All hands,
SPLN merupakan strategi yang dilahirkan tahun 1980-an, oleh sebab itu atmosfir strategi tersebut tidak lepas dari kondisi pada akhir 1970-an dan awal 1980-an. Situasi dunia waktu itu didominasi oleh pertarungan antara Blok Barat versus Blok Timur. Indonesia pun tidak dapat melepaskan diri dari atmosfir demikian.
Dalam SPLN, dikenal beberapa medan pertahanan, dengan yang terjauh berada di luar ZEE. Kemudian masuk ke ZEE, laut teritorial dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan strategi tersebut, dalam pembangunan kekuatan dilaksanakan pengadaan sejumlah kapal atas air dan kapal selam yang mampu ocean going.
Tidak ada yang keliru dari hal tersebut. Justru saat itu ada konsistensi antara strategi dengan perencanaan kekuatan. Hal demikian yang saat ini sepertinya justru hilang di negeri Nusantara.
Sekarang kita sudah berada di akhir dekade pertama abad ke-21. Atmosfir lingkungan strategis sudah berubah banyak dibandingkan tahun 1980-an. Pertarungan saat ini tidak lagi didominasi oleh aktor negara yang mempunyai senjata nuklir, tetapi lebih pada aktor negara versus non negara. Terorisme maritim, perompakan, pembajakan di laut adalah beberapa isu yang mewarnai atmosfir lingkungan keamanan sekarang.
Pada sisi lain, Indonesia sepertinya lebih miskin dibandingkan pada 1980-an kalau ditinjau dari sisi pembangunan kekuatan AL. Sekarang tidak mudah membeli kapal perang baru, sebab keuangan negara sedang menjalani diet. Begitu pula tekanan dari negara tertentu agar AL Negeri Nusantara tidak mempunyai sistem senjata baru yang lebih mematikan.
Dalam kondisi demikian, bagaimana dengan SPLN? Masih relevankah asumsi-asumsi dalam SPLN? Perlukah dilakukan penyesuaian sejumlah asumsi dalam strategi itu agar sesuai dengan situasi kekinian?
SPLN merupakan strategi yang dilahirkan tahun 1980-an, oleh sebab itu atmosfir strategi tersebut tidak lepas dari kondisi pada akhir 1970-an dan awal 1980-an. Situasi dunia waktu itu didominasi oleh pertarungan antara Blok Barat versus Blok Timur. Indonesia pun tidak dapat melepaskan diri dari atmosfir demikian.
Dalam SPLN, dikenal beberapa medan pertahanan, dengan yang terjauh berada di luar ZEE. Kemudian masuk ke ZEE, laut teritorial dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan strategi tersebut, dalam pembangunan kekuatan dilaksanakan pengadaan sejumlah kapal atas air dan kapal selam yang mampu ocean going.
Tidak ada yang keliru dari hal tersebut. Justru saat itu ada konsistensi antara strategi dengan perencanaan kekuatan. Hal demikian yang saat ini sepertinya justru hilang di negeri Nusantara.
Sekarang kita sudah berada di akhir dekade pertama abad ke-21. Atmosfir lingkungan strategis sudah berubah banyak dibandingkan tahun 1980-an. Pertarungan saat ini tidak lagi didominasi oleh aktor negara yang mempunyai senjata nuklir, tetapi lebih pada aktor negara versus non negara. Terorisme maritim, perompakan, pembajakan di laut adalah beberapa isu yang mewarnai atmosfir lingkungan keamanan sekarang.
Pada sisi lain, Indonesia sepertinya lebih miskin dibandingkan pada 1980-an kalau ditinjau dari sisi pembangunan kekuatan AL. Sekarang tidak mudah membeli kapal perang baru, sebab keuangan negara sedang menjalani diet. Begitu pula tekanan dari negara tertentu agar AL Negeri Nusantara tidak mempunyai sistem senjata baru yang lebih mematikan.
Dalam kondisi demikian, bagaimana dengan SPLN? Masih relevankah asumsi-asumsi dalam SPLN? Perlukah dilakukan penyesuaian sejumlah asumsi dalam strategi itu agar sesuai dengan situasi kekinian?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar