All hands,
Perjanjian Lombok kini mulai diimplementasikan, termasuk dalam bidang keamanan maritim. Mengingat bahwa tahap implementasi baru saja dimulai, tentu akan lebih baik bila dari sisi Angkatan Laut untuk berhitung dengan cermat. Jangan sampai dalam implementasi perjanjian tersebut, keuntungan yang didapatkan oleh Angkatan Laut negeri ini tidak maksimal.
Mencermati kerjasama dengan Australia selama ini, khususnya pada tingkat antar Angkatan Laut kedua negara, lebih banyak pada kegiatan seperti latihan, pertukaran siswa. Misalnya AL kita mengirimkan pengamat dalam Kakadu Exercise. Atau melaksanakan kembali New Horizon Exercise yang sempat terhenti karena kelancangan Australia di Timor Timur. Dan dalam perkembangan terbaru, terbuka kemungkinan realisasi information exchange antar kedua Angkatan Laut.
Yang penting kita sadari yaitu Indonesia khususnya Angkatan Laut harus memperoleh keuntungan maksimal dari implementasi Perjanjian Lombok. Termasuk pula soal peningkatan kapabilitas Angkatan Laut dalam melaksanakan tugas pokoknya. Peningkatan kapabilitas bukan semata pada personel, tetapi juga sistem senjata.
Menyangkut sistem senjata, peluang itu tersedia dalam Perjanjian Lombok. Pada bidang kerjasama pertahanan dalam perjanjian itu, butir 3 berbunyi, “Facilitating cooperation in the field of mutually beneficial defence technologies and capabilities, including joint design, development, production, marketing and transfer of technology as well as developing mutually agreed joint projects”.
Butir 3 itu harus dimanfaatkan oleh Angkatan Laut, berkoordinasi dengan Departemen Pertahanan dan BUMN pertahanan. Jangan sampai butir 3 dimanfaatkan dengan mendapatkan kembali sistem senjata yang sebenarnya secara tidak langsung ditujukan untuk mengibiri kemampuan Angkatan Laut negeri ini. Tidak pula digunakan untuk kembali menjadikan Indonesia sebagai pemakai sistem senjata yang sudah dihapus atau akan dihapus dari susunan tempur RAN.
Pengembangan teknologi kapal perang yang hendaknya dikerjasamakan dengan Australia hendaknya bukan pada kapal patroli, karena teknologi itu sudah dikuasai oleh Indonesia. Seperti diketahui, kini RAN telah menggunakan kapal patroli kelas Armidale menggantikan kelas Fremantle. Sebaiknya kerjasama dikembangkan pada teknologi kapal kombatan.
Karena Australia merupakan sekutu Washington, Indonesia dalam hal ini Departemen Pertahanan perlu melaksanakan pendekatan kepada Amerika Serikat. Tujuannya satu, memastikan bahwa Washington tidak paranoid terhadap kerjasama itu. Sebab kalau Washington paranoid, kerjasama dengan Australia terkait butir 3 tidak akan berjalan maksimal dan menguntungkan Indonesia, khususnya Angkatan Laut.
Perjanjian Lombok kini mulai diimplementasikan, termasuk dalam bidang keamanan maritim. Mengingat bahwa tahap implementasi baru saja dimulai, tentu akan lebih baik bila dari sisi Angkatan Laut untuk berhitung dengan cermat. Jangan sampai dalam implementasi perjanjian tersebut, keuntungan yang didapatkan oleh Angkatan Laut negeri ini tidak maksimal.
Mencermati kerjasama dengan Australia selama ini, khususnya pada tingkat antar Angkatan Laut kedua negara, lebih banyak pada kegiatan seperti latihan, pertukaran siswa. Misalnya AL kita mengirimkan pengamat dalam Kakadu Exercise. Atau melaksanakan kembali New Horizon Exercise yang sempat terhenti karena kelancangan Australia di Timor Timur. Dan dalam perkembangan terbaru, terbuka kemungkinan realisasi information exchange antar kedua Angkatan Laut.
Yang penting kita sadari yaitu Indonesia khususnya Angkatan Laut harus memperoleh keuntungan maksimal dari implementasi Perjanjian Lombok. Termasuk pula soal peningkatan kapabilitas Angkatan Laut dalam melaksanakan tugas pokoknya. Peningkatan kapabilitas bukan semata pada personel, tetapi juga sistem senjata.
Menyangkut sistem senjata, peluang itu tersedia dalam Perjanjian Lombok. Pada bidang kerjasama pertahanan dalam perjanjian itu, butir 3 berbunyi, “Facilitating cooperation in the field of mutually beneficial defence technologies and capabilities, including joint design, development, production, marketing and transfer of technology as well as developing mutually agreed joint projects”.
Butir 3 itu harus dimanfaatkan oleh Angkatan Laut, berkoordinasi dengan Departemen Pertahanan dan BUMN pertahanan. Jangan sampai butir 3 dimanfaatkan dengan mendapatkan kembali sistem senjata yang sebenarnya secara tidak langsung ditujukan untuk mengibiri kemampuan Angkatan Laut negeri ini. Tidak pula digunakan untuk kembali menjadikan Indonesia sebagai pemakai sistem senjata yang sudah dihapus atau akan dihapus dari susunan tempur RAN.
Pengembangan teknologi kapal perang yang hendaknya dikerjasamakan dengan Australia hendaknya bukan pada kapal patroli, karena teknologi itu sudah dikuasai oleh Indonesia. Seperti diketahui, kini RAN telah menggunakan kapal patroli kelas Armidale menggantikan kelas Fremantle. Sebaiknya kerjasama dikembangkan pada teknologi kapal kombatan.
Karena Australia merupakan sekutu Washington, Indonesia dalam hal ini Departemen Pertahanan perlu melaksanakan pendekatan kepada Amerika Serikat. Tujuannya satu, memastikan bahwa Washington tidak paranoid terhadap kerjasama itu. Sebab kalau Washington paranoid, kerjasama dengan Australia terkait butir 3 tidak akan berjalan maksimal dan menguntungkan Indonesia, khususnya Angkatan Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar