All hands,
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Angkatan Laut negeri ini adalah memperkuat identitas dan karakter sebagai suatu Angkatan Laut. Tentu saja timbul pertanyaan, mengapa harus diperkuat? Jawabannya karena lingkungan di mana Angkatan Laut hidup kurang kondusif bagi kemajuan Angkatan Laut, bahkan cenderung selalu berupaya mengebiri dan menghapus identitas dan karakter ke-Angkatan Laut-an. Contoh sederhana, mengapa pendidikan pembentukan perwira ---baik sumber akademi maupun PK --- harus dilakukan di lembaga pendidikan Angkatan Darat.
Mengapa Angkatan Laut tidak dipercaya untuk membentuk sendiri calon perwiranya? Apakah masih meragukan loyalitas Angkatan Laut kepada bangsa dan negara ini? Juga meragukan loyalitas Angkatan Laut kepada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit? Apakah Trisila Angkatan Laut diragukan juga?
Ketika sumber pembentukan perwira Angkatan Laut “terkontaminasi” oleh doktrin-doktrin yang tidak selaras dengan jiwa dan semangat navalism, cukup sulit untuk menciptakan perwira yang beridentitas dan berkarakter Angkatan Laut. Kenapa? Tidak lain karena ketika mereka dibentuk, otak para calon perwira yang di masa depan akan menjalankan roda organisasi Angkatan Laut sudah diindoktrinasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat navalism.
Apabila kita semua menginginkan mempunyai Angkatan Laut yang kuat dan membanggakan, salah satu aspek yang harus dibenahi adalah personel. Sudah seharusnya setiap personel Angkatan Laut, apalagi perwira harus mempunyai identitas dan karakter Angkatan Laut. Itulah yang membedakannya dengan perwira angkatan lainnya. Yang membedakan bukan sekedar PDU dan PDH, tetapi juga harus identitas dan karakter.
Menghadapi kondisi saat ini, salah satu cara paling mendasar untuk membangun identitas dan karakter Angkatan Laut adalah pada pendidikan pembentukan. Bahwa identitas dan karakter tersebut harus terus diasah ketika mereka sudah berkarir di Angkatan Laut, memang betul dan hal itu relatif tidak sesulit saat membentuk mereka. Sebab dalam karir, setiap perwira harus menempuh sejumlah pendidikan penjenjangan di Angkatan Laut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana membersihkan “kontaminasi” saat pendidikan pembentukan.
Selain itu, penting untuk dipahami bahwa identitas dan karakter Angkatan Laut dapat dipertahankan dan dipertajam apabila dukungan sistem senjata Angkatan Laut juga memadai. Ketika masuk ke sini, mau tidak mau akan berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun Angkatan Laut negeri ini. Sudah pasti bukan hal yang membanggakan bila para awak kapal perang sudah tidak berlayar lebih dari enam bulan hanya karena dukungan pemeliharaan yang tidak lancar dari pemerintah. Bukan pula hal yang membanggakan apabila personel Angkatan Laut yang harusnya beroperasi di laut lebih banyak berada di darat karena kapal perangnya tidak siap beroperasi.
Situasi demikian dapat dipastikan akan mempengaruhi moral para pelaut. Kondisi ini pernah terjadi pada akhir 1960-an, ketika pemerintah tidak sanggup memperbaiki kapal perang eks Uni Soviet dan mengambil kebijakan menghapus kapal perang itu dari jajaran armada. Apa yang terjadi pada 1960-an akan berulang dalam jangka 10 tahun dari sekarang apabila kebijakan pemerintah terhadap pembangunan kekuatan Angkatan Laut masih “begini-begini saja”.
Singkatnya, upaya untuk memperkuat identitas dan karakter Angkatan Laut tidak mudah. Selain faktor internal, pengaruh faktor eksternal Angkatan Laut jauh lebih besar. Dan faktor eksternal tersebut terkait dengan politik, dalam hal ini kebijakan pemerintah. Sehingga dari situ timbul pertanyaan, apakah memang pemerintah tidak berniat mempunyai Angkatan Laut yang kuat dan mampu mengamankan kepentingan nasional?
