All hands,
Secara teoritis, demokrasi akan menciptakan situasi yang kondusif bagi pembangunan kekuatan militer, termasuk kekuatan Angkatan Laut. Sebab proses pengambilan keputusan dalam pembangunan itu bersifat transparan dan melibatkan semua pihak terkait, baik eksekutif maupun parlemen dan tidak didominasi oleh militer. Dalam demokrasi, pembangunan kekuatan militer merupakan domain politik dan bukan merupakan domain militer.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan lain sebagainya telah membuktikan kebenaran teoritis tersebut. Lalu bagaimana dalam prakteknya di Indonesia? Kalau memperhatikan pengalaman sejak Indonesia mengadopsi demokrasi dalam arti sebenarnya (bukan demokrasi semu seperti Demokrasi Pancasila), tinjauan teoritis yang telah dijelaskan sebelumnya ternyata masih jauh dari kenyataan. Pembangunan kekuatan militer tidak dapat dikatakan berjalan kondusif. Justru kendala terbesar dalam pembangunan kekuatan terletak pada domain politik, baik eksekutif maupun legislatif. Sebagai contoh adalah pengadaan kapal selam yang maju mundur karena adanya beragam kepentingan di luar kepentingan nasional Indonesia.
Tentu masih banyak contoh yang terkait pembangunan kekuatan di mana ketidaklancaran justru muncul pada domain politik daripada domain militer. Untuk menjawab mengapa hal ini terjadi, terlalu sederhana kalau jawaban yang disodorkan adalah karena demokrasi Indonesia belum matang. Sebab jawaban itu lebih sekedar apologi saja dalam konteks Indonesia. Jawaban utamanya adalah banyak pihak yang merupakan aktor-aktor dalam pelaksanaan demokrasi di negeri ini belum paham dan kenal dengan kepentingan nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar