All hands,
Saat ini di kalangan ahli strategi Angkatan Laut Amerika Serikat tengah dibahas mengenai perkembangan terbaru dalam teknologi pertahanan Cina. Seperti diketahui, Negeri Tirai Bambu itu mempunyai trauma besar atas krisis Taiwan 1996, di mana U.S. Navy yang mengirimkan dua kapal induk untuk mempertahankan Taiwan dari intimidasi militer Cina mampu mempengaruhi course of action Cina selanjutnya. Bertolak dari pengalaman itu, salah satu prioritas utama Cina adalah pengembangan rudal anti kapal induk.
Menurut analisis para ahli strategi U.S. Navy, kini Cina diduga kuat tengah mengembangkan sistem ASBM. Sistem ASBM Cina yang patut diduga berasal dari varian rudal DF-21 bersifat lengkap dengan kill chain. Maksudnya, sistem ASBM-nya bukan semata bertumpu pada rudal itu, tetapi pada sejumlah sejumlah sistem satelit. Rudal itu juga dirancang mampu mengubah manuvernya sehingga bisa mengecoh sistem Aegis yang dipasang di kapal perusak kelas Ticonderoga dan Arleigh Burke sebagai bagian dari THAAD.
Lepas dari perdebatan soal kemampuan teknis sistem ASBM Cina, sekarang sepertinya ada indikasi bahwa Cina berpikir bahwa sulit bagi mereka untuk mengalahkan kekuatan armada U.S. Navy lewat cara konvensional yaitu pertempuran laut. Sebaliknya, Cina mengandalkan pada sistem ASBM untuk melaksanakan sea denial dan sea control. Harapannya, dari jauh ratusan kilometer kapal perang U.S. Navy sudah dapat dilumpuhkan dengan bantuan sistem penginderaan dalam sistem ASBM. Perlu diketahui bahwa ASBM menganut pendekatan system of the system, sama halnya seperti RMA.
Kini menjadi pertanyaan, apakah dengan pengembangan sistem ASBM berarti Cina ingin mengubah teori strategi maritim? Seperti dipahami bersama, pengendalian laut menurut teori strategi maritim hanya bisa dilaksanakan oleh kapal perang. Cina nampaknya akan mengarah pada terobosan baru.
Tentu menjadi pertanyaan seberapa besar efektivitas sistem ASBM Cina dalam upaya merebut pengendalian laut. Mengapa demikian? Pertama, Amerika Serikat bukan negara kemarin sore dalam soal pertahanan rudal. Semua kapal kombatan atas air dan kapal selam Amerika Serikat terintegrasi dalam sistem kodal yang dikenal sebagai NCW.
Kedua, pengendalian laut tidak semata bagaimana melumpuhkan kapal atas air Amerika Serikat, tetapi juga kapal selam U.S. Navy. Saat menyentuh isu kapal selam, Amerika Serikat nampaknya masih unggul soal ini. Seandainya ada kapal induk U.S. Navy yang dilumpuhkan oleh sistem ASBM Cina, apakah Amerika Serikat tidak akan mengeksploitasi kapal selamnya untuk membalas tindakan Cina. Perlu diingat bahwa meskipun sebagai kapal selam yang memperkuat U.S. Navy telah dikonversi, namun kemampuan serangan darat tetap dipunyai.
Ketiga, isu perang bintang. Cina sudah mengembangkan kemampuan ASAT dan satelit-satelit Amerika Serikat akan menjadi sasaran penghancuran apabila muncul konflik. Seandainya skenario itu terjadi, tentu Amerika Serikat akan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menghadap Cina. Kaitannya dengan penggunaan sistem ASBM, menjadi pertanyaan apakah fase ASBM akan dieksploitasi sebelum melangkah pada fase ASAT? Ataukah ASAT terlebih dahulu baru kemudian ASBM?
Saat ini di kalangan ahli strategi Angkatan Laut Amerika Serikat tengah dibahas mengenai perkembangan terbaru dalam teknologi pertahanan Cina. Seperti diketahui, Negeri Tirai Bambu itu mempunyai trauma besar atas krisis Taiwan 1996, di mana U.S. Navy yang mengirimkan dua kapal induk untuk mempertahankan Taiwan dari intimidasi militer Cina mampu mempengaruhi course of action Cina selanjutnya. Bertolak dari pengalaman itu, salah satu prioritas utama Cina adalah pengembangan rudal anti kapal induk.
Menurut analisis para ahli strategi U.S. Navy, kini Cina diduga kuat tengah mengembangkan sistem ASBM. Sistem ASBM Cina yang patut diduga berasal dari varian rudal DF-21 bersifat lengkap dengan kill chain. Maksudnya, sistem ASBM-nya bukan semata bertumpu pada rudal itu, tetapi pada sejumlah sejumlah sistem satelit. Rudal itu juga dirancang mampu mengubah manuvernya sehingga bisa mengecoh sistem Aegis yang dipasang di kapal perusak kelas Ticonderoga dan Arleigh Burke sebagai bagian dari THAAD.
Lepas dari perdebatan soal kemampuan teknis sistem ASBM Cina, sekarang sepertinya ada indikasi bahwa Cina berpikir bahwa sulit bagi mereka untuk mengalahkan kekuatan armada U.S. Navy lewat cara konvensional yaitu pertempuran laut. Sebaliknya, Cina mengandalkan pada sistem ASBM untuk melaksanakan sea denial dan sea control. Harapannya, dari jauh ratusan kilometer kapal perang U.S. Navy sudah dapat dilumpuhkan dengan bantuan sistem penginderaan dalam sistem ASBM. Perlu diketahui bahwa ASBM menganut pendekatan system of the system, sama halnya seperti RMA.
Kini menjadi pertanyaan, apakah dengan pengembangan sistem ASBM berarti Cina ingin mengubah teori strategi maritim? Seperti dipahami bersama, pengendalian laut menurut teori strategi maritim hanya bisa dilaksanakan oleh kapal perang. Cina nampaknya akan mengarah pada terobosan baru.
Tentu menjadi pertanyaan seberapa besar efektivitas sistem ASBM Cina dalam upaya merebut pengendalian laut. Mengapa demikian? Pertama, Amerika Serikat bukan negara kemarin sore dalam soal pertahanan rudal. Semua kapal kombatan atas air dan kapal selam Amerika Serikat terintegrasi dalam sistem kodal yang dikenal sebagai NCW.
Kedua, pengendalian laut tidak semata bagaimana melumpuhkan kapal atas air Amerika Serikat, tetapi juga kapal selam U.S. Navy. Saat menyentuh isu kapal selam, Amerika Serikat nampaknya masih unggul soal ini. Seandainya ada kapal induk U.S. Navy yang dilumpuhkan oleh sistem ASBM Cina, apakah Amerika Serikat tidak akan mengeksploitasi kapal selamnya untuk membalas tindakan Cina. Perlu diingat bahwa meskipun sebagai kapal selam yang memperkuat U.S. Navy telah dikonversi, namun kemampuan serangan darat tetap dipunyai.
Ketiga, isu perang bintang. Cina sudah mengembangkan kemampuan ASAT dan satelit-satelit Amerika Serikat akan menjadi sasaran penghancuran apabila muncul konflik. Seandainya skenario itu terjadi, tentu Amerika Serikat akan mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk menghadap Cina. Kaitannya dengan penggunaan sistem ASBM, menjadi pertanyaan apakah fase ASBM akan dieksploitasi sebelum melangkah pada fase ASAT? Ataukah ASAT terlebih dahulu baru kemudian ASBM?