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Angkatan Laut negeri ini adalah memperkuat identitas dan karakter sebagai suatu Angkatan Laut. Tentu saja timbul pertanyaan, mengapa harus diperkuat? Jawabannya karena lingkungan di mana Angkatan Laut hidup kurang kondusif bagi kemajuan Angkatan Laut, bahkan cenderung selalu berupaya mengebiri dan menghapus identitas dan karakter ke-Angkatan Laut-an. Contoh sederhana, mengapa pendidikan pembentukan perwira ---baik sumber akademi maupun PK --- harus dilakukan di lembaga pendidikan Angkatan Darat.
Mengapa Angkatan Laut tidak dipercaya untuk membentuk sendiri calon perwiranya? Apakah masih meragukan loyalitas Angkatan Laut kepada bangsa dan negara ini? Juga meragukan loyalitas Angkatan Laut kepada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit? Apakah Trisila Angkatan Laut diragukan juga?
Ketika sumber pembentukan perwira Angkatan Laut “terkontaminasi” oleh doktrin-doktrin yang tidak selaras dengan jiwa dan semangat navalism, cukup sulit untuk menciptakan perwira yang beridentitas dan berkarakter Angkatan Laut. Kenapa? Tidak lain karena ketika mereka dibentuk, otak para calon perwira yang di masa depan akan menjalankan roda organisasi Angkatan Laut sudah diindoktrinasi oleh hal-hal yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat navalism.
Apabila kita semua menginginkan mempunyai Angkatan Laut yang kuat dan membanggakan, salah satu aspek yang harus dibenahi adalah personel. Sudah seharusnya setiap personel Angkatan Laut, apalagi perwira harus mempunyai identitas dan karakter Angkatan Laut. Itulah yang membedakannya dengan perwira angkatan lainnya. Yang membedakan bukan sekedar PDU dan PDH, tetapi juga harus identitas dan karakter.
Menghadapi kondisi saat ini, salah satu cara paling mendasar untuk membangun identitas dan karakter Angkatan Laut adalah pada pendidikan pembentukan. Bahwa identitas dan karakter tersebut harus terus diasah ketika mereka sudah berkarir di Angkatan Laut, memang betul dan hal itu relatif tidak sesulit saat membentuk mereka. Sebab dalam karir, setiap perwira harus menempuh sejumlah pendidikan penjenjangan di Angkatan Laut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana membersihkan “kontaminasi” saat pendidikan pembentukan.
Selain itu, penting untuk dipahami bahwa identitas dan karakter Angkatan Laut dapat dipertahankan dan dipertajam apabila dukungan sistem senjata Angkatan Laut juga memadai. Ketika masuk ke sini, mau tidak mau akan berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam membangun Angkatan Laut negeri ini. Sudah pasti bukan hal yang membanggakan bila para awak kapal perang sudah tidak berlayar lebih dari enam bulan hanya karena dukungan pemeliharaan yang tidak lancar dari pemerintah. Bukan pula hal yang membanggakan apabila personel Angkatan Laut yang harusnya beroperasi di laut lebih banyak berada di darat karena kapal perangnya tidak siap beroperasi.
Situasi demikian dapat dipastikan akan mempengaruhi moral para pelaut. Kondisi ini pernah terjadi pada akhir 1960-an, ketika pemerintah tidak sanggup memperbaiki kapal perang eks Uni Soviet dan mengambil kebijakan menghapus kapal perang itu dari jajaran armada. Apa yang terjadi pada 1960-an akan berulang dalam jangka 10 tahun dari sekarang apabila kebijakan pemerintah terhadap pembangunan kekuatan Angkatan Laut masih “begini-begini saja”.
Singkatnya, upaya untuk memperkuat identitas dan karakter Angkatan Laut tidak mudah. Selain faktor internal, pengaruh faktor eksternal Angkatan Laut jauh lebih besar. Dan faktor eksternal tersebut terkait dengan politik, dalam hal ini kebijakan pemerintah. Sehingga dari situ timbul pertanyaan, apakah memang pemerintah tidak berniat mempunyai Angkatan Laut yang kuat dan mampu mengamankan kepentingan nasional?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar