All hands,
Dalam diplomasi, dikenal istilah kebijakan prestise alias the policy of prestige. Kebijakan itu menurut Hans Morgenthau mempunyai dua kemungkinan tujuan utama. Pertama sebagai prestise itu sendiri. Kedua, prestise dalam rangka mendukung kebijakan status quo atau imperialisme. Lepas dari apapun tujuan kebijakan prestise tersebut, Angkatan Laut sebagai salah satu instrumen diplomasi perlu dibangun dengan serius. Sebab tujuan kebijakan prestise tidak tercapai apabila Angkatan Laut tidak dibangun dengan serius oleh pengambil kebijakan politik.
Disadari atau tidak, kebijakan prestise masih berlaku hingga kini. Lihatlah pameran kekuatan yang dilakukan oleh beberapa Angkatan Laut di kawasan Asia Tenggara, baik Angkatan Laut regional maupun kekuatan ekstra kawasan. Indonesia pun hingga kini terus menjadi sasaran kebijakan prestise beberapa negara yang mempunyai hasrat dan ambisi regional.
Pertanyaannya, sebagai bangsa yang juga memiliki hasrat dan ambisi regional, apakah bangsa ini akan terus membiarkan dirinya menjadi sasaran kampanye kebijakan prestise negara-negara di sekitarnya? Kebijakan prestise harus didukung oleh Angkatan Laut dengan sistem senjata yang modern dan baru. Lima atau 10 kapal perang baru Indonesia jenis fregat akan lebih disegani oleh negara-negara lain daripada gabungan semua batalyon infanteri Angkatan Darat yang dipunyai negeri ini.
Kebijakan prestise hanya bisa ditempuh oleh Indonesia apabila para pengambil keputusan politik sudah kaya akan geographical awareness. Dengan kekayaan itu, mereka akan lebih dihormati pula oleh rakyat yang mendudukkan mereka di eksekutif dan legislatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar