All hands,
Dalam teori strategi maritim, niscaya akan kita temukan dua istilah yang mirip, yaitu naval existence dan naval presence. Kedua istilah tersebut memang mirip kalau kita tidak memahami makna sebenarnya. Oleh sebab itu, memahami makna keduanya sangat penting agar tidak salah dalam penerapannya.
Naval existence berhubungan dengan keberadaan atau eksistensi Angkatan Laut dalam suatu negara. Soal berapa jumlah kapal perangnya, personel dan lain sebagainya, tidak menjadi masalah. Yang penting bahwa ada bukti untuk menyatakan bahwa suatu negara mempunyai Angkatan Laut.
Sedang naval presence menyangkut tentang kehadiran kapal perang di laut. Mengenai yang satu ini sudah banyak pihak yang paham. Pertanyaannya, bagaimana hubungan antara naval existence dengan naval presence?
Pertanyaan itu merupakan suatu hal yang bagus sekali bila dikaitkan dengan kondisi Indonesia kekinian. Mengenai naval existence di Indonesia tidak perlu diragukan lagi, sebab AL adalah salah satu cabang dalam Angkatan Bersenjata. Kapal perang dan personelnya pun tak usah dipertanyakan juga, karena dapat dilihat dengan jelas.
Namun bila dikaitkan dengan naval presence, itu hal yang berbeda. Jumlah kapal perang yang banyak dan awak kapal yang memadai tidak mempunyai korelasi langsung dengan naval presence. Kondisi nyata saat ini menunjukkan betapa naval presence kita rendah, walaupun secara kuantitas jumlah kapal perang negeri ini cukup banyak.
Mengapa demikian? Kalau pertanyaan demikian diajukan kepada perwira teknik yang mengurusi kesiapan teknis kapal perang, mungkin jawabannya karena ketidaksiapan unsur (kapal perang). Jawabannya mungkin akan berbeda bila yang menjawab pertanyaan itu adalah perwira operasi dan atau perwira perencanaan dan anggaran. Mereka akan memberi jawaban bahwa anggaran operasi terbatas yang pada akhirnya mempengaruhi naval presence.
Dengan mengacu pada jawaban terakhir, siapa yang patut bertanggungjawab? Menurut hemat saya, para perencana keuangan negeri ini. Para perencana keuangan negeri ini masih memandang militer, termasuk AL, dalam prioritas yang tidak prioritas. Itulah mengapa para perencana keuangan dengan gampangnya memotong anggaran pertahanan, suatu kegemaran baru dalam dua tahun terakhir.
Pada sisi lain, para pejabat pemerintah di bidang politik dan keamanan masih belum puas dengan kinerja pengamanan laut negeri ini. Meskipun pernyataan itu bersifat umum, tetapi secara tidak langsung mengarah kepada AL kita. Sebab cuma AL di negeri ini yang memiliki kemampuan memadai mengamankan laut dari beragam ancaman dan tantangan, baik dari eksternal maupun internal, baik dari aktor negara maupun non negara.
Apabila AL masih dipandang belum memuaskan kinerjanya mengamankan laut negeri Nusantara, lalu apa alasan rasional AL? Sudah pasti mengarah kepada keterbatasan anggaran yang dikucurkan kepada AL untuk operasi di laut. Soal alokasi anggaran kewenangan siapa di negeri ini?
Dari situ bisa dijawab bahwa ada ketidaksamaan persepsi atau pandangan antara para pengambil keputusan di bidang politik dan keamanan dengan para perencana keuangan? Dari situ pula terlihat bahwa tidak ada skala prioritas dalam manajemen pemerintahan negeri ini. Tidak bisa dibedakan mana kepentingan nasional yang vital, major, peripheral dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana mengatasinya? Menurut hemat saya, salah satu cara adalah mengubah persepsi pada pejabat tingkat menengah di pemerintahan. Salah satu caranya, kita harus membuka pintu Sesko bagi siswa-siswa sipil yang berasal dari pejabat pemerintahan. Tentunya ada penyamaan atau penyetaraan pangkat antara jabatan di sipil dengan di militer. Prioritas pejabat pemerintah tingkat menengah yang harus masuk Sesko adalah dari Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, Bappenas dan tentu saja Departemen Pertahanan (personel sipil).
Tujuannya biar mereka paham apa itu kepentingan nasional dan tidak berpikir sektoral. Itulah yang sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Menurut saya kendalanya tak ada yang berarti, paling soal oyu. Yah kalau soal oyu, mereka tak usah diikutkan sebab bukan domain mereka. Kecuali oyu anggaran, harus diikutkan. Ha…ha…ha…
Dalam teori strategi maritim, niscaya akan kita temukan dua istilah yang mirip, yaitu naval existence dan naval presence. Kedua istilah tersebut memang mirip kalau kita tidak memahami makna sebenarnya. Oleh sebab itu, memahami makna keduanya sangat penting agar tidak salah dalam penerapannya.
Naval existence berhubungan dengan keberadaan atau eksistensi Angkatan Laut dalam suatu negara. Soal berapa jumlah kapal perangnya, personel dan lain sebagainya, tidak menjadi masalah. Yang penting bahwa ada bukti untuk menyatakan bahwa suatu negara mempunyai Angkatan Laut.
Sedang naval presence menyangkut tentang kehadiran kapal perang di laut. Mengenai yang satu ini sudah banyak pihak yang paham. Pertanyaannya, bagaimana hubungan antara naval existence dengan naval presence?
Pertanyaan itu merupakan suatu hal yang bagus sekali bila dikaitkan dengan kondisi Indonesia kekinian. Mengenai naval existence di Indonesia tidak perlu diragukan lagi, sebab AL adalah salah satu cabang dalam Angkatan Bersenjata. Kapal perang dan personelnya pun tak usah dipertanyakan juga, karena dapat dilihat dengan jelas.
Namun bila dikaitkan dengan naval presence, itu hal yang berbeda. Jumlah kapal perang yang banyak dan awak kapal yang memadai tidak mempunyai korelasi langsung dengan naval presence. Kondisi nyata saat ini menunjukkan betapa naval presence kita rendah, walaupun secara kuantitas jumlah kapal perang negeri ini cukup banyak.
Mengapa demikian? Kalau pertanyaan demikian diajukan kepada perwira teknik yang mengurusi kesiapan teknis kapal perang, mungkin jawabannya karena ketidaksiapan unsur (kapal perang). Jawabannya mungkin akan berbeda bila yang menjawab pertanyaan itu adalah perwira operasi dan atau perwira perencanaan dan anggaran. Mereka akan memberi jawaban bahwa anggaran operasi terbatas yang pada akhirnya mempengaruhi naval presence.
Dengan mengacu pada jawaban terakhir, siapa yang patut bertanggungjawab? Menurut hemat saya, para perencana keuangan negeri ini. Para perencana keuangan negeri ini masih memandang militer, termasuk AL, dalam prioritas yang tidak prioritas. Itulah mengapa para perencana keuangan dengan gampangnya memotong anggaran pertahanan, suatu kegemaran baru dalam dua tahun terakhir.
Pada sisi lain, para pejabat pemerintah di bidang politik dan keamanan masih belum puas dengan kinerja pengamanan laut negeri ini. Meskipun pernyataan itu bersifat umum, tetapi secara tidak langsung mengarah kepada AL kita. Sebab cuma AL di negeri ini yang memiliki kemampuan memadai mengamankan laut dari beragam ancaman dan tantangan, baik dari eksternal maupun internal, baik dari aktor negara maupun non negara.
Apabila AL masih dipandang belum memuaskan kinerjanya mengamankan laut negeri Nusantara, lalu apa alasan rasional AL? Sudah pasti mengarah kepada keterbatasan anggaran yang dikucurkan kepada AL untuk operasi di laut. Soal alokasi anggaran kewenangan siapa di negeri ini?
Dari situ bisa dijawab bahwa ada ketidaksamaan persepsi atau pandangan antara para pengambil keputusan di bidang politik dan keamanan dengan para perencana keuangan? Dari situ pula terlihat bahwa tidak ada skala prioritas dalam manajemen pemerintahan negeri ini. Tidak bisa dibedakan mana kepentingan nasional yang vital, major, peripheral dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana mengatasinya? Menurut hemat saya, salah satu cara adalah mengubah persepsi pada pejabat tingkat menengah di pemerintahan. Salah satu caranya, kita harus membuka pintu Sesko bagi siswa-siswa sipil yang berasal dari pejabat pemerintahan. Tentunya ada penyamaan atau penyetaraan pangkat antara jabatan di sipil dengan di militer. Prioritas pejabat pemerintah tingkat menengah yang harus masuk Sesko adalah dari Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, Bappenas dan tentu saja Departemen Pertahanan (personel sipil).
Tujuannya biar mereka paham apa itu kepentingan nasional dan tidak berpikir sektoral. Itulah yang sudah lama diterapkan di negara-negara maju. Menurut saya kendalanya tak ada yang berarti, paling soal oyu. Yah kalau soal oyu, mereka tak usah diikutkan sebab bukan domain mereka. Kecuali oyu anggaran, harus diikutkan. Ha…ha…ha…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar