All hands,
Kebijakan pertahanan bukan merupakan subordinasi dari kebijakan luar negeri, sebagaimana halnya Departemen Pertahanan bukan subordinasi dari Departemen Luar Negeri. Kedudukan antara dua kebijakan tersebut adalah setara. Selama ini ada pandangan keliru di lingkungan pertahanan dan militer Indonesia tentang posisi kebijakan luar negeri. Seolah-olah kebijakan pertahanan harus selalu tunduk kepada kebijakan luar negeri, walaupun hal itu mungkin akan menimbulkan kerugian pada kebijakan pertahanan.
Kebijakan pertahanan dalam jangka waktu tertentu selalu mengalami perubahan yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Tanpa perubahan itu, domain pertahanan Indonesia niscaya tidak akan bisa merespon dinamika yang berkembang. Harap diingat bahwa dalam pergaulan antar bangsa, tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Situasi demikian berimbas pula pada kebijakan pertahanan.
Namun sangat disayangkan kebijakan luar negeri Indonesia dari usia republik ini baru tiga tahun hingga kini tidak berubah. Bahkan terkesan kebijakan itu bagaikan kitab suci dan kedudukannya sudah setara dengan Pancasila dalam tataran ketatanegaraan. Undang-undang Dasar 1945 yang sudah empat kali diamandemen pun masih kalah sakti dibandingkan kebijakan luar negeri. Padahal kedudukan kebijakan luar negeri merupakan subordinasi dari konstitusi.
Dari kacamata pertahanan, menurut hemat saya, sudah banyak kerugian non material dan material yang diderita Indonesia karena sakralisasi kebijakan luar negeri. Kerugian itu tidak terekspos selama ini karena memang tidak ada yang tertarik untuk mendalaminya, namun terasa dampaknya bagi pertahanan Nusantara. Oleh karena itu, sudah waktunya untuk mendesakralisasi kebijakan luar negeri Indonesia.
Indonesia butuh kawan dalam mempertahankan diri dan kebutuhan itu tidak dapat dipenuhi selama pengambil kebijakan di negeri ini tidak berani melakukan desakralisasi kebijakan luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar