All hands,
Sejak Desember 2009, ketiga matra militer Indonesia telah menyerahkan rancangan minimum essential force mereka beserta berapa kebutuhan anggaran untuk mewujudkan kekuatan tersebut. Berdasarkan perhitungan sementara, total dana yang dibutuhkan oleh ketiga matra TNI bagi pemenuhan MEF mencapai hampir Rp.300 trilyun. Soal detailnya tidak bisa diungkap di sini, namun yang pasti kebutuhan Angkatan Laut dan Angkatan Udara masing-masing mendekati plafon Rp.100 trilyun.
Dana sebesar itu bagi tiap matra digunakan untuk dua hal, yaitu pengadaan sistem senjata dan pembangunan infrastruktur guna mendukung sistem senjata tersebut. Dengan kata lain, peruntukan anggaran bagi MEF hanya bagi dua pos itu saja.
Tentu saja muncul pertanyaan soal realisasi MEF itu. Misalnya berapa lama postur kekuatan yang dibangun akan tercapai. Menyangkut pertanyaan itu, jawabannya kembali kepada pemerintah, dalam hal ini pemerintahan sekarang dan setidaknya dua pemerintahan berikutnya. Sebab ada pandangan bahwa postur itu bisa dicapai setidaknya melalui tiga renstra. Artinya sekitar 15 tahun terhitung sejak 2010.
Pertanyaan berikutnya adalah seberapa mampu pemerintah menyiapkan Rp.300 trilyun dalam jangka waktu 15 tahun ke depan bagi kepentingan pembangunan kekuatan. Mengacu pada struktur anggaran pertahanan sekarang, dana untuk pembangunan kekuatan masih disatukan dengan anggaran bagi gaji, tunjangan dan lain sebagainya bagi para pelaut, Marinir, airmen dan prajurit. Artinya, total anggaran yang dibutuhkan selama waktu 15 tahun ke depan di atas Rp.300 trilyun, mungkin sekitar Rp.500 trilyun atau bahkan lebih.
Pertanyaan soal kemampuan pemerintah akan terkait dengan kinerja ekonomi nasional. Kalau menggunakan pendekatan konvensional seperti yang dipakai oleh pemerintah selama ini, rasanya mustahil pemerintah negeri ini bisa siapkan dana Rp.300 trilyun selama 15 tahun ke depan bagi modernisasi kekuatan pertahanan. Namun apabila menempuh pendekatan lain, tidak mustahil pembangunan kekuatan sesuai MEF akan tercapai.
Sekarang masalahnya kembali kepada pemerintah, baik yang kini berkuasa maupun yang akan berkuasa berikutnya. Ibarat penyakit kanker, kondisi pertahanan negeri ini sudah stadium IV. Untuk menghadapi situasi demikian, penyembuhannya tidak bisa lagi menggunakan resep-resep atau pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional selalu akan linear dan tidak akan mampu memberikan penyembuhan yang diharapkan.
Sejak Desember 2009, ketiga matra militer Indonesia telah menyerahkan rancangan minimum essential force mereka beserta berapa kebutuhan anggaran untuk mewujudkan kekuatan tersebut. Berdasarkan perhitungan sementara, total dana yang dibutuhkan oleh ketiga matra TNI bagi pemenuhan MEF mencapai hampir Rp.300 trilyun. Soal detailnya tidak bisa diungkap di sini, namun yang pasti kebutuhan Angkatan Laut dan Angkatan Udara masing-masing mendekati plafon Rp.100 trilyun.
Dana sebesar itu bagi tiap matra digunakan untuk dua hal, yaitu pengadaan sistem senjata dan pembangunan infrastruktur guna mendukung sistem senjata tersebut. Dengan kata lain, peruntukan anggaran bagi MEF hanya bagi dua pos itu saja.
Tentu saja muncul pertanyaan soal realisasi MEF itu. Misalnya berapa lama postur kekuatan yang dibangun akan tercapai. Menyangkut pertanyaan itu, jawabannya kembali kepada pemerintah, dalam hal ini pemerintahan sekarang dan setidaknya dua pemerintahan berikutnya. Sebab ada pandangan bahwa postur itu bisa dicapai setidaknya melalui tiga renstra. Artinya sekitar 15 tahun terhitung sejak 2010.
Pertanyaan berikutnya adalah seberapa mampu pemerintah menyiapkan Rp.300 trilyun dalam jangka waktu 15 tahun ke depan bagi kepentingan pembangunan kekuatan. Mengacu pada struktur anggaran pertahanan sekarang, dana untuk pembangunan kekuatan masih disatukan dengan anggaran bagi gaji, tunjangan dan lain sebagainya bagi para pelaut, Marinir, airmen dan prajurit. Artinya, total anggaran yang dibutuhkan selama waktu 15 tahun ke depan di atas Rp.300 trilyun, mungkin sekitar Rp.500 trilyun atau bahkan lebih.
Pertanyaan soal kemampuan pemerintah akan terkait dengan kinerja ekonomi nasional. Kalau menggunakan pendekatan konvensional seperti yang dipakai oleh pemerintah selama ini, rasanya mustahil pemerintah negeri ini bisa siapkan dana Rp.300 trilyun selama 15 tahun ke depan bagi modernisasi kekuatan pertahanan. Namun apabila menempuh pendekatan lain, tidak mustahil pembangunan kekuatan sesuai MEF akan tercapai.
Sekarang masalahnya kembali kepada pemerintah, baik yang kini berkuasa maupun yang akan berkuasa berikutnya. Ibarat penyakit kanker, kondisi pertahanan negeri ini sudah stadium IV. Untuk menghadapi situasi demikian, penyembuhannya tidak bisa lagi menggunakan resep-resep atau pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional selalu akan linear dan tidak akan mampu memberikan penyembuhan yang diharapkan.
1 komentar:
pendekatan non-tradisional apa coba?
Posting Komentar