All hands,
Masalah minimum essential force kini sudah menjadi kebijakan pertahanan yang digariskan oleh Departemen Pertahanan. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan itu, TNI harus menyusun minimum essential force. Pertanyaannya, apa sih definisi atau pengertian minimum essential force?
Pengertian minimum essential force tidak ada yang baku. Menurut versi Departemen Pertahanan yang saya pahami, minimum essential force adalah kekuatan pertahanan mimimal yang mampu menimbulkan dampak penangkalan. Dan minimum essential force menekankan pada capability-based planning. Artinya, ada sejumlah kemampuan yang dirancang mampu dilaksanakan oleh kekuatan tersebut.
Soal minimal tentu akan jadi bahan perdebatan, seberapa minimal? Untuk AL kita misalnya, apakah 10 fregat dan korvet dengan teknologi terbaru sudah dapat digolongkan sebagai kekuatan yang dapat menimbulkan penangkalan? Hal-hal seperti itu untuk menjawabnya harus memasukkan berbagai faktor determinan dan dikaji secara mendalam.
Menurut pendapat saya, minimum essential force lebih menitikberatkan pada preventing the war. Jadi belum sampai pada winning the war. Strategi maritim Amerika Serikat lebih maju lagi, preventing the war as equal as winning the war.
Memang benar kelahiran konsep minimum essential force tak lepas dari pertimbangan ekonomi, yaitu anggaran pertahanan yang terbatas. Soal pembangunan pertahanan, saat ini di dunia memang paradigma adalah ekonomis. Cuma nilai ekonomis bagi tiap negara bisa berbeda, tergantung kemampuan ekonomi masing-masing. Ekonomis bagi Amerika Serikat terlihat mewah dari kacamata negeri seperti Indonesia.
Kalau kita dalami kembali soal strategy and force planning-nya Lloyd, pembangunan kekuatan pertahanan senantiasa akan menghadapkan antara threat, challenges, vulnerability, opportunity versus resources constraints. Salah satu bagian dari resources constraints adalah uang. Masalah itu dihadapi oleh semua negara. Dan pilihannya kadang bukan lagi gun or butter, but both of them.
Dengan negeri seluas Indonesia, berapa minimum essential force yang dibutuhkan oleh AL kita? Apakah 10 kapal kombatan atas air dan empat kapal selam, katakanlah begitu, sudah mampu menimbulkan penangkalan? Apakah jumlah itu sudah bisa digolongkan sebagai memenuhi minimum essential force?
Sesuai dengan definisi yang dianut oleh Indonesia, minimum essential force adalah kekuatan yan mampu menimbulkan dampak penangkalan. Mari kita bandingkan dengan Royal Australian Navy. Kekuatan Angkatan Laut negeri sebelah selatan Indonesia itu bertumpu pada 14 kapal fregat dan enam kapal selam. Dengan kekuatan yang menurut kita kecil, Royal Australian Navy diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik.
Pertanyaannya, apakah hal itu tercipta semata karena 14 kapal fregat plus enam kapal selam? Ataukah ada faktor lain di belakang itu? Katakanlah kedekatan politik Australia dengan Amerika Serikat? Saya khawatir konsep minimum essential force kita tak akan menimbulkan dampak penangkalan yang diharapkan bila tak didukung oleh aspek politik luar negeri.
Masalah minimum essential force kini sudah menjadi kebijakan pertahanan yang digariskan oleh Departemen Pertahanan. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan itu, TNI harus menyusun minimum essential force. Pertanyaannya, apa sih definisi atau pengertian minimum essential force?
Pengertian minimum essential force tidak ada yang baku. Menurut versi Departemen Pertahanan yang saya pahami, minimum essential force adalah kekuatan pertahanan mimimal yang mampu menimbulkan dampak penangkalan. Dan minimum essential force menekankan pada capability-based planning. Artinya, ada sejumlah kemampuan yang dirancang mampu dilaksanakan oleh kekuatan tersebut.
Soal minimal tentu akan jadi bahan perdebatan, seberapa minimal? Untuk AL kita misalnya, apakah 10 fregat dan korvet dengan teknologi terbaru sudah dapat digolongkan sebagai kekuatan yang dapat menimbulkan penangkalan? Hal-hal seperti itu untuk menjawabnya harus memasukkan berbagai faktor determinan dan dikaji secara mendalam.
Menurut pendapat saya, minimum essential force lebih menitikberatkan pada preventing the war. Jadi belum sampai pada winning the war. Strategi maritim Amerika Serikat lebih maju lagi, preventing the war as equal as winning the war.
Memang benar kelahiran konsep minimum essential force tak lepas dari pertimbangan ekonomi, yaitu anggaran pertahanan yang terbatas. Soal pembangunan pertahanan, saat ini di dunia memang paradigma adalah ekonomis. Cuma nilai ekonomis bagi tiap negara bisa berbeda, tergantung kemampuan ekonomi masing-masing. Ekonomis bagi Amerika Serikat terlihat mewah dari kacamata negeri seperti Indonesia.
Kalau kita dalami kembali soal strategy and force planning-nya Lloyd, pembangunan kekuatan pertahanan senantiasa akan menghadapkan antara threat, challenges, vulnerability, opportunity versus resources constraints. Salah satu bagian dari resources constraints adalah uang. Masalah itu dihadapi oleh semua negara. Dan pilihannya kadang bukan lagi gun or butter, but both of them.
Dengan negeri seluas Indonesia, berapa minimum essential force yang dibutuhkan oleh AL kita? Apakah 10 kapal kombatan atas air dan empat kapal selam, katakanlah begitu, sudah mampu menimbulkan penangkalan? Apakah jumlah itu sudah bisa digolongkan sebagai memenuhi minimum essential force?
Sesuai dengan definisi yang dianut oleh Indonesia, minimum essential force adalah kekuatan yan mampu menimbulkan dampak penangkalan. Mari kita bandingkan dengan Royal Australian Navy. Kekuatan Angkatan Laut negeri sebelah selatan Indonesia itu bertumpu pada 14 kapal fregat dan enam kapal selam. Dengan kekuatan yang menurut kita kecil, Royal Australian Navy diperhitungkan di kawasan Asia Pasifik.
Pertanyaannya, apakah hal itu tercipta semata karena 14 kapal fregat plus enam kapal selam? Ataukah ada faktor lain di belakang itu? Katakanlah kedekatan politik Australia dengan Amerika Serikat? Saya khawatir konsep minimum essential force kita tak akan menimbulkan dampak penangkalan yang diharapkan bila tak didukung oleh aspek politik luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar