All hands,
Jakarta hendaknya tidak terbuai dengan "kebaikan hati" Beijing selama ini, baik di bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Terjalinnya perdagangan bebas ASEAN-Cina maupun pasokan Beijing terhadap kebutuhan rudal anti kapal kekuatan laut Indonesia hendaknya tidak meninabobokan Indonesia soal sembilan garis putus-putus pada peta Cina yang mencakup perairan Laut Natuna. Masalah ini muncul sejak awal 1990-an, sekitar 1991 atau 1992, namun hingga kini Jakarta belum pernah mendapatkan jawaban memuaskan dari Beijing soal tersebut. Beijing setiap ditanya soal itu selalu memberi jawaban diplomatis yaitu tidak ada masalah antara Jakarta dengannya.
Terkait dengan soal ini, hendaknya Jakarta mengintensifkan lagi soal klarifikasi peta buatan Beijing tersebut. Klaim Beijing terhadap Laut Natuna yang berada sekitar 1.000 mil laut dari daratannya jelas tidak berdasar. Kalau klaim Beijing berdasarkan pada sejarah bahwa nenek moyang mereka pernah sampai di sana di jaman dahulu, Jakarta pun bisa menggunakan alasan yang sama untuk mengklaim wilayah Australia dan Madagaskar. Hanya karena Jakarta berakal sehat dan suka mengklaim hal yang tidak masuk akal seperti halnya kelakuan Negeri Tukang Klaim, maka hal itu tidak dilakukan.
Masalah sembilan garis putus-putus tersebut harus segera diselesaikan. Harap dipahami bahwa Beijing akan semakin menghindari penyelesaian isu tersebut apabila Angkatan Lautnya makin kuat. Perkuatan Angkatan Laut Beijing akan menjadi ancaman bagi Jakarta ke depan. Lebih baik Jakarta segera meminta klarifikasi kembali soal itu dan meminta jawaban yang mengikat secara hukum dari Cina. Yang diharapkan bukan jawaban-jawaban klise ala para diplomat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar