All hands,
Pada 18 Januari 2010 dilaksanakan AUSMIN 2010 di Australia. AUSMIN adalah Australia-United States Ministerial Consultations yang melibatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara. Setiap tahun, penyelenggaran AUSMIN selalu bergilir antara di Australia dengan di Amerika Serikat.
Tentu konsultasi yang melibatkan dua menteri sekaligus dari masing-masing negara menggambarkan kualitas hubungan Australia-Amerika Serikat. Bandingkan dengan Indonesia, yang mana forum USIDSD hanyalah forum setingkat Direktur Jenderal yang melibatkan pejabat Departemen Pertahanan kedua negara. Tentu menjadi pertanyaan mungkinkah di masa depan kualitas hubungan pertahanan Indonesia-Amerika Serikat bisa ditingkatkan. Sehingga nantinya konsultasi keamanan kedua negara ditingkatkan tingkatnya dari pejabat setara Direktur Jenderal menjadi antar Menteri Pertahanan.
Jawabannya mudah yakni bisa saja. Asal ada kemauan politik dari Indonesia untuk think out of the box. Mempererat kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat dari sudut pandang kepentingan nasional sebenarnya sangat relevan. Entah kalau dari sudut pandang kebijakan luar negeri bebas aktif.
Seperti disebutkan sebelumnya, AUSMIN melibatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara. Hal ini sepertinya sulit di Indonesia, sebab ada kesan kuat bahwa aspirasi antara blok pertahanan dan blok luar negeri masih sulit untuk dipertemukan. Mendudukkan Menteri Pertahanan dengan Menteri Luar Negeri satu meja dan berbicara dalam “bahasa yang sama” masih bagaikan pungguk merindukan bulan di Indonesia.
Pertanyaannya, mengapa di negara lain keduanya bisa berbicara dalam “bahasa yang sama”? Jawabannya tidak sulit untuk ditemukan, yaitu apabila sudah satu persepsi dalam mencapai dan mengamankan kepentingan nasional. Ketika kita menyentuh isu kepentingan nasional, pendekatan apapun dibenarkan!!! Penggunaan instrumen apapun dibenarkan!!!
Pemahaman yang seperti ini masih sulit ditanamkan di Indonesia, khususnya pada birokrat sipil. Apalagi apabila ada birokrat sipil tertentu yang tidak mau mengikuti pendidikan reguler di Lemhannas seperti yang terjadi selama ini. Sebab di sana, lepas dari kekurangan lembaga itu, birokrat sipil diajak berpikir nasional dan tidak semata sektoral lagi.
Pada 18 Januari 2010 dilaksanakan AUSMIN 2010 di Australia. AUSMIN adalah Australia-United States Ministerial Consultations yang melibatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara. Setiap tahun, penyelenggaran AUSMIN selalu bergilir antara di Australia dengan di Amerika Serikat.
Tentu konsultasi yang melibatkan dua menteri sekaligus dari masing-masing negara menggambarkan kualitas hubungan Australia-Amerika Serikat. Bandingkan dengan Indonesia, yang mana forum USIDSD hanyalah forum setingkat Direktur Jenderal yang melibatkan pejabat Departemen Pertahanan kedua negara. Tentu menjadi pertanyaan mungkinkah di masa depan kualitas hubungan pertahanan Indonesia-Amerika Serikat bisa ditingkatkan. Sehingga nantinya konsultasi keamanan kedua negara ditingkatkan tingkatnya dari pejabat setara Direktur Jenderal menjadi antar Menteri Pertahanan.
Jawabannya mudah yakni bisa saja. Asal ada kemauan politik dari Indonesia untuk think out of the box. Mempererat kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat dari sudut pandang kepentingan nasional sebenarnya sangat relevan. Entah kalau dari sudut pandang kebijakan luar negeri bebas aktif.
Seperti disebutkan sebelumnya, AUSMIN melibatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara. Hal ini sepertinya sulit di Indonesia, sebab ada kesan kuat bahwa aspirasi antara blok pertahanan dan blok luar negeri masih sulit untuk dipertemukan. Mendudukkan Menteri Pertahanan dengan Menteri Luar Negeri satu meja dan berbicara dalam “bahasa yang sama” masih bagaikan pungguk merindukan bulan di Indonesia.
Pertanyaannya, mengapa di negara lain keduanya bisa berbicara dalam “bahasa yang sama”? Jawabannya tidak sulit untuk ditemukan, yaitu apabila sudah satu persepsi dalam mencapai dan mengamankan kepentingan nasional. Ketika kita menyentuh isu kepentingan nasional, pendekatan apapun dibenarkan!!! Penggunaan instrumen apapun dibenarkan!!!
Pemahaman yang seperti ini masih sulit ditanamkan di Indonesia, khususnya pada birokrat sipil. Apalagi apabila ada birokrat sipil tertentu yang tidak mau mengikuti pendidikan reguler di Lemhannas seperti yang terjadi selama ini. Sebab di sana, lepas dari kekurangan lembaga itu, birokrat sipil diajak berpikir nasional dan tidak semata sektoral lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar