All hands,
Wilayah interoperability antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat cukup luas, tidak terbatas operasi di darat yang mana Angkatan Laut memberikan dukungan operasional kepada Angkatan Darat. Interoperability kedua matra meliputi pula di laut, seperti pergeseran pasukan dan logistik. Dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, pergeseran pasukan dan logistik Angkatan Darat tidak dapat mengandalkan pada kapal-kapal LCT milik Angkatan Darat (dikenal sebagai kapal ADRI).
Sebaliknya, pergeseran tersebut lebih banyak mengandalkan pada Angkatan Laut. Sebab selain daya muat kapal perang Angkatan Laut lebih besar, selain juga Angkatan Laut mempunyai tugas terkait dengan lintas laut militer. Sebagai contoh, dalam konflik di Aceh beberapa tahun lalu kapal-kapal perang Angkatan Laut, baik dari Armada RI maupun Kolinlamil merupakan kuda beban bagi pergeseran ribuan pasukan dan logistik Angkatan Darat.
Terkait dengan hal itu, interoperability antar kedua matra harus sejak awal dirancang khususnya saat menyusun perencanaan kekuatan. Misalnya, Angkatan Darat harus memperhitungkan dengan cermat antara opsreq kendaraan lapis baja yang dibutuhkannya dengan kapasitas kapal angkut Angkatan Laut. Jangan sampai kekuatan lapis baja Angkatan Darat tidak dapat digeser menggunakan kapal perang Angkatan Laut karena dimensinya yang melebihi kapasitas kapal perang itu.
Begitu pula dalam soal latihan gabungan kedua matra. Perlu diuji coba dalam latihan gabungan Angkatan Laut-Angkatan Darat tentang bagaimana melaksanakan operasi penggeseran pasukan dan logistik yang melibatkan kapal perang Angkatan Laut dengan kapal ADRI dalam satu konvoi. Sepengetahuan saya, latihan seperti ini belum pernah dilaksanakan.
Meskipun kapal ADRI hanyalah kapal angkut biasa dan tidak berstatus kapal perang sebagaimana halnya kapal Angkatan Laut, akan tetapi perlu diuji interoperability antar keduanya. Sebab bukan tidak mungkin suatu saat nanti keduanya akan beroperasi secara bersama di bawah komando Angkatan Laut. Bukankah Angkatan Laut masih mengemban kewenangan membina armada angkutan laut nasional, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilaksanakan oleh Kolinlamil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Angkatan Darat mempunyai sejumlah kapal angkut jenis LCT karena kebutuhan taktis untuk pergeseran pasukan dan logistik belaka. Bahkan di masa lalu pun Angkatan Udara Indonesia juga mempunyai kapal serupa. Kehadiran kapal tersebut bukan ancaman terhadap eksistensi Angkatan Laut, sebab kapal itu tidak digolongkan kapal perang. Dengan demikian, kapal itu tidak mempunyai kewenangan-kewenangan seperti halnya yang melekat pada kapal perang Angkatan Laut.
Yang penting untuk diperhatikan ke depan adalah bagaimana interoperability antara kapal ADRI dengan kapal perang Angkatan Laut. Angkatan Laut adalah pembina kekuatan maritim nasional, termasuk armada angkutan laut di dalamnya. Sehingga bukan suatu hal yang berlebihan bila interoperability tersebut mendapat perhatian khusus.
Wilayah interoperability antara Angkatan Laut dengan Angkatan Darat cukup luas, tidak terbatas operasi di darat yang mana Angkatan Laut memberikan dukungan operasional kepada Angkatan Darat. Interoperability kedua matra meliputi pula di laut, seperti pergeseran pasukan dan logistik. Dengan kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, pergeseran pasukan dan logistik Angkatan Darat tidak dapat mengandalkan pada kapal-kapal LCT milik Angkatan Darat (dikenal sebagai kapal ADRI).
Sebaliknya, pergeseran tersebut lebih banyak mengandalkan pada Angkatan Laut. Sebab selain daya muat kapal perang Angkatan Laut lebih besar, selain juga Angkatan Laut mempunyai tugas terkait dengan lintas laut militer. Sebagai contoh, dalam konflik di Aceh beberapa tahun lalu kapal-kapal perang Angkatan Laut, baik dari Armada RI maupun Kolinlamil merupakan kuda beban bagi pergeseran ribuan pasukan dan logistik Angkatan Darat.
Terkait dengan hal itu, interoperability antar kedua matra harus sejak awal dirancang khususnya saat menyusun perencanaan kekuatan. Misalnya, Angkatan Darat harus memperhitungkan dengan cermat antara opsreq kendaraan lapis baja yang dibutuhkannya dengan kapasitas kapal angkut Angkatan Laut. Jangan sampai kekuatan lapis baja Angkatan Darat tidak dapat digeser menggunakan kapal perang Angkatan Laut karena dimensinya yang melebihi kapasitas kapal perang itu.
Begitu pula dalam soal latihan gabungan kedua matra. Perlu diuji coba dalam latihan gabungan Angkatan Laut-Angkatan Darat tentang bagaimana melaksanakan operasi penggeseran pasukan dan logistik yang melibatkan kapal perang Angkatan Laut dengan kapal ADRI dalam satu konvoi. Sepengetahuan saya, latihan seperti ini belum pernah dilaksanakan.
Meskipun kapal ADRI hanyalah kapal angkut biasa dan tidak berstatus kapal perang sebagaimana halnya kapal Angkatan Laut, akan tetapi perlu diuji interoperability antar keduanya. Sebab bukan tidak mungkin suatu saat nanti keduanya akan beroperasi secara bersama di bawah komando Angkatan Laut. Bukankah Angkatan Laut masih mengemban kewenangan membina armada angkutan laut nasional, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dilaksanakan oleh Kolinlamil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Angkatan Darat mempunyai sejumlah kapal angkut jenis LCT karena kebutuhan taktis untuk pergeseran pasukan dan logistik belaka. Bahkan di masa lalu pun Angkatan Udara Indonesia juga mempunyai kapal serupa. Kehadiran kapal tersebut bukan ancaman terhadap eksistensi Angkatan Laut, sebab kapal itu tidak digolongkan kapal perang. Dengan demikian, kapal itu tidak mempunyai kewenangan-kewenangan seperti halnya yang melekat pada kapal perang Angkatan Laut.
Yang penting untuk diperhatikan ke depan adalah bagaimana interoperability antara kapal ADRI dengan kapal perang Angkatan Laut. Angkatan Laut adalah pembina kekuatan maritim nasional, termasuk armada angkutan laut di dalamnya. Sehingga bukan suatu hal yang berlebihan bila interoperability tersebut mendapat perhatian khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar