All hands,
Selama beberapa tahun terakhir, pengadaan sistem senjata Angkatan Laut mengalami hambatan yang luar biasa. Hambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berlikunya alokasi anggaran, hambatan birokratis dan juga tekanan dari kekuatan luar yang tidak suka melihat Angkatan Laut Indonesia maju dan berkembang. Namun perlu pula diperhatikan bahwa ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pengadaan tersebut.
Faktor yang dimaksud adalah sikap yang jelas dan tegas dari pemimpin nasional. Apabila selama ini proses pengadaan sistem senjata Angkatan Laut terhambat, satu faktor penting penyebab menyangkut soal sikap tersebut. Tanpa itu, rencana pembangunan kekuatan Angkatan Laut akan jalan di tempat dan kekuatan laut Indonesia makin menjadi pecundang di kawasan Asia Tenggara.
Di masa lalu, dengan segala kekurangannya, pemimpin nasional berani mengambil sikap jelas dan tegas menyangkut pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Hasilnya antara lain masuknya 39 kapal perang eks Jerman Timur, meskipun mendapat penentangan keras di dalam negeri. Lepas bahwa setelah itu Indonesia harus menginvestasikan sejumlah besar dana untuk memperbaiki kapal perang tersebut, namun sekarang kapal perang itu menjadi salah satu tumpuan Angkatan Laut untuk mengamankan kepentingan nasional.
Karena sikap tegas pula, Indonesia mendapatkan kapal selam dari Jerman Barat pada awal 1980-an. Begitu pula dengan sejumlah kapal atas air jenis fregat dan korvet. Dan hasil pengadaan itu hingga sekarang masih menjadi tulang punggung kekuatan laut Indonesia.
Situasi dunia sekarang memang sudah berubah jauh. Perang Dingin sudah lewat, dunia tidak lagi bipolar tetapi multipolar. Amerika Serikat memang masih mempunyai kekuatan militer terkuat di muka bumi, namun kekuatan politik dan ekonominya sudah diimbangi oleh negara-negara lain. Dalam soal pengadaan alutsista, pilihan bagi Indonesia terbuka lebar dibandingkan di masa Perang Dingin.
Ketika pasar terbuka lebar, berarti ada pihak-pihak yang bersaing menawarkan yang terbaik dari sistem senjata mereka bagi Angkatan Laut negeri ini. Tinggal bagaimana Indonesia menyikapi tawaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan operasional Angkatan Laut di lapangan diiringi pertimbangan politik yang komprehensif. Sehingga kasus seperti embargo senjata tidak terulang kembali di masa depan.
Tekanan politik dari negara tertentu ketika Indonesia memperkuat Angkatan Lautnya dengan sistem senjata tertentu tidak bisa dihindari. Menghadapi tekanan tersebut, dibutuhkan keteguhan sikap dalam konteks kepentingan nasional. Angkatan Laut adalah instrumen untuk mengamankan kepentingan nasional. Tanpa keteguhan sikap dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut, sulit bagi Angkatan Laut Indonesia untuk maju.
Selama beberapa tahun terakhir, pengadaan sistem senjata Angkatan Laut mengalami hambatan yang luar biasa. Hambatan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berlikunya alokasi anggaran, hambatan birokratis dan juga tekanan dari kekuatan luar yang tidak suka melihat Angkatan Laut Indonesia maju dan berkembang. Namun perlu pula diperhatikan bahwa ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap pengadaan tersebut.
Faktor yang dimaksud adalah sikap yang jelas dan tegas dari pemimpin nasional. Apabila selama ini proses pengadaan sistem senjata Angkatan Laut terhambat, satu faktor penting penyebab menyangkut soal sikap tersebut. Tanpa itu, rencana pembangunan kekuatan Angkatan Laut akan jalan di tempat dan kekuatan laut Indonesia makin menjadi pecundang di kawasan Asia Tenggara.
Di masa lalu, dengan segala kekurangannya, pemimpin nasional berani mengambil sikap jelas dan tegas menyangkut pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Hasilnya antara lain masuknya 39 kapal perang eks Jerman Timur, meskipun mendapat penentangan keras di dalam negeri. Lepas bahwa setelah itu Indonesia harus menginvestasikan sejumlah besar dana untuk memperbaiki kapal perang tersebut, namun sekarang kapal perang itu menjadi salah satu tumpuan Angkatan Laut untuk mengamankan kepentingan nasional.
Karena sikap tegas pula, Indonesia mendapatkan kapal selam dari Jerman Barat pada awal 1980-an. Begitu pula dengan sejumlah kapal atas air jenis fregat dan korvet. Dan hasil pengadaan itu hingga sekarang masih menjadi tulang punggung kekuatan laut Indonesia.
Situasi dunia sekarang memang sudah berubah jauh. Perang Dingin sudah lewat, dunia tidak lagi bipolar tetapi multipolar. Amerika Serikat memang masih mempunyai kekuatan militer terkuat di muka bumi, namun kekuatan politik dan ekonominya sudah diimbangi oleh negara-negara lain. Dalam soal pengadaan alutsista, pilihan bagi Indonesia terbuka lebar dibandingkan di masa Perang Dingin.
Ketika pasar terbuka lebar, berarti ada pihak-pihak yang bersaing menawarkan yang terbaik dari sistem senjata mereka bagi Angkatan Laut negeri ini. Tinggal bagaimana Indonesia menyikapi tawaran tersebut disesuaikan dengan kebutuhan operasional Angkatan Laut di lapangan diiringi pertimbangan politik yang komprehensif. Sehingga kasus seperti embargo senjata tidak terulang kembali di masa depan.
Tekanan politik dari negara tertentu ketika Indonesia memperkuat Angkatan Lautnya dengan sistem senjata tertentu tidak bisa dihindari. Menghadapi tekanan tersebut, dibutuhkan keteguhan sikap dalam konteks kepentingan nasional. Angkatan Laut adalah instrumen untuk mengamankan kepentingan nasional. Tanpa keteguhan sikap dan keberpihakan terhadap Angkatan Laut, sulit bagi Angkatan Laut Indonesia untuk maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar