All hands,
Sadar atau tidak, di negeri ini ada pihak-pihak yang tidak senang AL kita. Mereka tidak ingin melihat AL kuat, maju dan banyak berperan dalam kancah nasional dan kawasan. Dan pihak-pihak yang tidak senang itu tak lain adalah anak negeri sendiri. Soal mereka mendapat titipan pesan sponsor yang berada di luar wilayah kedaulatan negeri ini, yah sangat mungkin.
Tahun 2004 seorang mantan petinggi matra lain menentang pengadaan korvet Sigma bagi AL kita dan mengusulkan agar dananya dipakai untuk mencetak satu juta hektar sawah. Kini sang mantan petinggi itu mencalonkan diri jadi pemimpin negeri ini. Apa jadinya nasib AL kita dan kita sebagai individu yang sangat concern dengan AL negeri ini bila sang Jenderal dipilih rakyat negeri ini jadi pemimpin ini?
Rupaya langkah sang Jenderal “ditandingi” oleh seorang mantan pati satu matra yang juga jumlah bintangnya sama. Sang Jenderal yang satu ini dengan gagah berani mengatakan bahwa AL tak punya kewenangan menegakkan hukum di laut? OH MY GOD!!! Dari mana sang Jenderal punya referensi soal itu?
Sebagai petunjuk, Jenderal ini bagi kalangan sipil yang getol utak-atik TNI dianugerahi gelar sebagai Jenderal reformis. Karena saking reformisnya, dia termasuk daftar persona non grata di matra dia sendiri. Ha...ha...ha...
Pertanyaannya, apakah langkah dua mantan pati matra lain itu kebetulan semata atau berada dalam suatu skenario besar? Saya khawatir itu berada dalam suatu skenario besar. Tujuannya agar AL kita tak berdaya di negeri sendiri, sehingga program pembangunan kekuatan kita jalan di tempat. Banyak pihak di sekeliling Indonesia yang tidak senang dengan AL negeri ini yang kuat.
Sebenarnya preferensi masyarakat negeri ini untuk memiliki AL yang kuat cukup besar. Sayangnya mereka silent majority dan tidak punya akses ke media. Yang minoritas tapi vokal dan punya akses ke media justru sebagian menggemakan nada-nada untuk mentorpedo pembangunan kekuatan AL kita. Beberapa tahun lalu, seorang yang oleh media massa dinobatkan sebagai pengamat militer mengusulkan agar kapal-kapal perang yang tua dihapus semua. Untung ide yang tidak realistis itu nggak laku, sebab kalau dihapus semua, kita hanya akan beroperasi dengan kapal-kapal FPB plus kapal-kapal fiberglass alias plastik.
Juga beberapa tahun silam seorang pati/pejabat penting di Departemen Pertahanan kontra terhadap pengadaan kapal selam. Sudah bukan dari matra laut, nggak ngerti nilai strategis kapal selam, eh sok tahu lagi soal kapal selam!!! Untung tak lama setelah itu sang Jenderal pensiun. Kalau tidak, dia bisa mengembangkan gagasannya ke dalam kebijakan.
Berangkat dari semua itu, perjuangan kita untuk membesarkan AL penuh dengan rintangan, yang justru sebagian berasal dari anak negeri sendiri. Kondisi itu menjadi tantangan buat kita untuk menciptakan atmosfir yang pro kepada pembangunan kekuatan laut.
Sadar atau tidak, di negeri ini ada pihak-pihak yang tidak senang AL kita. Mereka tidak ingin melihat AL kuat, maju dan banyak berperan dalam kancah nasional dan kawasan. Dan pihak-pihak yang tidak senang itu tak lain adalah anak negeri sendiri. Soal mereka mendapat titipan pesan sponsor yang berada di luar wilayah kedaulatan negeri ini, yah sangat mungkin.
Tahun 2004 seorang mantan petinggi matra lain menentang pengadaan korvet Sigma bagi AL kita dan mengusulkan agar dananya dipakai untuk mencetak satu juta hektar sawah. Kini sang mantan petinggi itu mencalonkan diri jadi pemimpin negeri ini. Apa jadinya nasib AL kita dan kita sebagai individu yang sangat concern dengan AL negeri ini bila sang Jenderal dipilih rakyat negeri ini jadi pemimpin ini?
Rupaya langkah sang Jenderal “ditandingi” oleh seorang mantan pati satu matra yang juga jumlah bintangnya sama. Sang Jenderal yang satu ini dengan gagah berani mengatakan bahwa AL tak punya kewenangan menegakkan hukum di laut? OH MY GOD!!! Dari mana sang Jenderal punya referensi soal itu?
Sebagai petunjuk, Jenderal ini bagi kalangan sipil yang getol utak-atik TNI dianugerahi gelar sebagai Jenderal reformis. Karena saking reformisnya, dia termasuk daftar persona non grata di matra dia sendiri. Ha...ha...ha...
Pertanyaannya, apakah langkah dua mantan pati matra lain itu kebetulan semata atau berada dalam suatu skenario besar? Saya khawatir itu berada dalam suatu skenario besar. Tujuannya agar AL kita tak berdaya di negeri sendiri, sehingga program pembangunan kekuatan kita jalan di tempat. Banyak pihak di sekeliling Indonesia yang tidak senang dengan AL negeri ini yang kuat.
Sebenarnya preferensi masyarakat negeri ini untuk memiliki AL yang kuat cukup besar. Sayangnya mereka silent majority dan tidak punya akses ke media. Yang minoritas tapi vokal dan punya akses ke media justru sebagian menggemakan nada-nada untuk mentorpedo pembangunan kekuatan AL kita. Beberapa tahun lalu, seorang yang oleh media massa dinobatkan sebagai pengamat militer mengusulkan agar kapal-kapal perang yang tua dihapus semua. Untung ide yang tidak realistis itu nggak laku, sebab kalau dihapus semua, kita hanya akan beroperasi dengan kapal-kapal FPB plus kapal-kapal fiberglass alias plastik.
Juga beberapa tahun silam seorang pati/pejabat penting di Departemen Pertahanan kontra terhadap pengadaan kapal selam. Sudah bukan dari matra laut, nggak ngerti nilai strategis kapal selam, eh sok tahu lagi soal kapal selam!!! Untung tak lama setelah itu sang Jenderal pensiun. Kalau tidak, dia bisa mengembangkan gagasannya ke dalam kebijakan.
Berangkat dari semua itu, perjuangan kita untuk membesarkan AL penuh dengan rintangan, yang justru sebagian berasal dari anak negeri sendiri. Kondisi itu menjadi tantangan buat kita untuk menciptakan atmosfir yang pro kepada pembangunan kekuatan laut.
1 komentar:
prajurit dengan kualitas seperti begitu kok bisa jadi jendral ya?? apa di akabri diajarkan untuk membenci yg bukan matra-nya?? atau apakah ada kurikulum yang mengajarkan bagaimana cara menjual negeri ini dengan baik dan benar untuk kepentingan pribadi??
kalau itu benar terjadi, berarti sangat mudah sekali untuk "membeli" jendral-jendral yang tidak punya rasa kebangsaan sama sekali itu.. just f**k them off from this country!!!
Posting Komentar