All hands,
Dalam operational art, salah satu bagiannya adalah karakter kepemimpinan dari para Komandan atau Panglima yang merancang operasi atau kampanye militer. Hal itu seringkali disebut sebagai operational leadership. Terdapat beberapa karakter yang harus dimiliki oleh setiap Komandan atau Panglima agar sukses dalam melaksanakan operational art.
Salah satu karakter tersebut adalah professional knowledge. Setiap Komandan atau Panglima harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang operational art. Begitu pula hubungan antara strategi dengan kebijakan di satu sisi dan operational art dengan strategi di sisi lain.
Sejarah mencatat bahwa para Jenderal atau Laksamana yang namanya masuk dalam catatan sejarah mempunyai pengetahuan yang detail tentang geografi di mana kekuatannya beroperasi dan sekaligus memiliki pengetahuan tentang karakter negara musuh. Mereka adalah individu-individu yang sangat paham akan arti Diktum Sun Tzu yang terkenal itu.
Sebagai ilustrasi, Jenderal George Patton sudah mempelajari secara mendalam militer Jerman sejak Perang Dunia Pertama berakhir, jauh sebelum Jerman melancarkan Blitzkrieg pada 1939. Patton bukan saja mempelajari organisasi militer Jerman dari era Prusia hingga Jerman modern, tetapi juga mempelajari memoir para perwira Jerman seperti Field Marshall von Moltke Sr, Field Marshall Erich von Falkenhayn, serta mendalami pemikiran para ahli strategi negeri itu seperti Jenderal Hans von Seeck. Lebih dari itu, Patton juga mempelajari memoir para politisi Jerman dan hasil karya para filosof negeri itu.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Adakah para pemimpin negeri ini, termasuk di organisasi militer, mempelajari secara serius karakter calon lawan negeri ini? Berdasarkan konteks strategis saat ini, sebenarnya tidak sulit untuk memperkirakan siapa yang akan menjadi lawan Indonesia suatu saat ke depan.
Siapakah di antara para perwira militer yang mendalami tentang beberapa negeri di sekitar Indonesia? Baik dari aspek politik, ekonomi, militer, sosial budaya dan lain sebagainya. Seberapa banyak yang pernah membaca memoir Mahathir Muhammad, Tun Hussein On, Tengku Abdurrachman, Lee Kuan Yew atau para eks pemimpin negeri di sebelah selatan Indonesia?
Begitu pula dengan memoir para mantan pemimpin militer negeri-negeri itu. Dan tak ketinggalan juga military and strategic thought yang berkembang di sana. Military and strategic thought suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari karakteristik bangsa tersebut, sehingga mempelajari hal itu penting agar kita dapat memahami pemikiran strategis mereka.
Seberapa dalam kita mendalami pembangunan kekuatan militer negeri-negeri di sekitar Nusantara secara detail dari hari ke hari atau minimal dari minggu ke minggu? Seberapa banyak dari kita yang mendalami masalah-masalah yang dialami oleh kapal selam kelas Collins? Dan bagaimana perkembangan terakhir atas kemampuan pengoperasian kapal selam kelas Scorpene? Atau kelas Anzac, kelas Kedah dan kelas Formidable?
Seberapa jauh sumbangsih komunitas intelijen terhadap pengetahuan seperti itu? Dapatkah laporan intelijen diandalkan, khususnya dalam isu terkait pembangunan kekuatan laut. Sumbangsih komunitas intelijen penting, namun hendaknya kita juga menggali informasi dari sumber-sumber lain yang tersedia.
Kita harus mempunyai picture yang komprehensif tentang calon lawan jauh sebelum konflik atau perang pecah. Sebab konflik atau perang di masa kini datang sewaktu-waktu dan dengan cepat pula berakhir dengan hasil yang signifikan, baik secara politik maupun militer. Dengan picture yang kita punyai, kita bisa memprediksi bagaimana cara bertindak lawan dan tindakan apa yang harus kita lakukan sebagai counter.
Dalam operational art, salah satu bagiannya adalah karakter kepemimpinan dari para Komandan atau Panglima yang merancang operasi atau kampanye militer. Hal itu seringkali disebut sebagai operational leadership. Terdapat beberapa karakter yang harus dimiliki oleh setiap Komandan atau Panglima agar sukses dalam melaksanakan operational art.
Salah satu karakter tersebut adalah professional knowledge. Setiap Komandan atau Panglima harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang operational art. Begitu pula hubungan antara strategi dengan kebijakan di satu sisi dan operational art dengan strategi di sisi lain.
Sejarah mencatat bahwa para Jenderal atau Laksamana yang namanya masuk dalam catatan sejarah mempunyai pengetahuan yang detail tentang geografi di mana kekuatannya beroperasi dan sekaligus memiliki pengetahuan tentang karakter negara musuh. Mereka adalah individu-individu yang sangat paham akan arti Diktum Sun Tzu yang terkenal itu.
Sebagai ilustrasi, Jenderal George Patton sudah mempelajari secara mendalam militer Jerman sejak Perang Dunia Pertama berakhir, jauh sebelum Jerman melancarkan Blitzkrieg pada 1939. Patton bukan saja mempelajari organisasi militer Jerman dari era Prusia hingga Jerman modern, tetapi juga mempelajari memoir para perwira Jerman seperti Field Marshall von Moltke Sr, Field Marshall Erich von Falkenhayn, serta mendalami pemikiran para ahli strategi negeri itu seperti Jenderal Hans von Seeck. Lebih dari itu, Patton juga mempelajari memoir para politisi Jerman dan hasil karya para filosof negeri itu.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Adakah para pemimpin negeri ini, termasuk di organisasi militer, mempelajari secara serius karakter calon lawan negeri ini? Berdasarkan konteks strategis saat ini, sebenarnya tidak sulit untuk memperkirakan siapa yang akan menjadi lawan Indonesia suatu saat ke depan.
Siapakah di antara para perwira militer yang mendalami tentang beberapa negeri di sekitar Indonesia? Baik dari aspek politik, ekonomi, militer, sosial budaya dan lain sebagainya. Seberapa banyak yang pernah membaca memoir Mahathir Muhammad, Tun Hussein On, Tengku Abdurrachman, Lee Kuan Yew atau para eks pemimpin negeri di sebelah selatan Indonesia?
Begitu pula dengan memoir para mantan pemimpin militer negeri-negeri itu. Dan tak ketinggalan juga military and strategic thought yang berkembang di sana. Military and strategic thought suatu bangsa tidak dapat dilepaskan dari karakteristik bangsa tersebut, sehingga mempelajari hal itu penting agar kita dapat memahami pemikiran strategis mereka.
Seberapa dalam kita mendalami pembangunan kekuatan militer negeri-negeri di sekitar Nusantara secara detail dari hari ke hari atau minimal dari minggu ke minggu? Seberapa banyak dari kita yang mendalami masalah-masalah yang dialami oleh kapal selam kelas Collins? Dan bagaimana perkembangan terakhir atas kemampuan pengoperasian kapal selam kelas Scorpene? Atau kelas Anzac, kelas Kedah dan kelas Formidable?
Seberapa jauh sumbangsih komunitas intelijen terhadap pengetahuan seperti itu? Dapatkah laporan intelijen diandalkan, khususnya dalam isu terkait pembangunan kekuatan laut. Sumbangsih komunitas intelijen penting, namun hendaknya kita juga menggali informasi dari sumber-sumber lain yang tersedia.
Kita harus mempunyai picture yang komprehensif tentang calon lawan jauh sebelum konflik atau perang pecah. Sebab konflik atau perang di masa kini datang sewaktu-waktu dan dengan cepat pula berakhir dengan hasil yang signifikan, baik secara politik maupun militer. Dengan picture yang kita punyai, kita bisa memprediksi bagaimana cara bertindak lawan dan tindakan apa yang harus kita lakukan sebagai counter.
1 komentar:
Ini sebenarnya merupakan tugas dinas Intelijen. Bagi pemimpin yang kesadaran intelijennya tinggi dan mengerti hakikat strategu Sun Tzu (mengetahui kemampuan lawan dan diri sendiri) maka secara naluri hal itu muncul. Bagi seorang tentara (AD,AL,AU) naluri pertama saat bertemu tentara negara lain adalah ... this is my (next) enemy... how can I prepare to defeat him... Bagaimana menggali informasi demi keuntungan negara. Ada seorang komandan KRI yang pulang dari pameran LIMA menulis sebuah laporan tidak hanya tentang isi pameran tapi berikut data diri para komandan KD beserta sifat/karakter mereka. Saya salut pada beliau... (ps. Maaf Tor, laporan mentor saya baca tanpa ijin...siap salah komandan)
Posting Komentar