebab tidak mungkin lagi mengharapkan pola sebelum abad ke-20, yang mana ada jeda waktu persiapan militer setelah deklarasi perang diumumkan.
Sebagai contoh, Inggris yang diserang oleh Argentina dalam Perang Malvinas tidak mempunyai waktu banyak untuk melakukan mobilisasi kekuatan. Gugus Tugas Royal Navy yang dikirim ke Kepulauan Malvinas berasal dari tempat-tempat yang berbeda dan sebagian tidak berangkat dari pangkalan Angkatan Laut di Inggris. RV-nya di tengah Samudera Atlantik Selatan dan rencana operasi disusun tanpa harus setiap komandan kapal perang berkumpul di suatu tempat. Mereka menyusun rencana operasi menggunakan kemajuan teknologi untuk tukar menukar gagasan, sebelum disetujui menjadi sebuah rencana operasi yang final dan siap untuk dilaksanakan.
Dalam konteks operasi Angkatan Laut atau maritim, menyusun rencana operasi bukan hal yang mudah. Karena operasi yang dilaksanakan keberlanjutannya tergantung pula pada dukungan logistik (logistic sustain). Dukungan logistik merupakan isu kritis bagi setiap Angkatan Laut, karena dalam aksi militer tidak boleh ada jeda operasi alias operasi berhenti sementara karena menunggu dukungan logistik. Aksi militer yang dilancarkan harus dilaksanakan secara cepat, dalam hitungan hari atau paling lama satu minggu untuk mencapai strategic objective.
Kenapa demikian? Jangan sampai suatu pemerintahan yang membawahi militer mendapat tekanan internasional untuk segera menghentikan aksi militernya, sementara strategic political objective dan strategic military objective belum tercapai. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melaksanakan aksi militer dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sebelum tekanan internasional mem-faith accomply kita.
Kaitannya dengan space, terkadang antara mandala operasi dengan titik embarkasi pasukan jaraknya jauh, sehingga membutuhkan waktu untuk mencapai mandala. Hal itu harus diperhitungkan dengan betul, apalagi dalam konteks operasi Angkatan Laut atau maritim. Jangan sampai kekuatan kita sampai di mandala operasi ketika situasi di lapangan dan situasi politik sudah tidak menguntungkan (in favor of) kita lagi. Atau jangan sampai pula kekuatan kita tidak pernah sampai ke mandala operasi karena disergap oleh kekuatan kapal selam lawan di tengah jalan.
Ditarik ke alam nyata, soal space and time merupakan hal yang tak boleh kita abaikan dalam soal kontinjensi di Laut Sulawesi (Blok Ambalat). Jarak antara Pulau Jawa sebagai titik embarkasi kekuatan dengan Laut Sulawesi terlalu jauh, meskipun di Blok Ambalat sudah ada kekuatan yang siaga. Namun tetap saja kekuatan itu butuh perkuatan yang lebih besar dan kebijakan pertahanan masih tempatkan center of gravity di Pulau Jawa. Itu yang sangat kritis!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar