All hands,
Peran Angkatan Laut di beberapa negara dalam merespon krisis dan kontinjensi yang terjadi tidak diragukan lagi. Ketika terjadi krisis dan kontinjensi yang berkaitan dengan kepentingan nasional negara-negara itu, kekuatan Angkatan Laut akan segera disebarkan ke kawasan krisis dan kontinjensi. Entah kawasan itu berada di wilayah yurisdiksinya ataupun di luar negeri.
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, ketika terjadi krisis dan kontinjensi di wilayah kedaulatannya sendiri, kekuatan pertama yang disebarkan bukan Angkatan Laut. Kalau di masa lalu kekuatan yang dikirim adalah Angkatan Darat, kini yang dikirim adalah sipil bersenjata yaitu polisi. Alasannya, setiap krisis dan kontinjensi terkait dengan kamtibmas atau keamanan internal. Padahal tidak sedikit dari krisis dan kontinjensi yang sudah bersentuhan dengan kepentingan nasional, sehingga tidak pantas bila yang disebarkan bukan kekuatan militer.
Pola seperti ini sudah seharusnya diakhirinya. Ketika muncul krisis dan kontinjensi yang terkait langsung dengan kepentingan nasional, semestinya kekuatan yang disebarkan adalah militer. Dalam hal ini, kekuatan Angkatan Laut sepantasnya disebarkan per kesempatan pertama, sebab dapat dipastikan di sekitar wilayah krisis dan kontinjensi terdapat kapal perang yang tengah melaksanakan patroli rutin.
Kenapa harus kekuatan Angkatan Laut? Dari segi kesiagaan, kekuatan Angkatan Laut dalam hal ini kapal perang sudah pasti berada pada kondisi siap, sebab sebagian unsur kapal perang tengah berpatroli rutin di laut. Tinggal diperintahkan saja bertolak ke wilayah krisis dan kontinjensi, seketika itu juga haluan kapal perang akan diarahkan ke kawasan itu.
Bandingkan dengan kekuatan Angkatan Darat, apalagi sipil bersenjata milik negara. Mereka masih harus konsinyering di markas masing-masing, belum lagi harus berkoordinasi dengan Angkatan Udara untuk kepentingan pergeseran kekuatan. Semua itu memerlukan waktu lebih dari 24 jam. Sementara untuk merespon krisis dan kontinjensi dibutuhkan kehadiran kekuatan dalam waktu cepat, karena ini adalah persoalan politik dan keamanan yang apabila keliru ditangani pada 24 jam pertama akan berimplikasi negatif pada waktu-waktu selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, perlu dikaji kembali eksistensi Kimar Apung. Dengan adanya Kimar Apung, daya pukul dan daya tangkal kekuatan Angkatan Laut lebih meningkat ketika dihadapkan terhadap krisis dan kontinjensi. Dengan hadirnya kapal perang baru tipe LPD, kenyamanan personel Kimar Apung akan lebih bagus dibandingkan di masa lalu ketika mereka harus onboard di kapal perang tipe LST yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan LPD.
Peran Angkatan Laut di beberapa negara dalam merespon krisis dan kontinjensi yang terjadi tidak diragukan lagi. Ketika terjadi krisis dan kontinjensi yang berkaitan dengan kepentingan nasional negara-negara itu, kekuatan Angkatan Laut akan segera disebarkan ke kawasan krisis dan kontinjensi. Entah kawasan itu berada di wilayah yurisdiksinya ataupun di luar negeri.
Di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, ketika terjadi krisis dan kontinjensi di wilayah kedaulatannya sendiri, kekuatan pertama yang disebarkan bukan Angkatan Laut. Kalau di masa lalu kekuatan yang dikirim adalah Angkatan Darat, kini yang dikirim adalah sipil bersenjata yaitu polisi. Alasannya, setiap krisis dan kontinjensi terkait dengan kamtibmas atau keamanan internal. Padahal tidak sedikit dari krisis dan kontinjensi yang sudah bersentuhan dengan kepentingan nasional, sehingga tidak pantas bila yang disebarkan bukan kekuatan militer.
Pola seperti ini sudah seharusnya diakhirinya. Ketika muncul krisis dan kontinjensi yang terkait langsung dengan kepentingan nasional, semestinya kekuatan yang disebarkan adalah militer. Dalam hal ini, kekuatan Angkatan Laut sepantasnya disebarkan per kesempatan pertama, sebab dapat dipastikan di sekitar wilayah krisis dan kontinjensi terdapat kapal perang yang tengah melaksanakan patroli rutin.
Kenapa harus kekuatan Angkatan Laut? Dari segi kesiagaan, kekuatan Angkatan Laut dalam hal ini kapal perang sudah pasti berada pada kondisi siap, sebab sebagian unsur kapal perang tengah berpatroli rutin di laut. Tinggal diperintahkan saja bertolak ke wilayah krisis dan kontinjensi, seketika itu juga haluan kapal perang akan diarahkan ke kawasan itu.
Bandingkan dengan kekuatan Angkatan Darat, apalagi sipil bersenjata milik negara. Mereka masih harus konsinyering di markas masing-masing, belum lagi harus berkoordinasi dengan Angkatan Udara untuk kepentingan pergeseran kekuatan. Semua itu memerlukan waktu lebih dari 24 jam. Sementara untuk merespon krisis dan kontinjensi dibutuhkan kehadiran kekuatan dalam waktu cepat, karena ini adalah persoalan politik dan keamanan yang apabila keliru ditangani pada 24 jam pertama akan berimplikasi negatif pada waktu-waktu selanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, perlu dikaji kembali eksistensi Kimar Apung. Dengan adanya Kimar Apung, daya pukul dan daya tangkal kekuatan Angkatan Laut lebih meningkat ketika dihadapkan terhadap krisis dan kontinjensi. Dengan hadirnya kapal perang baru tipe LPD, kenyamanan personel Kimar Apung akan lebih bagus dibandingkan di masa lalu ketika mereka harus onboard di kapal perang tipe LST yang ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan LPD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar