All hands,
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh AL kita dalam mengembangkan dirinya di Nusantara adalah pemahaman dari matra lain di TNI soal karakteristik Angkatan Laut. Sudah menjadi rahasia umum di antara kita bahwa untuk meyakinkan soal peran konstabulari dan diplomasi Angkatan Laut kepada pihak lain di TNI cukup sulit. Kenapa sulit?
Karena ada pihak lain di TNI yang pola pikirnya masih mencoba menyeragamkan TNI dan tidak mau mengakui dan mengakomodasi karakteristik matra-matra dalam TNI. Soal peran konstabulari dan diplomasi adalah suatu hal yang universal bagi Angkatan Laut di seluruh dunia. Tapi di Indonesia, sebagian pihak lain tak mau paham soal itu.
Matra lain terkesan semua peran TNI itu sama. Padahal hal itu kontraproduktif, karena setiap matra punya karakteristik masing-masing. Kalau AL kita punya peran konstabulari dan diplomasi, matra lain tidak harus begitu karena beda karakteristik dan nature-nya. Jangan sampai nanti muncul diplomasi AU dan AD, sesuatu yang tidak ada presedennya di dunia dan tidak berlebihan kalau dibilang mengada-ada.
Peran Angkatan Laut harus selalu muncul dalam doktrin Angkatan Laut. Yang menjadi masalah ketika doktrin ini harus seragam dengan Doktrin TNI, dalam arti sama dengan matra lain. Itu yang tidak mungkin.
Sudah saatnya kita harus renungkan kembali arti integrasi. Integrasi itu bukan berarti menyamakan semua karakteristik, nature dan ciri khas tiap-tiap matra. Integrasi masa kini berkutat pada aspek operasional melalui operasi gabungan. Soal penyebutan pangkat perwira yang tidak sama setiap Angkatan pun sebenarnya tidak masalah, karena itulah ciri khas tiap matra.
Harap diingat bahwa kini TNI bukan lagi aktor politik. Semua keputusan politik mengenai TNI ditentukan oleh pemerintah. Domain TNI adalah pada tingkat operasi. Makanya jabatan Panglima TNI saat ini sebenarnya tidak relevan lagi setingkat Menteri Kabinet. Sebutan Panglima pun juga tidak pas, karena dia tak pimpin operasi yang dilaksanakan TNI tiap hari.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh AL kita dalam mengembangkan dirinya di Nusantara adalah pemahaman dari matra lain di TNI soal karakteristik Angkatan Laut. Sudah menjadi rahasia umum di antara kita bahwa untuk meyakinkan soal peran konstabulari dan diplomasi Angkatan Laut kepada pihak lain di TNI cukup sulit. Kenapa sulit?
Karena ada pihak lain di TNI yang pola pikirnya masih mencoba menyeragamkan TNI dan tidak mau mengakui dan mengakomodasi karakteristik matra-matra dalam TNI. Soal peran konstabulari dan diplomasi adalah suatu hal yang universal bagi Angkatan Laut di seluruh dunia. Tapi di Indonesia, sebagian pihak lain tak mau paham soal itu.
Matra lain terkesan semua peran TNI itu sama. Padahal hal itu kontraproduktif, karena setiap matra punya karakteristik masing-masing. Kalau AL kita punya peran konstabulari dan diplomasi, matra lain tidak harus begitu karena beda karakteristik dan nature-nya. Jangan sampai nanti muncul diplomasi AU dan AD, sesuatu yang tidak ada presedennya di dunia dan tidak berlebihan kalau dibilang mengada-ada.
Peran Angkatan Laut harus selalu muncul dalam doktrin Angkatan Laut. Yang menjadi masalah ketika doktrin ini harus seragam dengan Doktrin TNI, dalam arti sama dengan matra lain. Itu yang tidak mungkin.
Sudah saatnya kita harus renungkan kembali arti integrasi. Integrasi itu bukan berarti menyamakan semua karakteristik, nature dan ciri khas tiap-tiap matra. Integrasi masa kini berkutat pada aspek operasional melalui operasi gabungan. Soal penyebutan pangkat perwira yang tidak sama setiap Angkatan pun sebenarnya tidak masalah, karena itulah ciri khas tiap matra.
Harap diingat bahwa kini TNI bukan lagi aktor politik. Semua keputusan politik mengenai TNI ditentukan oleh pemerintah. Domain TNI adalah pada tingkat operasi. Makanya jabatan Panglima TNI saat ini sebenarnya tidak relevan lagi setingkat Menteri Kabinet. Sebutan Panglima pun juga tidak pas, karena dia tak pimpin operasi yang dilaksanakan TNI tiap hari.
1 komentar:
INtinya full diplomacy
Posting Komentar