All hands,
Dalam strategi maritim pasca Perang Dingin, salah satu pemikiran yang mengemuka adalah menciptakan balanced fleet. Balanced fleet setidaknya mempunyai dua pengertian. Pertama, dalam konteks aliansi atau koalisi Angkatan Laut, suatu negara menspesialisasikan diri pada kemampuan tertentu saja dalam operasi maritim. Sementara kemampuan lainnya diisi oleh Angkatan Laut negara lainnya dalam aliansi atau koalisi tersebut.
Sebagai contoh, ada Angkatan Laut yang menspesialisasikan diri pada peperangan ranjau, ada pula pada peperangan udara, ada pula pada peperangan anti kapal selam dan sebagainya. Negara-negara yang menciptakan balanced fleet dalam konteks ini biasanya mempunyai Angkatan Laut yang tergolong medium naval power, seperti Canada, negara-negara Eropa dan Australia.
Kedua, balanced fleet bisa pula berarti adanya keseimbangan peran yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut. Secara universal Angkatan Laut mempunyai tiga peran yaitu peran militer, konstabulari dan diplomasi. Konsep balanced fleet dalam pengertian ini memang cocok untuk medium naval power.
Dari berbagai tulisan Geoffrey Till dalam beberapa terakhir, dia menekankan pada konsep balanced fleet untuk menyikapi makin banyaknya tugas-tugas Angkatan Laut di era globalisasi. Salah satu pemikiran Till mengenai balanced fleet dapat dibaca pada bukunya yang berjudul Seapower: A Guide for the Twenty First Century.
Apabila ditarik dalam konteks Indonesia, mungkinkah balanced fleet diterapkan? Berangkat dari kondisi saat ini, balanced fleet yang mungkin cocok buat Indonesia adalah pada pemahaman kedua, yaitu menyangkut keseimbangan peran yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut. Sementara balanced fleet dalam pemahaman pertama belum cocok untuk kondisi saat ini, sebab Indonesia masih anti untuk beraliansi atau berkoalisi.
Mungkinkah balanced fleet diterapkan? Untuk menjawab pertanyaan itu, harus dilihat dari beberapa aspek seperti manajemen keamanan maritim, persepsi terhadap ancaman hingga pada kesiapan operasional. Bersambung…
Dalam strategi maritim pasca Perang Dingin, salah satu pemikiran yang mengemuka adalah menciptakan balanced fleet. Balanced fleet setidaknya mempunyai dua pengertian. Pertama, dalam konteks aliansi atau koalisi Angkatan Laut, suatu negara menspesialisasikan diri pada kemampuan tertentu saja dalam operasi maritim. Sementara kemampuan lainnya diisi oleh Angkatan Laut negara lainnya dalam aliansi atau koalisi tersebut.
Sebagai contoh, ada Angkatan Laut yang menspesialisasikan diri pada peperangan ranjau, ada pula pada peperangan udara, ada pula pada peperangan anti kapal selam dan sebagainya. Negara-negara yang menciptakan balanced fleet dalam konteks ini biasanya mempunyai Angkatan Laut yang tergolong medium naval power, seperti Canada, negara-negara Eropa dan Australia.
Kedua, balanced fleet bisa pula berarti adanya keseimbangan peran yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut. Secara universal Angkatan Laut mempunyai tiga peran yaitu peran militer, konstabulari dan diplomasi. Konsep balanced fleet dalam pengertian ini memang cocok untuk medium naval power.
Dari berbagai tulisan Geoffrey Till dalam beberapa terakhir, dia menekankan pada konsep balanced fleet untuk menyikapi makin banyaknya tugas-tugas Angkatan Laut di era globalisasi. Salah satu pemikiran Till mengenai balanced fleet dapat dibaca pada bukunya yang berjudul Seapower: A Guide for the Twenty First Century.
Apabila ditarik dalam konteks Indonesia, mungkinkah balanced fleet diterapkan? Berangkat dari kondisi saat ini, balanced fleet yang mungkin cocok buat Indonesia adalah pada pemahaman kedua, yaitu menyangkut keseimbangan peran yang dilaksanakan oleh Angkatan Laut. Sementara balanced fleet dalam pemahaman pertama belum cocok untuk kondisi saat ini, sebab Indonesia masih anti untuk beraliansi atau berkoalisi.
Mungkinkah balanced fleet diterapkan? Untuk menjawab pertanyaan itu, harus dilihat dari beberapa aspek seperti manajemen keamanan maritim, persepsi terhadap ancaman hingga pada kesiapan operasional. Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar