All hands,
Suatu hal yang kontradiktif tengah terjadi di kawasan Asia Tenggara dalam hal pembangunan kekuatan laut. Indonesia yang hingga awal 1990-an mempunyai Angkatan Laut yang sangat diperhitungkan di wilayah ini, kini tengah mengalami kemunduran secara teratur dan sepertinya akan terus berlanjut hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Sebaliknya, Angkatan Laut di kawasan yang sampai awal 1990-an tidak ada “apa-apanya” dibandingkan dengan kekuatan laut Indonesia sekarang justru terus membangun kekuatannya dan menempatkan Indonesia pada posisi yang semakin tidak diperhitungkan.
Merupakan suatu pertanyaan mengapa hal demikian terjadi. Kalau ada pihak yang mengaitkannya dengan anggaran, berarti pihak tersebut tidak paham dengan Angkatan Laut. Jawaban cerdasnya tidak lain dan tidak bukan adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak melihat arti penting laut. Dan cara pandang demikian masih dianut hingga detik ini. Kalau soal contoh, silakan lihat berapa persen kesuksesan program pengembangan material matra laut pada Renstra Angkatan Laut 2005-2009.
Dengan kondisi seperti ini, nampaknya dalam kurun waktu 10 tahun dari sekarang Angkatan Laut Negeri Nusantara akan kembali mengulangi pengalaman sejarah pada masa 1966-1979. Pada masa itu, kekuatan laut Indonesia nyaris lumpuh karena menurunnya kualitas hubungan diplomatik dengan Uni Soviet sebagai pemasok utama sistem senjata Angkatan Laut.
Di masa 10 tahun ke depan, situasi demikian nampaknya akan terulang lagi namun dengan penyebab yang berbeda. Penyebabnya kali ini adalah ketidakberpihakan pemerintahan-pemerintahan hasil pilihan rakyat melalui proses yang demokratis terhadap pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Akibatnya, upaya mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim akan dilakukan seminimum mungkin. Mungkin upaya yang paling keras cuma protes lewat jalur diplomatik tanpa diiringi kemampuan Angkatan Laut untuk menindak di lapangan.
Situasi terburuk seperti itu bisa dihindari apabila pemerintahan Indonesia periode 2009-2014 mengambil kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan periode 2004-2009. Namun apakah hal demikian akan terjadi?
Bila harapan demikian tidak terwujud, satu-satunya harapan adalah pada pemerintahan 2014-2019 yang dipastikan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Bila tidak juga berpihak kepada Angkatan Laut, upaya untuk mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan laut mungkin hanya semata-mata mengandalkan doa saja. Sebagai umat yang beriman, kita tentu percaya terhadap kekuatan doa. Namun keyakinan kita juga mengajarkan bahwa setiap doa harus diiringi dengan usaha.
Suatu hal yang kontradiktif tengah terjadi di kawasan Asia Tenggara dalam hal pembangunan kekuatan laut. Indonesia yang hingga awal 1990-an mempunyai Angkatan Laut yang sangat diperhitungkan di wilayah ini, kini tengah mengalami kemunduran secara teratur dan sepertinya akan terus berlanjut hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Sebaliknya, Angkatan Laut di kawasan yang sampai awal 1990-an tidak ada “apa-apanya” dibandingkan dengan kekuatan laut Indonesia sekarang justru terus membangun kekuatannya dan menempatkan Indonesia pada posisi yang semakin tidak diperhitungkan.
Merupakan suatu pertanyaan mengapa hal demikian terjadi. Kalau ada pihak yang mengaitkannya dengan anggaran, berarti pihak tersebut tidak paham dengan Angkatan Laut. Jawaban cerdasnya tidak lain dan tidak bukan adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak melihat arti penting laut. Dan cara pandang demikian masih dianut hingga detik ini. Kalau soal contoh, silakan lihat berapa persen kesuksesan program pengembangan material matra laut pada Renstra Angkatan Laut 2005-2009.
Dengan kondisi seperti ini, nampaknya dalam kurun waktu 10 tahun dari sekarang Angkatan Laut Negeri Nusantara akan kembali mengulangi pengalaman sejarah pada masa 1966-1979. Pada masa itu, kekuatan laut Indonesia nyaris lumpuh karena menurunnya kualitas hubungan diplomatik dengan Uni Soviet sebagai pemasok utama sistem senjata Angkatan Laut.
Di masa 10 tahun ke depan, situasi demikian nampaknya akan terulang lagi namun dengan penyebab yang berbeda. Penyebabnya kali ini adalah ketidakberpihakan pemerintahan-pemerintahan hasil pilihan rakyat melalui proses yang demokratis terhadap pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Akibatnya, upaya mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim akan dilakukan seminimum mungkin. Mungkin upaya yang paling keras cuma protes lewat jalur diplomatik tanpa diiringi kemampuan Angkatan Laut untuk menindak di lapangan.
Situasi terburuk seperti itu bisa dihindari apabila pemerintahan Indonesia periode 2009-2014 mengambil kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan periode 2004-2009. Namun apakah hal demikian akan terjadi?
Bila harapan demikian tidak terwujud, satu-satunya harapan adalah pada pemerintahan 2014-2019 yang dipastikan berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Bila tidak juga berpihak kepada Angkatan Laut, upaya untuk mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan laut mungkin hanya semata-mata mengandalkan doa saja. Sebagai umat yang beriman, kita tentu percaya terhadap kekuatan doa. Namun keyakinan kita juga mengajarkan bahwa setiap doa harus diiringi dengan usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar