All hands,
Untuk menghadapi kontinjensi, TNI setiap tahun membuat Rencana Yudha. Rencana Yudha adalah suatu dokumen rahasia yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang saja. Hal itu sangat dimaklumi, karena isinya di dalam soal wilayah kontinjensinya di mana, siapa pihak yang akan menjadi lawan, apa cara bertindak kita dan lain sebagainya.
Rencana Yudha tidak akan bisa dipisahkan dari faktor ruang dan waktu. Seperti sudah ditulis sebelumnya, faktor ruang dan waktu akan sangat mempengaruhi perencanaan operasi yang akan dilaksanakan. Semakin jauh jarak antara kekuatan kita bertolak dengan wilayah kontinjensi, semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mencapai wilayah itu.
Memang ada angkutan udara strategis dengan C-130 Hercules, tetapi kekuatan pasukan dan logistik yang bisa dipindahkan oleh pesawat legendaris itu terbatas. Pergeseran pasukan dan logistik dalam jumlah besar tetap harus mengandalkan angkutan lintas laut AL kita. Hercules hanya difokuskan pada pergeseran pasukan reaksi cepat dengan kekuatan sekitar satu batalyon.
Rencana Yudha yang sudah disusun harus di-oyu-kan untuk menguji kesahihannya. Dengan di-oyu-kan, akan diketahui mana asumsi yang sahih alias valid, mana asumsi yang tidak valid. Asumsi yang tidak valid itulah yang kemudian harus direvisi.
Masalahnya adalah sangat disayangkan bahwa Rencana Yudha tidak pernah di-oyu-kan. Meminjam istilah yang terkenal dan kadang jadi bahan tertawaan karena mirip dengan definisi doktrin yang dianut oleh matra tertentu, Rencana Yudha terkesan adalah “sesuatu yang diyakini kebenarannya”.
Bagaimana kita meyakini kebenaran sesuatu bila tidak teruji? Bisa saja ada pihak yang berpendapat bahwa itu sudah diuji dalam Latgab. Masalahnya, dalam Latgab itu tidak murni menggambarkan situasi sebenarnya. Kekuatan kita dikondisikan untuk menang, karena kekuatan lawan dirancang lemah dari awal. Apabila itu diuji, akan banyak asumsi yang gugur dan rentetan konsekuensinya banyak dan panjang. Dan apa pihak yang merasa dirugikan di sini.
Kembali ke soal faktor ruang-waktu, bagaimana kita bisa menjamin bahwa kita akan mencapai strategic political and military objective bila sesuatu yang kita rencanakan tidak diuji terlebih dahulu. Harus diingat bahwa strategi tidak bekerja di alam vakum.
Untuk menghadapi kontinjensi, TNI setiap tahun membuat Rencana Yudha. Rencana Yudha adalah suatu dokumen rahasia yang hanya bisa diakses oleh segelintir orang saja. Hal itu sangat dimaklumi, karena isinya di dalam soal wilayah kontinjensinya di mana, siapa pihak yang akan menjadi lawan, apa cara bertindak kita dan lain sebagainya.
Rencana Yudha tidak akan bisa dipisahkan dari faktor ruang dan waktu. Seperti sudah ditulis sebelumnya, faktor ruang dan waktu akan sangat mempengaruhi perencanaan operasi yang akan dilaksanakan. Semakin jauh jarak antara kekuatan kita bertolak dengan wilayah kontinjensi, semakin banyak waktu yang dibutuhkan untuk mencapai wilayah itu.
Memang ada angkutan udara strategis dengan C-130 Hercules, tetapi kekuatan pasukan dan logistik yang bisa dipindahkan oleh pesawat legendaris itu terbatas. Pergeseran pasukan dan logistik dalam jumlah besar tetap harus mengandalkan angkutan lintas laut AL kita. Hercules hanya difokuskan pada pergeseran pasukan reaksi cepat dengan kekuatan sekitar satu batalyon.
Rencana Yudha yang sudah disusun harus di-oyu-kan untuk menguji kesahihannya. Dengan di-oyu-kan, akan diketahui mana asumsi yang sahih alias valid, mana asumsi yang tidak valid. Asumsi yang tidak valid itulah yang kemudian harus direvisi.
Masalahnya adalah sangat disayangkan bahwa Rencana Yudha tidak pernah di-oyu-kan. Meminjam istilah yang terkenal dan kadang jadi bahan tertawaan karena mirip dengan definisi doktrin yang dianut oleh matra tertentu, Rencana Yudha terkesan adalah “sesuatu yang diyakini kebenarannya”.
Bagaimana kita meyakini kebenaran sesuatu bila tidak teruji? Bisa saja ada pihak yang berpendapat bahwa itu sudah diuji dalam Latgab. Masalahnya, dalam Latgab itu tidak murni menggambarkan situasi sebenarnya. Kekuatan kita dikondisikan untuk menang, karena kekuatan lawan dirancang lemah dari awal. Apabila itu diuji, akan banyak asumsi yang gugur dan rentetan konsekuensinya banyak dan panjang. Dan apa pihak yang merasa dirugikan di sini.
Kembali ke soal faktor ruang-waktu, bagaimana kita bisa menjamin bahwa kita akan mencapai strategic political and military objective bila sesuatu yang kita rencanakan tidak diuji terlebih dahulu. Harus diingat bahwa strategi tidak bekerja di alam vakum.
1 komentar:
Selalu LATGAB TNI diskenariokan dalam plot musuh merebut wilayah kita, lalu TNI berhasil merebutnya, bla..bla..bla..(masa belum berubah sejak ORBA ?)
Apakah skenario tidak bisa disesuaikan dengan kondisi real TNI saat ini ? misalnya bagaimana dengan alutsista terbatas bisa menangkal agresi dengan strategi penggelaran, atau taktik asimetri, dsb ? Atau bagaimana bisa menghancurkan kekuatan musuh sebelum mereka masuk teritori kita ? Jangan-jangan skenario seperti ini tidak diaplikasikan di LATGAB karena 1. Akan membuka rahasia tentang "jurus simpanan TNI" dalam keterbatasannya atau 2. Alutsista, anggaran dan pendukung lainnya tidak memungkinkan selain skenario baheula seperti selama ini.
Maaf sekali, tapi di telinga awam seperti saya, dalam kondisi kita sekarang, jika musuh sudah berhasil masuk wilayah kita, artinya mereka lebih superior dari kita, dan kemungkinannya 1. kekuatan kita yang sudah minim ini telah hancur paling tidak 3/4nya atau 2. TNI sengaja membiarkan mereka masuk begitu saja (lho naif kan ?)
Posting Komentar