All hands,
Kini di sepanjang Selat Malaka telah beroperasi jaringan radar pengamatan maritim. Kondisi ini jelas menguntungkan bagi Indonesia maupun keamanan kawasan, karena akan lebih meningkatkan kepercayaan pengguna perairan tersebut terhadap Indonesia sebagai negara pantai. Namun demikian, perlu dicermati pula tantangan dalam pengoperasian jaringan radar tersebut.
Dari sejumlah tantangan, satu di antaranya adalah lama waktu radar untuk beroperasi dalam satu hari. Idealnya pengoperasian radar berlangsung 24 jam setiap harinya. Tetapi dalam prakteknya di Indonesia, dengan merunut pada pengalaman pengoperasian radar pertahanan udara milik Kohanudnas, kendala biaya menghalangi pengoperasian sepanjang hari. Hal seperti itu (akan) dihadapi pula oleh jaringan radar pengamatan maritim di Selat Malaka.
Tidak beroperasinya radar selama 24 memberikan keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah menghemat anggaran bahan bakar, selain memperpanjang usia komponen radar. Kerugiannya adalah tidak bisa mengawasi sektor pengamatan selama 24 jam, yang apabila terjadi sesuatu terkait keamanan maritim akan menjadi "kecelakaan besar".
Salah satu solusi mengatasi masalah ini adalah meningkatkan anggaran untuk operasional dan pemeliharaan radar dalam APBN. Peningkatan ini tidak terhindarkan sebagai konsekuensi dari dibangunnya jaringan radar itu dan akan terus bertambah hingga beberapa tahun mendatang di perairan Indonesia lainnya. Meskipun jam operasional radar dihemat, namun akan tiba masanya komponen-komponen dalam radar harus diganti dan hal itu berkonsekuensi pada anggaran.
1 komentar:
Entah apakah di TNI ada istilah "redundancy" untuk sistem yg vital seperti halnya radar. Walaupun ujungnya adalah anggaran. Redundant system disini maksudnya belum tentu menggunakan radar pada lokasi yg sama, tetapi kepada saling melengkapi / optimalisasi jangkauan radar pada beberapa lokasi sehingga meminimalisasi daerah blank-spot jika radar sedang bermasalah.
Posting Komentar