All hands,
Merupakan suatu kesalahan yang sangat fatal ketika diplomat Dunhill menempatkan perdamaian sebagai ends dari kepentingan nasional. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ends adalah integritas wilayah dan kedaulatan. Dengan cara apapun, ends tersebut harus dicapai, entah menggunakan kekuatan kinetik alias perang ataupun memakai ajang diplomasi. Perdamaian hanyalah salah satu means untuk mencapai ends.
Pemahaman seperti ini hendaknya dipahami oleh diplomat Dunhill. Kalau sampai diplomat Dunhill menjadikan perdamaian sebagai ends, celakalah republik ini!!! Kita tinggal menghitung waktu wilayah republik ini digadaikan satu demi satu demi mencapai perdamaian yang merupakan ends dari diplomat Dunhill.
Lebih celaka lagi, pemikiran sesat dan menyesatkan ala diplomat Dunhill itu kini sudah merasuk pada tingkat pengambil keputusan di negeri ini. Pengambil keputusan kini telah menempatkan perdamaian sebagai ends dan bukan lagi hanya sekedar means. Lalu apa arti dari semua ini? Diplomat Dunhill dan para pengambil keputusan secara tidak sadar telah mengkhianati konstitusi. Amanat konstitusi yang paling pertama dan utama "melindungi segenap tanah air dan tumpah darah Indonesia". Bukan "menciptakan perdamaian dunia yang abadi", yang dalam konstitusi hanya urutan keempat.
Dari amanat konstitusi apabila dicermati sudah sangat jelas, terang dan gambang bahwa ends republik ini adalah melindungi integritas wilayah. Diplomasi harus bekerja untuk mencapai ends tersebut, bukan menciptakan ends sendiri yang mengada-ada dan tidak sesuai konstitusi. Mengacu pada amanat konstitusi, maka diplomasi harus ditempatkan sebagai salah satu means untuk mencapai terlindunginya integritas wilayah republik ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar