All hands,
Rencana penyebaran kekuatan AL kita ke Lebanon untuk bergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force pada Februari 2009 merupakan sebuah langkah maju. Selama ini, dari tiga kemampuan Angkatan Laut yaitu kemampuan peperangan atas air, peperangan bawah air dan proyeksi kekuatan, kemampuan yang terakhir disebut sangat jarang dilaksanakan. Sebab proyeksi kekuatan, apabila kita kembali ke strategi maritim, berarti penyebaran unsur kekuatan laut ke luar negeri untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Harus diakui bahwa AL kita sangat miskin pengalaman dalam soal operasi ekspedisionari. Selama puluhan tahun AL disibukkan oleh berbagai masalah keamanan maritim di dalam negeri. Selain itu, secara politik AL di masa lalu memang “dikungkung” sedemikian rupa agar tak menonjol, apalagi menyaingi matra tertentu. Kondisi demikian membuat kita luput untuk think out of the box, termasuk operasi ekspedisionari itu sendiri.
Penyebaran kekuatan AL kita ke Lebanon merupakan bagian dari proyeksi kekuatan, yang mana operasi ekspedisionari adalah salah satu konsep dari proyeksi kekuatan. Dalam pemikiran strategi maritim pasca Perang Dingin, operasi ekspedisionari merupakan satu di antara ciri Angkatan Laut pasca modern (post-modern navies). Menurut Geoffrey Till, belum semua Angkatan Laut di dunia dapat dikategorikan sebagai post modern navies.
Post-modern navies adalah Angkatan Laut yang pola pikirnya menitikberatkan pada bagaimana mengamankan globalisasi. Post-modern navies tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan sebagai konsekuensi dari kebijakan politik pemerintahannya dalam menyikapi globalisasi. Semakin dalam suatu negara menceburkan diri dalam globalisasi, semakin terbukanya ekonomi negara itu terhadap globalisasi, semakin banyak kepentingan suatu negara yang bersifat outward-looking dan semakin kuatnya dukungan negara itu terhadap perdagangan bebas, maka karakteristik Angkatan Laut negara tersebut dapat dikategorikan sebagai post-modern navies.
Dalam era globalisasi, Angkatan Laut mempunyai kewajiban untuk mengamankan jalur perhubungan laut internasional. Keamanan jalur perhubungan laut akan berimplikasi positif terhadap globalisasi dan sebaliknya. Itulah alasan mengapa negara-negara Eropa menyebarkan kekuatan EUROMARFOR ke perairan Somalia. Itu pula alasan mengapa banyak pihak yang sangat concern dengan keamanan maritim di Selat Malaka.
Rencana penyebaran kekuatan laut kita ke Lebanon hendaknya dipahami sebagai langkah awal menuju post-modern navies. Masih banyak langkah yang harus dilakukan untuk menuju status tersebut dan setiap langkah adalah suatu kemajuan. Berbeda dengan beberapa negara di sekitar Indonesia yang sudah tergolong post-modern navies seperti Australia, Jepang dan Singapura, selama ini memang AL kita berkutat di dalam negeri sebagian karena memang ada masalah-masalah yang tidak dihadapi oleh negara-negara di sekitar kita itu.
Menurut Till, modern navies adalah Angkatan Laut negara-negara yang khawatir dengan globalisasi terhadap keamanan dan kedaulatan mereka, kebijakan ekonomi yang lebih proteksionis dan cenderung kurang bergairah untuk bekerjasama dengan negara-negara lain dalam menjaga sistem perdagangan dunia.
Lepas dari sikap kita yang terkadang agak anti globalisasi, dari perspektif maritim sangat sulit buat Indonesia untuk masa bodoh terhadap keamanan maritim. Posisi geopolitik Indonesia yang sangat strategis membuat semua negara berkepentingan terhadap keamanan maritim di Indonesia. Oleh sebab itu, apabila Indonesia tidak menginginkan adanya intervensi langsung dalam pengamanan wilayah perairannya, negeri ini harus menunjukkan sikap sebagai warga dunia yang bertanggungjawab.
Pada sisi lain, kewajiban Indonesia untuk menjaga keamanan maritim di wilayahnya hendaknya tidak membuat negeri ini inward-looking, termasuk pula AL kita di dalamnya. Penyebaran kekuatan ke Lebanon merupakan kesempatan belajar bagaimana melaksanakan operasi ekspedisionari dalam bingkai multinasional. Sudah waktunya bagi AL kita untuk tidak disibukkan terus dengan masalah keamanan maritim di dalam negeri, sehingga luput memandang perkembangan pemikiran maritim yang terus berkembang.
Kita harus ingat, pembangunan AL kita ke depan sudah seharusnya menggunakan premis globalisasi. Pembangunan AL bukan ditujukan untuk mengancam negara-negara lain, tetapi untuk menjamin kepentingan bersama di era globalisasi. Apabila Indonesia menggunakan premis demikian dan menunjukkan buktinya, kecurigaan terhadap pembangunan kekuatan laut kita akan berkurang.
Partisipasi AL kita dalam operasi-operasi ekspedisionari multinasional sudah seharusnya ditingkatkan, sebagai wadah untuk membuktikan bahwa pembangunan AL kita memang ditujukan untuk menjamin kepentingan bersama di era globalisasi. Dan unsur kapal perang yang dikirimkan sudah pasti harus kapal perang generasi terakhir di AL kita.
Rencana penyebaran kekuatan AL kita ke Lebanon untuk bergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force pada Februari 2009 merupakan sebuah langkah maju. Selama ini, dari tiga kemampuan Angkatan Laut yaitu kemampuan peperangan atas air, peperangan bawah air dan proyeksi kekuatan, kemampuan yang terakhir disebut sangat jarang dilaksanakan. Sebab proyeksi kekuatan, apabila kita kembali ke strategi maritim, berarti penyebaran unsur kekuatan laut ke luar negeri untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Harus diakui bahwa AL kita sangat miskin pengalaman dalam soal operasi ekspedisionari. Selama puluhan tahun AL disibukkan oleh berbagai masalah keamanan maritim di dalam negeri. Selain itu, secara politik AL di masa lalu memang “dikungkung” sedemikian rupa agar tak menonjol, apalagi menyaingi matra tertentu. Kondisi demikian membuat kita luput untuk think out of the box, termasuk operasi ekspedisionari itu sendiri.
Penyebaran kekuatan AL kita ke Lebanon merupakan bagian dari proyeksi kekuatan, yang mana operasi ekspedisionari adalah salah satu konsep dari proyeksi kekuatan. Dalam pemikiran strategi maritim pasca Perang Dingin, operasi ekspedisionari merupakan satu di antara ciri Angkatan Laut pasca modern (post-modern navies). Menurut Geoffrey Till, belum semua Angkatan Laut di dunia dapat dikategorikan sebagai post modern navies.
Post-modern navies adalah Angkatan Laut yang pola pikirnya menitikberatkan pada bagaimana mengamankan globalisasi. Post-modern navies tidak tercipta dengan sendirinya, melainkan sebagai konsekuensi dari kebijakan politik pemerintahannya dalam menyikapi globalisasi. Semakin dalam suatu negara menceburkan diri dalam globalisasi, semakin terbukanya ekonomi negara itu terhadap globalisasi, semakin banyak kepentingan suatu negara yang bersifat outward-looking dan semakin kuatnya dukungan negara itu terhadap perdagangan bebas, maka karakteristik Angkatan Laut negara tersebut dapat dikategorikan sebagai post-modern navies.
Dalam era globalisasi, Angkatan Laut mempunyai kewajiban untuk mengamankan jalur perhubungan laut internasional. Keamanan jalur perhubungan laut akan berimplikasi positif terhadap globalisasi dan sebaliknya. Itulah alasan mengapa negara-negara Eropa menyebarkan kekuatan EUROMARFOR ke perairan Somalia. Itu pula alasan mengapa banyak pihak yang sangat concern dengan keamanan maritim di Selat Malaka.
Rencana penyebaran kekuatan laut kita ke Lebanon hendaknya dipahami sebagai langkah awal menuju post-modern navies. Masih banyak langkah yang harus dilakukan untuk menuju status tersebut dan setiap langkah adalah suatu kemajuan. Berbeda dengan beberapa negara di sekitar Indonesia yang sudah tergolong post-modern navies seperti Australia, Jepang dan Singapura, selama ini memang AL kita berkutat di dalam negeri sebagian karena memang ada masalah-masalah yang tidak dihadapi oleh negara-negara di sekitar kita itu.
Menurut Till, modern navies adalah Angkatan Laut negara-negara yang khawatir dengan globalisasi terhadap keamanan dan kedaulatan mereka, kebijakan ekonomi yang lebih proteksionis dan cenderung kurang bergairah untuk bekerjasama dengan negara-negara lain dalam menjaga sistem perdagangan dunia.
Lepas dari sikap kita yang terkadang agak anti globalisasi, dari perspektif maritim sangat sulit buat Indonesia untuk masa bodoh terhadap keamanan maritim. Posisi geopolitik Indonesia yang sangat strategis membuat semua negara berkepentingan terhadap keamanan maritim di Indonesia. Oleh sebab itu, apabila Indonesia tidak menginginkan adanya intervensi langsung dalam pengamanan wilayah perairannya, negeri ini harus menunjukkan sikap sebagai warga dunia yang bertanggungjawab.
Pada sisi lain, kewajiban Indonesia untuk menjaga keamanan maritim di wilayahnya hendaknya tidak membuat negeri ini inward-looking, termasuk pula AL kita di dalamnya. Penyebaran kekuatan ke Lebanon merupakan kesempatan belajar bagaimana melaksanakan operasi ekspedisionari dalam bingkai multinasional. Sudah waktunya bagi AL kita untuk tidak disibukkan terus dengan masalah keamanan maritim di dalam negeri, sehingga luput memandang perkembangan pemikiran maritim yang terus berkembang.
Kita harus ingat, pembangunan AL kita ke depan sudah seharusnya menggunakan premis globalisasi. Pembangunan AL bukan ditujukan untuk mengancam negara-negara lain, tetapi untuk menjamin kepentingan bersama di era globalisasi. Apabila Indonesia menggunakan premis demikian dan menunjukkan buktinya, kecurigaan terhadap pembangunan kekuatan laut kita akan berkurang.
Partisipasi AL kita dalam operasi-operasi ekspedisionari multinasional sudah seharusnya ditingkatkan, sebagai wadah untuk membuktikan bahwa pembangunan AL kita memang ditujukan untuk menjamin kepentingan bersama di era globalisasi. Dan unsur kapal perang yang dikirimkan sudah pasti harus kapal perang generasi terakhir di AL kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar