All hands,
Kemajuan teknologi yang terkait dengan sistem senjata serta peredaran produk teknologi itu di pasaran internasional melahirkan kekhawatiran tersendiri bagi negara-negara maju. Mereka khawatir sistem senjata hasil kemajuan teknologi itu akan makan tuan, seperti kasus Exocet MM-39 Angkatan Udara Argentina yang melumpuhkan kapal perang Inggris HMS Sheffield (D-80). Sebab sistem senjata itu memberikan kemampuan kepada negara-negara berkembang untuk mengembangkan kemampuan anti akses.
Sehingga wajar bila kini penjualan sistem senjata kepada Angkatan Laut negara-negara berkembang yang dapat digunakan untuk kepentingan anti akses sangat dikontrol. Hanya negara-negara berkembang yang digolongkan sebagai sekutu dan teman yang dapat memperoleh sistem senjata itu. Sistem senjata yang dimaksud di sini bukan semata rudal saja, tetapi mencakup pula pendukungnya seperti surveillance radar, fire control radar dan combat system management.
Indonesia yang di masa lalu relatif mudah mengakses sistem senjata yang mempunyai kemampuan anti akses kini tidak lagi menikmati kemudahan itu dari negara-negara Barat. Akibatnya, daya tangkal pada kapal perang yang memperkuat Angkatan Laut negeri ini mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Sebab sebagian besar sistem senjata yang ada di kapal perang itu kini telah kadaluarsa. Menurunnya kemampuan penangkalan diikuti oleh meningkatnya ancaman dan tantangan di laut yang muncul dari negara-negara di sekeliling Indonesia
Untuk menghadapi situasi demikian, Indonesia berpaling pada sistem senjata buatan Rusia dan Cina. Misalnya pengadaan rudal P-800 Onix alias Yakhont dari Rusia dan rudal C-802 dan C-705 asal Negeri Tirai Bambu. Pembelian dari dua negeri yang menjadi pesaing Uwak Sam itu diharapkan mampu mendongkrak kembali kemampuan penangkalan Indonesia.
Eksistensi rudal buatan Rusia dan Cina dalam arsenal Angkatan Laut negeri ini harus dieksploitasi secara optimal. Misalnya menghadirkan kapal perang yang menggendong rudal Yakhont di perairan sekitar Selat Malaka dan Selat Singapura secara rutin. Bisa pula menghadirkan kapal perang yang bersenjatakan C-802 di perairan Selat Lombok, Selat Ombai dan Laut Sulawesi secara rutin pula. Hal itu penting untuk unjuk kekuatan, sebab negara-negara di sekitar Indonesia hanya paham dengan bahasa kekuatan, bukan bahasa diplomasi yang bertumpu pada soft power.
Hingga awal 1990-an, selalu ada pemandangan indah di sekitar Selat Singapura apabila kapal perang Indonesia jenis kombatan melintas di sana. Sebagian kapal perang Negeri The Red Dot akan keluar dari pangkalannya dalam kondisi peran tempur mengawasi gerak-gerik kapal kombatan Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa kapal perang negeri ini sebenarnya mempunyai kemampuan penangkalan yang diperhitungkan oleh pihak lain apabila sistem senjatanya memadai dan tidak ketinggalan teknologi.
Pemandangan indah tersebut sangat besar peluangnya untuk diulangi kembali kini dan tahun-tahun ke depan. Syaratnya cuma satu, yaitu kita mampu mengeksploitasi kapal perang yang mengusung sistem senjata yang mematikan asal Rusia dan Cina.
Kemajuan teknologi yang terkait dengan sistem senjata serta peredaran produk teknologi itu di pasaran internasional melahirkan kekhawatiran tersendiri bagi negara-negara maju. Mereka khawatir sistem senjata hasil kemajuan teknologi itu akan makan tuan, seperti kasus Exocet MM-39 Angkatan Udara Argentina yang melumpuhkan kapal perang Inggris HMS Sheffield (D-80). Sebab sistem senjata itu memberikan kemampuan kepada negara-negara berkembang untuk mengembangkan kemampuan anti akses.
Sehingga wajar bila kini penjualan sistem senjata kepada Angkatan Laut negara-negara berkembang yang dapat digunakan untuk kepentingan anti akses sangat dikontrol. Hanya negara-negara berkembang yang digolongkan sebagai sekutu dan teman yang dapat memperoleh sistem senjata itu. Sistem senjata yang dimaksud di sini bukan semata rudal saja, tetapi mencakup pula pendukungnya seperti surveillance radar, fire control radar dan combat system management.
Indonesia yang di masa lalu relatif mudah mengakses sistem senjata yang mempunyai kemampuan anti akses kini tidak lagi menikmati kemudahan itu dari negara-negara Barat. Akibatnya, daya tangkal pada kapal perang yang memperkuat Angkatan Laut negeri ini mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir. Sebab sebagian besar sistem senjata yang ada di kapal perang itu kini telah kadaluarsa. Menurunnya kemampuan penangkalan diikuti oleh meningkatnya ancaman dan tantangan di laut yang muncul dari negara-negara di sekeliling Indonesia
Untuk menghadapi situasi demikian, Indonesia berpaling pada sistem senjata buatan Rusia dan Cina. Misalnya pengadaan rudal P-800 Onix alias Yakhont dari Rusia dan rudal C-802 dan C-705 asal Negeri Tirai Bambu. Pembelian dari dua negeri yang menjadi pesaing Uwak Sam itu diharapkan mampu mendongkrak kembali kemampuan penangkalan Indonesia.
Eksistensi rudal buatan Rusia dan Cina dalam arsenal Angkatan Laut negeri ini harus dieksploitasi secara optimal. Misalnya menghadirkan kapal perang yang menggendong rudal Yakhont di perairan sekitar Selat Malaka dan Selat Singapura secara rutin. Bisa pula menghadirkan kapal perang yang bersenjatakan C-802 di perairan Selat Lombok, Selat Ombai dan Laut Sulawesi secara rutin pula. Hal itu penting untuk unjuk kekuatan, sebab negara-negara di sekitar Indonesia hanya paham dengan bahasa kekuatan, bukan bahasa diplomasi yang bertumpu pada soft power.
Hingga awal 1990-an, selalu ada pemandangan indah di sekitar Selat Singapura apabila kapal perang Indonesia jenis kombatan melintas di sana. Sebagian kapal perang Negeri The Red Dot akan keluar dari pangkalannya dalam kondisi peran tempur mengawasi gerak-gerik kapal kombatan Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa kapal perang negeri ini sebenarnya mempunyai kemampuan penangkalan yang diperhitungkan oleh pihak lain apabila sistem senjatanya memadai dan tidak ketinggalan teknologi.
Pemandangan indah tersebut sangat besar peluangnya untuk diulangi kembali kini dan tahun-tahun ke depan. Syaratnya cuma satu, yaitu kita mampu mengeksploitasi kapal perang yang mengusung sistem senjata yang mematikan asal Rusia dan Cina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar