All hands,
Industri pertahanan Korea Selatan merupakan salah satu industri pertahanan terkemuka untuk tingkat Asia Pasifik, meskipun untuk produk-produk tertentu buatan Negeri Ginseng itu belum setara dengan keluaran Eropa. Dalam hal pertahanan, tidak dapat dipungkiri bahwa Seoul banyak mengadopsi konsep yang berlaku di Washington, sebab Washington adalah "wali" bagi Seoul. Namun terkait dengan RMA, ternyata Seoul tidak menjiplak penuh dari Washington, melainkan sebagian di antaranya mengembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan.
RMA yang berlangsung di negeri yang hingga kini masih berada dalam kondisi perang dengan saudaranya di utara ditunjang oleh basis industri pertahanan yang kuat. Kuatnya industri pertahanan salah satu negeri jagoan sepak bola Asia ini tidak lepas dari dukungan lembaga-lembaga riset. Indonesia kini mulai mengadopsi produk industri pertahanan Korea Selatan, khususnya produk yang sudah terbukti keandalannya.
Sejarah RMA Korea Selatan ternyata berbeda dengan negara-negara lain. RMA di negeri eks jajahan Jepang ini berawal dari keinginan untuk melepaskan diri dari "sang wali" soal C4ISR. Sebelumnya C4ISR Seoul tergantung "sang wali" karena komando dan kendali militer Korea Selatan hingga 2012 berada pada Commander, U.S. Force Korea. Praktis RMA di jajaran militer Korea Selatan baru dimulai pada akhir 1990-an, ketika militer negeri itu membutuhkan C4ISR tersendiri dalam rangka mengembangkan network-centric warfare. C4ISR tersebut kebutuhan setiap matra militer berbeda-beda, namun tetap dapat terkoneksi dalam satu jarinngan.
Untuk memenuhi kebutuhan C4ISR, selain didukung pasokannya oleh industri pertahanan nasional, juga didukung oleh suplai dari luar negeri. Pilihan untuk mengandalkan suplai dari luar negeri tidak sebab pemerintah Korea Selatan sadar bahwa belum semua kebutuhan militernya dapat didukung oleh industri pertahanan lokal. Hingga sekarang, pembangunan C4ISR masih tetap menjadi salah satu prioritas utama di negeri itu.
Apabila pengalaman RMA Korea Selatan dibandingkan dengan pengalaman India dan Cina, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap negeri mempunyai pintu masuk masing-masing dalam adopsi RMA. Pintu masuk yang berbeda itu berdasarkan kebutuhan masing-masing. Pertanyaannya, Indonesia akan mengadopsi RMA lewat pintu mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar