All hands,
Dalam beberapa perang yang mempunyai dimensi maritim, terlihat jelas bahwa aksi kapal selam memberikan pengaruh pada course of action selanjutnya. Ada beberapa contoh mengenai hal ini. Contoh pertama adalah Perang Dunia II di Eropa, khususnya Battle of Atlantic. Kemampuan Inggris melalui sejumlah metode anti kapal selam, seperti penggunaan ASDIC dan pesawat udara untuk mendeteksi U-Boat serta serangan udara terhadap pangkalan kapal selam Kriegsmarine mampu menetralisasi aksi U-Boat. Pada akhirnya, kekuatan kapal selam Jerman dapat dilumpuhkan sehingga tidak lagi menjadi ancaman terhadap kapal perang Sekutu, termasuk konvoi yang memuat segala macam logistik dari CONUS ke Eropa. Lumpuhnya kemampuan peperangan kapal selam Jerman berkontribusi besar terhadap course of action perang di Eropa.
Saat pecah Perang Malvinas, aksi kapal selam Royal Navy HMS Conqueror menenggelamkan kapal penjelajah ARA General Belgrano di Samudera Atlantik Selatan juga mempengaruhi course of action perang tersebut. Meskipun ARA General Belgrano ditorpedo di luar zona perang yang dideklarasikan oleh Inggris sendiri, namun aksi itu membuat kapal perang Argentina tidak ada yang berani keluar dari laut teritorialnya untuk melakukan engagement dengan kekuatan laut Inggris yang berupaya merebut kembali Kepulauan Malvinas dan sekitarnya.
Ketika Indonesia melancarkan Trikora, kehadiran kapal selam AL kita mempengaruhi rencana operasi Angkatan Laut Belanda di Papua. Salah satunya adalah dijauhkannya kapal induk HNLMS Karel Dorman dari kemungkinan dijangkau oleh kapal selam Indonesia. Sebagai simbol kekuatan laut Belanda, tentu sangat memalukan bila kapal induk ditorpedo oleh kapal selam Indonesia buatan Uni Soviet.
Secara tidak langsung, dalam kasus Trikora kehadiran kekuatan kapal selam Indonesia berpengaruh pada course of action konfrontasi militer dengan Belanda. Berbeda dengan kasus perang di Eropa dan di Malvinas, dalam kasus Trikora kapal selam Indonesia belum bisa mempengaruhi langsung course of action sebab secara resmi perang belum dimulai.
Dari situ tergambar jelas bahwa kapal selam dapat mempengaruhi course of action perang, khususnya pada domain maritim. Kemampuannya mempengaruhi course of action lebih diperkuat lagi dengan sifatnya yang sulit dideteksi dibandingkan kapal atas air. Sehingga tidak berlebihan bila kapal selam dinobatkan sebagai senjata sakti Angkatan Laut. Tidak heran bila nama-nama kapal selam yang pernah dipakai oleh AL kita semuanya merupakan senjata sakti dalam pewayangan, seperti Bramastra, Cakra, Hendrajala, Pasopati dan lain sebagainya.
Dalam teori perang kita diajarkan untuk mengambil inisiatif mendahului lawan. Inisiatif yang diambil akan mempengaruhi course of action apabila inisiatif itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kapal selam adalah salah satu sistem senjata yang sudah terbukti mampu mempengaruhi course of action dalam perang atau konflik.
Indonesia secara realita mempunyai beberapa potensi konflik dengan negara-negara di sekitarnya. Untuk mengantisipasi skenario terburuk, pertanyaannya adalah apakah bangsa ini, khususnya para pengambil keputusan masih memandang perlu atau tidak untuk mempunyai kapal selam baru.
Dalam beberapa perang yang mempunyai dimensi maritim, terlihat jelas bahwa aksi kapal selam memberikan pengaruh pada course of action selanjutnya. Ada beberapa contoh mengenai hal ini. Contoh pertama adalah Perang Dunia II di Eropa, khususnya Battle of Atlantic. Kemampuan Inggris melalui sejumlah metode anti kapal selam, seperti penggunaan ASDIC dan pesawat udara untuk mendeteksi U-Boat serta serangan udara terhadap pangkalan kapal selam Kriegsmarine mampu menetralisasi aksi U-Boat. Pada akhirnya, kekuatan kapal selam Jerman dapat dilumpuhkan sehingga tidak lagi menjadi ancaman terhadap kapal perang Sekutu, termasuk konvoi yang memuat segala macam logistik dari CONUS ke Eropa. Lumpuhnya kemampuan peperangan kapal selam Jerman berkontribusi besar terhadap course of action perang di Eropa.
Saat pecah Perang Malvinas, aksi kapal selam Royal Navy HMS Conqueror menenggelamkan kapal penjelajah ARA General Belgrano di Samudera Atlantik Selatan juga mempengaruhi course of action perang tersebut. Meskipun ARA General Belgrano ditorpedo di luar zona perang yang dideklarasikan oleh Inggris sendiri, namun aksi itu membuat kapal perang Argentina tidak ada yang berani keluar dari laut teritorialnya untuk melakukan engagement dengan kekuatan laut Inggris yang berupaya merebut kembali Kepulauan Malvinas dan sekitarnya.
Ketika Indonesia melancarkan Trikora, kehadiran kapal selam AL kita mempengaruhi rencana operasi Angkatan Laut Belanda di Papua. Salah satunya adalah dijauhkannya kapal induk HNLMS Karel Dorman dari kemungkinan dijangkau oleh kapal selam Indonesia. Sebagai simbol kekuatan laut Belanda, tentu sangat memalukan bila kapal induk ditorpedo oleh kapal selam Indonesia buatan Uni Soviet.
Secara tidak langsung, dalam kasus Trikora kehadiran kekuatan kapal selam Indonesia berpengaruh pada course of action konfrontasi militer dengan Belanda. Berbeda dengan kasus perang di Eropa dan di Malvinas, dalam kasus Trikora kapal selam Indonesia belum bisa mempengaruhi langsung course of action sebab secara resmi perang belum dimulai.
Dari situ tergambar jelas bahwa kapal selam dapat mempengaruhi course of action perang, khususnya pada domain maritim. Kemampuannya mempengaruhi course of action lebih diperkuat lagi dengan sifatnya yang sulit dideteksi dibandingkan kapal atas air. Sehingga tidak berlebihan bila kapal selam dinobatkan sebagai senjata sakti Angkatan Laut. Tidak heran bila nama-nama kapal selam yang pernah dipakai oleh AL kita semuanya merupakan senjata sakti dalam pewayangan, seperti Bramastra, Cakra, Hendrajala, Pasopati dan lain sebagainya.
Dalam teori perang kita diajarkan untuk mengambil inisiatif mendahului lawan. Inisiatif yang diambil akan mempengaruhi course of action apabila inisiatif itu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kapal selam adalah salah satu sistem senjata yang sudah terbukti mampu mempengaruhi course of action dalam perang atau konflik.
Indonesia secara realita mempunyai beberapa potensi konflik dengan negara-negara di sekitarnya. Untuk mengantisipasi skenario terburuk, pertanyaannya adalah apakah bangsa ini, khususnya para pengambil keputusan masih memandang perlu atau tidak untuk mempunyai kapal selam baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar