All hands,
Dalam menyusun minimum essential force, satu hal yang tak boleh terlewatkan adalah konsep Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Bagaimanapun, konsep itu harus kita jadikan salah satu acuan, selain beberapa acuan lain seperti capability-based planning. Sebab AL kita masih menganut SSAT sampai saat ini. SSAT mempunyai empat komponen yaitu kapal perang, pesawat udara, pangkalan dan Marinir.
Di sini saya hanya akan membatasi soal pesawat udara yang dalam organik AL kita berada di bawah Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Pusnerbal). Dalam konteks SSAT, operasional pesawat udara tidak dapat dilepaskan dari kapal perang. Sesuai dengan kemampuan kita saat ini, pesawat udara baru sebatas menjadi kepanjangan mata dan telinga dari kapal perang. Belum meluas sebagai kepanjangan tangan dari kapal perang, yang kalau dirunut latar belakang penyebabnya bukan semata tentang keterbatasan anggaran, tetapi juga ego matra udara soal siapa saja yang berhak mengoperasikan pesawat tempur.
Terkait dengan minimum essential force, hendaknya kita tidak boleh melupakan peran pesawat udara dalam konteks SSAT. Artinya, kita juga harus menetapkan berapa kebutuhan pesawat udara untuk memenuhi minimum essential force. Pesawat udara yang dibutuhkan ke saat ini dan ke depan oleh AL kita adalah fixed wing yang mempunyai kemampuan patroli maritim dan rotary wing yang fungsi asasinya adalah AKS.
Arah kebijakan pembangunan kekuatan saat ini yang memprioritaskan pengadaan fixed wing patroli maritim CN-235 MPA dan NC-212 MPA menurut saya sudah berada pada jalur yang benar. Saat ini di armada kita pesawat udara yang benar-benar berkategori MPA baru tiga buah NC-212 MPA. Beberapa waktu lalu AL kita telah menekan kontrak pengadaan beberapa pesawat CN-235 MPA dan NC-212 MPA.
Mengapa kemampuan MPA penting? Karena memang itulah fungsi asasi penerbangan udara Angkatan Laut. Pengadaan pesawat MPA yang disertai kemampuan AKS menurut saya sangat penting, karena itu salah satu perwujudan peran militer Angkatan Laut. AKS di negeri ini adalah domain AL, bisnis AL!!! Bukan domain matra lain!!!
Kenapa domain AL? Jawabannya sederhana, siapa di negeri ini yang paling paham dengan AKS selain AL kita? Adakah matra lain yang lebih paham mengenai AKS daripada AL kita?
Terkait dengan pengadaan pesawat MPA, perlu diantisipasi akan pensiunnya armada N-22/24 Nomad. Nomad kini tergolong aging aircraft dan Australia tidak lagi memberikan dukungan sepenuhnya kepada konsumen Nomad di seluruh dunia. Sebab sekitar dua tahun lalu pabrikan Nomad sudah menyatakan menghentikan dukungan operasional dan logistik kepada semua konsumennya.
Akan segera pensiunnya Nomad secara bertahap harus diantisipasi, karena selama ini Nomad adalah andalan patroli maritim AL kita, meskipun pesawat itu punya keterbatasan pada kemampuan sensing. Sementara armada NC-212 MPA jumlahnya masih terbatas, sedangkan CN-235 MPA baru 2-3 tahun lagi bergabung dalam susunan tempur.
Kembali ke soal minimum essential force, harus dirumuskan berapa kebutuhan pesawat MPA kita, khususnya fixed wing. Adapun mengenai rotary wing, hal yang menurut saya perlu segera mendapat perhatian adalah heli AKS pengganti Wasp. Pengadaan Wasp di masa lalu satu paket dengan pembelian fregat Van Speijk dan itulah dalam pertama kalinya AL kita mengoperasikan heli AKS. Mengenai pentingnya heli AKS tidak perlu kita perdebatkan lagi bila memperhatikan security environment di sekitar Indonesia, khususnya menyangkut pembangunan kekuatan laut.
Idealnya heli AKS selalu melekat pada kapal perang yang mempunyai heli deck. Sebab dalam konsep AKS heli tidak bisa bermain sendiri, melainkan harus terpadu dengan kapal perang. Konsep demikian tidak boleh kita lupakan.
Dalam menyusun minimum essential force, satu hal yang tak boleh terlewatkan adalah konsep Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT). Bagaimanapun, konsep itu harus kita jadikan salah satu acuan, selain beberapa acuan lain seperti capability-based planning. Sebab AL kita masih menganut SSAT sampai saat ini. SSAT mempunyai empat komponen yaitu kapal perang, pesawat udara, pangkalan dan Marinir.
Di sini saya hanya akan membatasi soal pesawat udara yang dalam organik AL kita berada di bawah Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Pusnerbal). Dalam konteks SSAT, operasional pesawat udara tidak dapat dilepaskan dari kapal perang. Sesuai dengan kemampuan kita saat ini, pesawat udara baru sebatas menjadi kepanjangan mata dan telinga dari kapal perang. Belum meluas sebagai kepanjangan tangan dari kapal perang, yang kalau dirunut latar belakang penyebabnya bukan semata tentang keterbatasan anggaran, tetapi juga ego matra udara soal siapa saja yang berhak mengoperasikan pesawat tempur.
Terkait dengan minimum essential force, hendaknya kita tidak boleh melupakan peran pesawat udara dalam konteks SSAT. Artinya, kita juga harus menetapkan berapa kebutuhan pesawat udara untuk memenuhi minimum essential force. Pesawat udara yang dibutuhkan ke saat ini dan ke depan oleh AL kita adalah fixed wing yang mempunyai kemampuan patroli maritim dan rotary wing yang fungsi asasinya adalah AKS.
Arah kebijakan pembangunan kekuatan saat ini yang memprioritaskan pengadaan fixed wing patroli maritim CN-235 MPA dan NC-212 MPA menurut saya sudah berada pada jalur yang benar. Saat ini di armada kita pesawat udara yang benar-benar berkategori MPA baru tiga buah NC-212 MPA. Beberapa waktu lalu AL kita telah menekan kontrak pengadaan beberapa pesawat CN-235 MPA dan NC-212 MPA.
Mengapa kemampuan MPA penting? Karena memang itulah fungsi asasi penerbangan udara Angkatan Laut. Pengadaan pesawat MPA yang disertai kemampuan AKS menurut saya sangat penting, karena itu salah satu perwujudan peran militer Angkatan Laut. AKS di negeri ini adalah domain AL, bisnis AL!!! Bukan domain matra lain!!!
Kenapa domain AL? Jawabannya sederhana, siapa di negeri ini yang paling paham dengan AKS selain AL kita? Adakah matra lain yang lebih paham mengenai AKS daripada AL kita?
Terkait dengan pengadaan pesawat MPA, perlu diantisipasi akan pensiunnya armada N-22/24 Nomad. Nomad kini tergolong aging aircraft dan Australia tidak lagi memberikan dukungan sepenuhnya kepada konsumen Nomad di seluruh dunia. Sebab sekitar dua tahun lalu pabrikan Nomad sudah menyatakan menghentikan dukungan operasional dan logistik kepada semua konsumennya.
Akan segera pensiunnya Nomad secara bertahap harus diantisipasi, karena selama ini Nomad adalah andalan patroli maritim AL kita, meskipun pesawat itu punya keterbatasan pada kemampuan sensing. Sementara armada NC-212 MPA jumlahnya masih terbatas, sedangkan CN-235 MPA baru 2-3 tahun lagi bergabung dalam susunan tempur.
Kembali ke soal minimum essential force, harus dirumuskan berapa kebutuhan pesawat MPA kita, khususnya fixed wing. Adapun mengenai rotary wing, hal yang menurut saya perlu segera mendapat perhatian adalah heli AKS pengganti Wasp. Pengadaan Wasp di masa lalu satu paket dengan pembelian fregat Van Speijk dan itulah dalam pertama kalinya AL kita mengoperasikan heli AKS. Mengenai pentingnya heli AKS tidak perlu kita perdebatkan lagi bila memperhatikan security environment di sekitar Indonesia, khususnya menyangkut pembangunan kekuatan laut.
Idealnya heli AKS selalu melekat pada kapal perang yang mempunyai heli deck. Sebab dalam konsep AKS heli tidak bisa bermain sendiri, melainkan harus terpadu dengan kapal perang. Konsep demikian tidak boleh kita lupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar