All hands,
Perundingan Indonesia-Malaysia menyangkut klaim di Laut Sulawesi nampaknya menemui jalan buntu. Sebab Malaysia sudah kehabisan argumen menghadapi Indonesia soal Blok Ambalat. Klaim negeri tukang klaim itu berdasarkan Peta 1979 tidak diakui oleh dunia internasional dan dasar hukumnya juga tidak berbasis pada pendekatan praktek hukum laut internasional yang lazim digunakan. Jadi kalau mereka kehabisan argumen, itu suatu hal yang wajar.
Meskipun demikian, mereka tetapi tidak mau mengaku kalah. Mereka malah sepertinya berupaya membujuk Indonesia agar mencari win-win solution, maksudnya Indonesia agar berbelas kasihan kepada negeri yang sering melecehkan martabat Indonesia itu agar tidak mereka tidak kehilangan muka di dalam negeri dan dunia internasional. Belas kasihan itulah yang dulu menyebabkan Indonesia kalah di Mahkamah Internasional.
Upaya ini harus diwaspadai oleh Indonesia, khususnya instansi-instansi terkait. Jangan lagi kasus di Blok Ambalat 2005 terulang, yaitu polisi Indonesia yang karena tidak cerdas bersedia gelar patroli bersama di perbatasan kedua negara di Laut Sulawesi. Padahal AL kita sedang bersitegang di lapangan dengan kekuatan laut negeri tukang klaim itu.
Di sisi lain, pemimpin negeri ini hendaknya tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu membawa kasus sengketa ke Mahkamah Internasional. Kalau memang menghadapi kebuntuan, lebih baik status quo seperti situasi saat ini. Status quo dalam arti Indonesia secara politik tetapi firm atas klaimnya di Laut Sulawesi, secara militer tetap menggelar kekuatan AL 24 jam x 365 hari. Bukan status quo seperti kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dulu.
Siapapun nantinya yang akan memimpin negeri ini, sikap politiknya harus tetap mempertahankan klaim Indonesia atas Blok Ambalat. Selain itu dibutuhkan sikap politik tambahan, yaitu lebih firm dalam mendukung pembangunan kekuatan laut dan diwujudkan dalam bentuk nyata.
Perundingan Indonesia-Malaysia menyangkut klaim di Laut Sulawesi nampaknya menemui jalan buntu. Sebab Malaysia sudah kehabisan argumen menghadapi Indonesia soal Blok Ambalat. Klaim negeri tukang klaim itu berdasarkan Peta 1979 tidak diakui oleh dunia internasional dan dasar hukumnya juga tidak berbasis pada pendekatan praktek hukum laut internasional yang lazim digunakan. Jadi kalau mereka kehabisan argumen, itu suatu hal yang wajar.
Meskipun demikian, mereka tetapi tidak mau mengaku kalah. Mereka malah sepertinya berupaya membujuk Indonesia agar mencari win-win solution, maksudnya Indonesia agar berbelas kasihan kepada negeri yang sering melecehkan martabat Indonesia itu agar tidak mereka tidak kehilangan muka di dalam negeri dan dunia internasional. Belas kasihan itulah yang dulu menyebabkan Indonesia kalah di Mahkamah Internasional.
Upaya ini harus diwaspadai oleh Indonesia, khususnya instansi-instansi terkait. Jangan lagi kasus di Blok Ambalat 2005 terulang, yaitu polisi Indonesia yang karena tidak cerdas bersedia gelar patroli bersama di perbatasan kedua negara di Laut Sulawesi. Padahal AL kita sedang bersitegang di lapangan dengan kekuatan laut negeri tukang klaim itu.
Di sisi lain, pemimpin negeri ini hendaknya tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, yaitu membawa kasus sengketa ke Mahkamah Internasional. Kalau memang menghadapi kebuntuan, lebih baik status quo seperti situasi saat ini. Status quo dalam arti Indonesia secara politik tetapi firm atas klaimnya di Laut Sulawesi, secara militer tetap menggelar kekuatan AL 24 jam x 365 hari. Bukan status quo seperti kasus Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dulu.
Siapapun nantinya yang akan memimpin negeri ini, sikap politiknya harus tetap mempertahankan klaim Indonesia atas Blok Ambalat. Selain itu dibutuhkan sikap politik tambahan, yaitu lebih firm dalam mendukung pembangunan kekuatan laut dan diwujudkan dalam bentuk nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar