All hands,
Angkatan Laut Indonesia sebenarnya mempunyai pengalaman melaksanakan diplomasi koersif, antara lain pada masa Perang India-Pakistan 1965. Guna mengimplementasikan dukungan Jakarta terhadap Islamabad dalam perang melawan New Delhi, Indonesia mengirimkan gugus -tugas kapal perang Angkatan Lautnya ke perairan Pakistan Timur untuk men-deter aksi Angkatan Laut India. Dalam gugus tugas itu terdapat pula unsur kapal selam.
Seiring dengan perubahan kebijakan luar negeri Indonesia, selanjutnya kekuatan laut Indonesia nyaris tidak pernah lagi melakukan diplomasi koersif. Padahal diplomasi koersif tetap dibutuhkan, baik untuk kondisi saat ini maupun situasi di masa depan. Misalnya, Indonesia dapat menyebarkan kapal perangnya ke salah satu negara ASEAN yang tengah bergolak untuk mencerminkan dukungan kepada salah satu pihak yang bertikai, misalnya dukungan kepada pemerintahan yang sah di negara itu. Sebagai pemain utama di ASEAN, Indonesia sudah seharusnya tidak mengharamkan diplomasi koersif hanya demi citra yang sebenarnya sekedar ilusi saja.
Dalam konteks ASEAN ke depan, peran diplomasi koersif Angkatan Laut sangat dibutuhkan ketika negara-negara ASEAN sepakat menciptakan ASEAN Security Community (ASC). Misalnya ada suatu negara ASEAN yang terancam secara fisik oleh kekuatan lain, termasuk konflik internal dalam negeri, di situ terdapat peluang diplomasi koersif Angkatan Laut Indonesia harus dieksploitasi. Harus diingat bahwa dengan berlakunya ASC maka ASEAN harus melakukan setting the norm kembali. Prinsip non intervensi yang sejak 1967 dipegang oleh ASEAN harus ditinjau kembali relevansinya ketika ASEAN sepakat menuju pada ASC.
Diplomasi koersif Angkatan Laut bisa dilaksanakan apabila Indonesia mempunyai kekuatan laut yang memadai dan dibangun dengan dukungan penuh pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar