10 November 2009

Saling Ketergantungan Antara Pertamina-Angkatan Laut

All hands,
Ketika membahas soal hubungan antara Pertamina selaku BUMN migas dengan militer negeri ini, khususnya Angkatan Laut maka yang pasti mengedepan adalah soal utang BBM Angkatan Laut kepada BUMN tersebut. Dalam situasi ini, Pertamina sebagai BUMN merasa di atas angin. Tidak heran bila BUMN ini berani mengurangi pasokan BBM bagi Angkatan Laut, sehingga mempengaruhi rencana operasi Angkatan Laut secara keseluruhan untuk hadir di laut.
Kondisi ini menggelitik pertanyaan, apakah betul hanya Angkatan Laut saja yang tergantung pada pasokan BUMN migas ini. Apakah Pertamina tidak mempunyai ketergantungan kepada Angkatan Laut? Boleh saja ada pihak yang berpendapat bahwa BUMN ini tidak punya ketergantungan terhadap Angkatan Laut, akan tetapi pendapat saya berbeda.
Berbicara tentang BBM bukan semata soal produksi, tetapi mencakup pula masalah distribusi. Seberapa besar pun kapasitas produksi BBM kilang Pertamina, tidak akan ada artinya tanpa didukung oleh distribusi. Ketika menyinggung soal rantai distribusi, di situlah titik ketergantungan BUMN yang di masa lalu pernah dihinggapi kasus korupsi yang menghebohkan ini terhadap Angkatan Laut.
Sebab suka atau tidak suka, distribusi BBM sebagian mengandalkan pada jalur laut. Jalur distribusi tersebut terbentang dari unit pengolahan/kilang minyak menuju ke terminal back loading, terminal transit dan depot-depot BBM. Terdapat delapan unit pengolahan/kilang minyak Pertamina di Indonesia, yaitu Pangkalan Brandan, Dumai, Sungai Pakning, Balongan, Cilacap, Cepu, Balikpapan dan Kasim. Sedangkan terminal transit ada lima yakni Teluk Kabung, Tanjung Gurem, Kalbut, Manggis dan Wayame.
Bila selama ini jalur distribusi Pertamina di dalam negeri lewat laut tidak mengalami gangguan, apakah hal itu tercipta tanpa kontribusi Angkatan Laut? Apakah ada kekuatan yang di dalam negeri yang bisa mengandalkan jalur distribusi minyak lewat laut selain Angkatan Laut? Mungkin saja perusahaan migas ini “mengundang” pihak yang tidak berkompeten di laut namun berupaya diri untuk memproklamasikan diri sebagai Coast Guard Indonesia, tetapi bagaimana pun “undangan” itu tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Tidak ada pilihan lain untuk mengamankan perairan yurisdiksi Indonesia, termasuk jalur distribusi Pertamina kecuali berpaling kepada Angkatan Laut.
Putusnya jalur distribusi BBM di negeri ini implikasinya bukan soal kerugian bisnis Pertamina, tetapi kelangsungan logistik nasional. Soal perusahaan ini mau untung atau rugi, Angkatan Laut tidak punya urusan. Tetapi ketika sudah menyentuh logistik nasional yang berarti hajat hidup bangsa ini, tidak ada pilihan bagi Angkatan Laut kecuali harus turun tangan lewat penggunaan kekuatan laut.
Bertolak dari ilustrasi singkat ini, pesannya adalah agar Pertamina sebagai BUMN dan para penentu kebijakan soal BUMN berpikir dalam konteks kepentingan nasional. Bukan semata bingkai sektoral yaitu untung rugi perusahaan. Soal kecil seperti utang sebenarnya bisa diatur apabila pihak yang berada di atas Pertamina mau berpikir lebih bijak dalam bingkai kepentingan nasional.

Tidak ada komentar: