All hands,
Tidak dapat dibantah bahwa salah satu kekurangan fatal dalam Indonesia Fleet Review 2009 mempunyai keterkaitan dengan diulur-ulurnya pengadaan kapal selam bagi kekuatan laut Indonesia. Kekurangan fatal dalam Indonesia Fleet Review 2009 adalah tidak hadirnya pejabat tertinggi di negeri ini untuk di kegiatan itu, padahal dalam tradisi Angkatan Laut di mana pun di dunia, seorang pejabat tinggi sangat penting negeri penyelenggara harus hadir dalam fleet review. Sesuai dengan nama kegiatannya, tugas sang pejabat di situ adalah melaksanakan review terhadap armada kapal perang yang ikut.
Apa yang terjadi di Manado beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa komitmen terhadap pembangunan Angkatan Laut negeri ini memang rendah. Rendahnya komitmen itu dibuktikan dengan terus tertunda pengadaan kapal selam. Kalau diruntut, rencana pengadaan kapal selam sudah dirintis sejak 2005 dan secara finansial mendapat dukungan dana dari Moskow pada 2007. Apabila ada komitmen politik dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut negeri ini, “ekspedisi ke Moskow” tidaklah sulit.
Sayang komitmen dan keberpihakan itu tidak ada, mungkin karena tidak memandang penting eksistensi Angkatan Laut negeri ini. Mungkin Angkatan Laut negeri ini cuma dipandang sebagai pelengkap, padahal jasa Angkatan Laut terhadap stabilitas keamanan maritim negeri ini luar biasa. Tanpa Angkatan Laut, cerita di Selat Malaka dan Laut Sulawesi mungkin akan lebih parah. Kalau pun sekarang ada di antara anak negeri yang tidak puas dengan kinerja Angkatan Laut di Laut Sulawesi, hal itu di luar domain Angkatan Laut.
Sebab Angkatan Laut terikat pada keputusan politik pemerintah. Kalau ROE-nya “takut-takut” yah itu artinya cermin dari kebijakan politik yang “takut-takut”. Bukan Angkatan Laut yang tidak berani bertindak tegas sesuai dengan tingkat hostilities di lapangan.
Menyangkut pengadaan kapal selam, menurut hemat saya skenario optimisnya adalah setelah 2014. Sulit untuk berharap pada 2011 seperti dijanjikan oleh Menteri Pertahanan, sebab ekonomi dunia masih penuh ketidakpastian. Apabila pada 2011 terjadi lagi turbulensi pada ekonomi dunia, sangat mungkin ada alasan baru untuk kembali mengulur pengadaan kapal selam.
Kata kuncinya adalah tidak adanya komitmen dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut. Kalau ada komitmen dan keberpihakan, “ekspedisi ke Moskow” pun bisa dilaksanakan tahun depan. Seperti diketahui, selalu saja ada pihak-pihak di negeri ini yang tidak suka dengan postur Angkatan Laut Indonesia yang kuat dan mempunyai kemampuan penangkalan di kawasan.
Tidak dapat dibantah bahwa salah satu kekurangan fatal dalam Indonesia Fleet Review 2009 mempunyai keterkaitan dengan diulur-ulurnya pengadaan kapal selam bagi kekuatan laut Indonesia. Kekurangan fatal dalam Indonesia Fleet Review 2009 adalah tidak hadirnya pejabat tertinggi di negeri ini untuk di kegiatan itu, padahal dalam tradisi Angkatan Laut di mana pun di dunia, seorang pejabat tinggi sangat penting negeri penyelenggara harus hadir dalam fleet review. Sesuai dengan nama kegiatannya, tugas sang pejabat di situ adalah melaksanakan review terhadap armada kapal perang yang ikut.
Apa yang terjadi di Manado beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa komitmen terhadap pembangunan Angkatan Laut negeri ini memang rendah. Rendahnya komitmen itu dibuktikan dengan terus tertunda pengadaan kapal selam. Kalau diruntut, rencana pengadaan kapal selam sudah dirintis sejak 2005 dan secara finansial mendapat dukungan dana dari Moskow pada 2007. Apabila ada komitmen politik dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut negeri ini, “ekspedisi ke Moskow” tidaklah sulit.
Sayang komitmen dan keberpihakan itu tidak ada, mungkin karena tidak memandang penting eksistensi Angkatan Laut negeri ini. Mungkin Angkatan Laut negeri ini cuma dipandang sebagai pelengkap, padahal jasa Angkatan Laut terhadap stabilitas keamanan maritim negeri ini luar biasa. Tanpa Angkatan Laut, cerita di Selat Malaka dan Laut Sulawesi mungkin akan lebih parah. Kalau pun sekarang ada di antara anak negeri yang tidak puas dengan kinerja Angkatan Laut di Laut Sulawesi, hal itu di luar domain Angkatan Laut.
Sebab Angkatan Laut terikat pada keputusan politik pemerintah. Kalau ROE-nya “takut-takut” yah itu artinya cermin dari kebijakan politik yang “takut-takut”. Bukan Angkatan Laut yang tidak berani bertindak tegas sesuai dengan tingkat hostilities di lapangan.
Menyangkut pengadaan kapal selam, menurut hemat saya skenario optimisnya adalah setelah 2014. Sulit untuk berharap pada 2011 seperti dijanjikan oleh Menteri Pertahanan, sebab ekonomi dunia masih penuh ketidakpastian. Apabila pada 2011 terjadi lagi turbulensi pada ekonomi dunia, sangat mungkin ada alasan baru untuk kembali mengulur pengadaan kapal selam.
Kata kuncinya adalah tidak adanya komitmen dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut. Kalau ada komitmen dan keberpihakan, “ekspedisi ke Moskow” pun bisa dilaksanakan tahun depan. Seperti diketahui, selalu saja ada pihak-pihak di negeri ini yang tidak suka dengan postur Angkatan Laut Indonesia yang kuat dan mempunyai kemampuan penangkalan di kawasan.
3 komentar:
Mmmm.....postingan menarik.kira-kira kenapa RI-1 nga datang Fleet Review ya????apa takut ama teroris????jalan pikiran sempit seorang Pemimpin.apa karena gengsi Angkatan makanya AL,AU tidak diperhatikan???Saran saya AL beli aja alat deteksi anti SPY kayak model suriah dulu,trus lacak deh di ibukota.biar ketahuan siapa aja Pengkhianat negri ini...Jaya selalu AL kita.
Pimpinan negara ini kurang/tidak peduli dengan pertahanan negara ini. Terbukti dengan tidak hadirnya pimpinan negara di event internasional ini.
Ya maklumkan sajalah, kan bliau lagi sibuk sibuknya bikin album baru.
katanya juga bliau lagi suka latian acting, ntar habis jadi presiden mau jadi selebriti beneran jadi bintang sinetron.
Posting Komentar