All hands,
Para ahli strategi militer menyatakan bahwa any strategy must seek to maintain capabilities that will bolster deterrence and prevail in any conflict if political solutions fail. Dari situ tercermin bahwa strategi harus mendorong kemampuan penangkalan dan sekaligus menang dalam konflik apabila pemecahan politik buntu alias gagal. Untuk bisa mencapai hal tersebut, pertama yang harus dilakukan dalam menyusun strategi militer adalah mengindentifikasi dan memprioritaskan ancaman dan peluang.
Mengidentifikasi ancaman dan peluang dalam situasi kekinian sebenarnya tidak sulit. Yang susah adalah memprioritas mana dari sekian ancaman dan peluang itu yang harus ditempatkan di nomor satu dalam perencanaan kekuatan. Karena akan terkait dengan keterbatasan sumber daya, sehingga ada “perebutan” alokasi sumber daya nasional antara pihak-pihak terkait.
Ketika ditarik ke alam Indonesia, menjadi menarik untuk dikupas mengenai strategi itu sendiri. Strategi militer dirancang untuk menimbulkan penangkalan dan sekaligus menang ketika konflik muncul. Pertanyaannya, apakah strategi kita sudah demikian?
Kalau berbicara mengenai strategi militer, Indonesia belum mempunyainya. Yang tersedia adalah strategi pertahanan. Strategi militer sedang disusun oleh Mabes TNI.
Secara pribadi, saya pesimistis dengan kualitas strategi militer yang nantinya akan dihasilkan oleh Mabes TNI. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal seperti penyusunan Doktrin TNI yang hasilnya sangat jauh dari harapan dan paradigma lama yang masih dianut oleh sebagian besar perencana militer.
Siapa pun setuju bahwa strategi militer dirancang untuk mencapai kemenangan. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, strategi yang dianut oleh Indonesia seringkali tidak realistis, walaupun konon dirancang untuk meraih kemenangan. Misalnya asumsi yang selalu menyatakan bahwa TNI (pasti) mampu merebut kembali wilayah Indonesia yang sudah diduduki oleh lawan. Tapi kondisi kita saat ini tidak sesuai dengan strategi yang dianut.
Singkat kata, kalau mau menghasilkan strategi yang bermutu, yang betul-betul dirancang untuk meraih kemenangan, berani tidak rancangan Strategi Militer TNI diuji dulu lewat oyugab ketiga matra. Yang harus digarisbawahi bahwa oyugab itu menggambarkan situasi sesungguhnya, bukan oyu-oyu-an sekedar formalitas. Tanpa itu, strategi yang dihasilkan akan bernasib sama dengan dokumen lainnya yang tidak bisa dipraktekkan dalam alam nyata.
Para ahli strategi militer menyatakan bahwa any strategy must seek to maintain capabilities that will bolster deterrence and prevail in any conflict if political solutions fail. Dari situ tercermin bahwa strategi harus mendorong kemampuan penangkalan dan sekaligus menang dalam konflik apabila pemecahan politik buntu alias gagal. Untuk bisa mencapai hal tersebut, pertama yang harus dilakukan dalam menyusun strategi militer adalah mengindentifikasi dan memprioritaskan ancaman dan peluang.
Mengidentifikasi ancaman dan peluang dalam situasi kekinian sebenarnya tidak sulit. Yang susah adalah memprioritas mana dari sekian ancaman dan peluang itu yang harus ditempatkan di nomor satu dalam perencanaan kekuatan. Karena akan terkait dengan keterbatasan sumber daya, sehingga ada “perebutan” alokasi sumber daya nasional antara pihak-pihak terkait.
Ketika ditarik ke alam Indonesia, menjadi menarik untuk dikupas mengenai strategi itu sendiri. Strategi militer dirancang untuk menimbulkan penangkalan dan sekaligus menang ketika konflik muncul. Pertanyaannya, apakah strategi kita sudah demikian?
Kalau berbicara mengenai strategi militer, Indonesia belum mempunyainya. Yang tersedia adalah strategi pertahanan. Strategi militer sedang disusun oleh Mabes TNI.
Secara pribadi, saya pesimistis dengan kualitas strategi militer yang nantinya akan dihasilkan oleh Mabes TNI. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal seperti penyusunan Doktrin TNI yang hasilnya sangat jauh dari harapan dan paradigma lama yang masih dianut oleh sebagian besar perencana militer.
Siapa pun setuju bahwa strategi militer dirancang untuk mencapai kemenangan. Namun berdasarkan pengalaman selama ini, strategi yang dianut oleh Indonesia seringkali tidak realistis, walaupun konon dirancang untuk meraih kemenangan. Misalnya asumsi yang selalu menyatakan bahwa TNI (pasti) mampu merebut kembali wilayah Indonesia yang sudah diduduki oleh lawan. Tapi kondisi kita saat ini tidak sesuai dengan strategi yang dianut.
Singkat kata, kalau mau menghasilkan strategi yang bermutu, yang betul-betul dirancang untuk meraih kemenangan, berani tidak rancangan Strategi Militer TNI diuji dulu lewat oyugab ketiga matra. Yang harus digarisbawahi bahwa oyugab itu menggambarkan situasi sesungguhnya, bukan oyu-oyu-an sekedar formalitas. Tanpa itu, strategi yang dihasilkan akan bernasib sama dengan dokumen lainnya yang tidak bisa dipraktekkan dalam alam nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar