All hands,
Seiring dengan “kecenderungan” bencana alam di dunia, kerjasama pertahanan antar negara kini sudah menyentuh pula isu humanitarian assistance and disaster relief (HADR). Contohnya adalah Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia. HADR masuk pula dalam materi latihan militer gabungan antar negara, misalnya Cobra Gold dan CARAT. Bahkan isu HADR seringkali menjadi pintu masuk bagi kerjasama pertahanan antar negara sebelum menyentuh isu-isu yang keras seperti latihan manuver di laut.
Bagi Indonesia, tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan kemampuan melaksanakan HADR, termasuk di dalamnya Angkatan Laut. Sudah merupakan ketetapan Allah SWT bahwa negeri ini terletak di ring of fire dan pertemuan lempeng bumi, sehingga bencana alam mengintai setiap saat. Cuma masalahnya adalah seberapa siap militer negeri ini melaksanakan HADR?
Harus jujur diakui akan adanya kekhawatiran dalam kerjasama HADR, Indonesia lebih banyak menjadi obyek daripada subyek. Alasannya selain memang Negeri Nusantara rawan akan bencana alam, tingkat kesiapan dan respon terhadap HADR masih jauh dari tingkat yang diharapkan. Sebagai contoh, berapa pesawat udara kekuatan militer negeri ini yang siap merespon terjadinya bencana alam di salah satu wilayah Indonesia di luar Pulau Jawa? Berapa lama respon itu, apakah enam jam, 12 jam, 24 jam ataukah 48 jam?
Bagaimana pula dengan kesiapan kapal angkut Angkatan Laut Indonesia? Berapa hari waktu yang diperlukan untuk berlayar dari pangkalan di Pulau Jawa ke salah satu wilayah Indonesia, katakanlah di sekitar Aceh dan atau di kawasan Indonesia Timur?
Belum lagi kesiapan logistik yang harus diangkut oleh kapal perang. Seberapa besar cadangan logistik darurat yang ada di gudang-gudang pemerintah? Bagaimana pula mekanisme bila logistik militer digunakan untuk HADR, apakah mendapatkan penggantian dari pemerintah atau tidak?
Begitu pula dengan kesiapan logistik seperti alat berat. Seberapa banyak alat berat yang siap disebarkan sewaktu-waktu untuk HADR, baik yang berada di bawah kepemilikan pemerintah dan militer. Di lingkungan militer negeri ini sendiri, kekuatan batalyon zeni Korps Marinir dan AD belum sesuai harapan. Dalam arti perlengkapan mereka masih belum cukup lengkap sebagai satuan zeni, misalnya ketersediaan beragam jenis alat berat.
Memperhatikan dengan cermat sebagian dari masalah-masalah tersebut, nampaknya Indonesia belum akan mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri soal HADR. Bantuan asing dalam HADR akan lebih dominan, khususnya ketika terjadi bencana skala besar dan bertempat di luar Pulau Jawa.
Seiring dengan “kecenderungan” bencana alam di dunia, kerjasama pertahanan antar negara kini sudah menyentuh pula isu humanitarian assistance and disaster relief (HADR). Contohnya adalah Perjanjian Lombok antara Indonesia dan Australia. HADR masuk pula dalam materi latihan militer gabungan antar negara, misalnya Cobra Gold dan CARAT. Bahkan isu HADR seringkali menjadi pintu masuk bagi kerjasama pertahanan antar negara sebelum menyentuh isu-isu yang keras seperti latihan manuver di laut.
Bagi Indonesia, tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan kemampuan melaksanakan HADR, termasuk di dalamnya Angkatan Laut. Sudah merupakan ketetapan Allah SWT bahwa negeri ini terletak di ring of fire dan pertemuan lempeng bumi, sehingga bencana alam mengintai setiap saat. Cuma masalahnya adalah seberapa siap militer negeri ini melaksanakan HADR?
Harus jujur diakui akan adanya kekhawatiran dalam kerjasama HADR, Indonesia lebih banyak menjadi obyek daripada subyek. Alasannya selain memang Negeri Nusantara rawan akan bencana alam, tingkat kesiapan dan respon terhadap HADR masih jauh dari tingkat yang diharapkan. Sebagai contoh, berapa pesawat udara kekuatan militer negeri ini yang siap merespon terjadinya bencana alam di salah satu wilayah Indonesia di luar Pulau Jawa? Berapa lama respon itu, apakah enam jam, 12 jam, 24 jam ataukah 48 jam?
Bagaimana pula dengan kesiapan kapal angkut Angkatan Laut Indonesia? Berapa hari waktu yang diperlukan untuk berlayar dari pangkalan di Pulau Jawa ke salah satu wilayah Indonesia, katakanlah di sekitar Aceh dan atau di kawasan Indonesia Timur?
Belum lagi kesiapan logistik yang harus diangkut oleh kapal perang. Seberapa besar cadangan logistik darurat yang ada di gudang-gudang pemerintah? Bagaimana pula mekanisme bila logistik militer digunakan untuk HADR, apakah mendapatkan penggantian dari pemerintah atau tidak?
Begitu pula dengan kesiapan logistik seperti alat berat. Seberapa banyak alat berat yang siap disebarkan sewaktu-waktu untuk HADR, baik yang berada di bawah kepemilikan pemerintah dan militer. Di lingkungan militer negeri ini sendiri, kekuatan batalyon zeni Korps Marinir dan AD belum sesuai harapan. Dalam arti perlengkapan mereka masih belum cukup lengkap sebagai satuan zeni, misalnya ketersediaan beragam jenis alat berat.
Memperhatikan dengan cermat sebagian dari masalah-masalah tersebut, nampaknya Indonesia belum akan mampu untuk berdiri di atas kaki sendiri soal HADR. Bantuan asing dalam HADR akan lebih dominan, khususnya ketika terjadi bencana skala besar dan bertempat di luar Pulau Jawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar