All hands,
Para penerbang Angkatan Laut mempunyai beberapa sumber masuk, yaitu dari Akademi Angkatan Laut, IDP/PSDP dan Capa. Khusus yang terakhir ini adalah kebijakan tahun 1980-an yang sejak 1990-an sudah dihentikan, sehingga sekarang sumber pemasukan personel cuma dari Akademi Angkatan Laut dan PSDP. Dengan dinamika yang berkembang di dalam kekuatan udara Angkatan Laut, dalam beberapa tahun terakhir sekitar 30 penerbang yang mayoritas berasal dari sumber IDP/PSDP melakukan pensiun dini dan kemudian berkarir sebagai penerbang sipil di berbagai perusahaan penerbangan nasional.
Pengunduran diri mereka memang dilematis, sebab pada satu sisi tidak sedikit dari mereka yang telah memperoleh kualifikasi instruktur penerbang. Namun pada sisi lain, memang ada ketentuan dalam “kontrak” ketika mereka mengikuti IDP/PSDP bahwa setelah 10 tahun ikatan dinas, mereka mempunyai kesempatan untuk memilih mengundurkan diri atau melanjutkan karir di lingkungan Angkatan Laut. Posisi ini dari segi kepentingan Angkatan Laut secara global nampaknya merugikan.
Merupakan hal yang wajar kemudian bila muncul pemikiran agar Angkatan Laut tidak lagi menerima penerbang asal PSDP. Pemikiran demikian dapat dipahami, namun sepertinya sulit untuk direalisasikan. Mengapa begitu?
Sebab program PSDP adalah program Mabes TNI yang pendidikannya dilaksanakan oleh satuan pendidikan Angkatan Udara. Sejak beberapa tahun silam, penerbang lulusan PSDP cuma disalurkan ke Angkatan Laut dan Angkatan Darat, sedangkan Angkatan Udara kini hanya menerima penerbang lulusan Akademi Angkatan Udara. Artinya, Angkatan Laut harus mampu melobi dan meyakinkan Mabes TNI soal gagasannya untuk tidak menerima lagi penerbang asal PSDP. Kalau melihat situasi sekarang, nampaknya sulit untuk menggolkan gagasan tersebut, sebab PSDP adalah program terpusat yang mempunyai dampak pada anggaran.
Menurut hemat saya, agar tidak terjadi eksodus dari penerbang asal PSDP maka pembinaan mereka harus diperkuat. Misalnya semenjak dini harus diketahui apakah mereka masih berminat melanjutkan karir di lingkungan Angkatan Laut atau tidak setelah 10 tahun kontrak mereka berakhir. Apabila mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan karir, maka sebaiknya mereka tidak perlu dididik untuk menjadi instruktur dan atau menduduki jabatan komando seperti Dan Flight.
Pada sisi lain, nampaknya perlu pembenahan di dalam lingkungan penerbangan Angkatan Laut agar mereka merasa terwadahi kemampuannya. Seringkali karena merasa tidak terwadahi menjadi pemicu dari pengambilan keputusan untuk melanjutkan karir di penerbangan sipil.
Namun mereka juga harus melihat bahwa sebenarnya pengembangan karir mereka di Angkatan Laut sebenarnya tidak terbatas di lingkungan penerbangan saja. Hal yang terakhir ini seringkali kurang diperhatikan oleh mereka, sehingga ketika merasa ada hambatan di lingkungan penerbangan, serasa karir di Angkatan Laut sudah berakhir.
Para penerbang Angkatan Laut mempunyai beberapa sumber masuk, yaitu dari Akademi Angkatan Laut, IDP/PSDP dan Capa. Khusus yang terakhir ini adalah kebijakan tahun 1980-an yang sejak 1990-an sudah dihentikan, sehingga sekarang sumber pemasukan personel cuma dari Akademi Angkatan Laut dan PSDP. Dengan dinamika yang berkembang di dalam kekuatan udara Angkatan Laut, dalam beberapa tahun terakhir sekitar 30 penerbang yang mayoritas berasal dari sumber IDP/PSDP melakukan pensiun dini dan kemudian berkarir sebagai penerbang sipil di berbagai perusahaan penerbangan nasional.
Pengunduran diri mereka memang dilematis, sebab pada satu sisi tidak sedikit dari mereka yang telah memperoleh kualifikasi instruktur penerbang. Namun pada sisi lain, memang ada ketentuan dalam “kontrak” ketika mereka mengikuti IDP/PSDP bahwa setelah 10 tahun ikatan dinas, mereka mempunyai kesempatan untuk memilih mengundurkan diri atau melanjutkan karir di lingkungan Angkatan Laut. Posisi ini dari segi kepentingan Angkatan Laut secara global nampaknya merugikan.
Merupakan hal yang wajar kemudian bila muncul pemikiran agar Angkatan Laut tidak lagi menerima penerbang asal PSDP. Pemikiran demikian dapat dipahami, namun sepertinya sulit untuk direalisasikan. Mengapa begitu?
Sebab program PSDP adalah program Mabes TNI yang pendidikannya dilaksanakan oleh satuan pendidikan Angkatan Udara. Sejak beberapa tahun silam, penerbang lulusan PSDP cuma disalurkan ke Angkatan Laut dan Angkatan Darat, sedangkan Angkatan Udara kini hanya menerima penerbang lulusan Akademi Angkatan Udara. Artinya, Angkatan Laut harus mampu melobi dan meyakinkan Mabes TNI soal gagasannya untuk tidak menerima lagi penerbang asal PSDP. Kalau melihat situasi sekarang, nampaknya sulit untuk menggolkan gagasan tersebut, sebab PSDP adalah program terpusat yang mempunyai dampak pada anggaran.
Menurut hemat saya, agar tidak terjadi eksodus dari penerbang asal PSDP maka pembinaan mereka harus diperkuat. Misalnya semenjak dini harus diketahui apakah mereka masih berminat melanjutkan karir di lingkungan Angkatan Laut atau tidak setelah 10 tahun kontrak mereka berakhir. Apabila mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan karir, maka sebaiknya mereka tidak perlu dididik untuk menjadi instruktur dan atau menduduki jabatan komando seperti Dan Flight.
Pada sisi lain, nampaknya perlu pembenahan di dalam lingkungan penerbangan Angkatan Laut agar mereka merasa terwadahi kemampuannya. Seringkali karena merasa tidak terwadahi menjadi pemicu dari pengambilan keputusan untuk melanjutkan karir di penerbangan sipil.
Namun mereka juga harus melihat bahwa sebenarnya pengembangan karir mereka di Angkatan Laut sebenarnya tidak terbatas di lingkungan penerbangan saja. Hal yang terakhir ini seringkali kurang diperhatikan oleh mereka, sehingga ketika merasa ada hambatan di lingkungan penerbangan, serasa karir di Angkatan Laut sudah berakhir.
1 komentar:
Ga bisa dipungkiri bahwa pangkal dari semuanya terkait pada masalah kesejahteraan prajurit. Dengan kemampuan yang dimiliki + kesempatan yang ada, adalah manusiawi dan lumrah kalo orang akan berusaha untuk mencari enaknya selama tidak melanggar koridor yang ada. Memang yang ada sekarang terjadi kesenjangan yang sangat jauh bila kita membandingkan antara berkarier pada penerbangan sipil dengan penerbangan militer. Hemat saya, bukan solusi yang tepat pula untuk memunculkan ide untuk menghentikan penerimaan penerbal dari PSDP.justru sebenarnya akan lebih logis jika kita mengkritisi keberadaan Pendidikan IDP itu sendiri.Kasarannya,apakah masih perlu ada pendidikan IDP ato ga? karena toh masing2 angkatan+ Polri sudah memiliki masukan masing2 untuk memenuhi kebutuhan penerbangnya..Di sisi lain, perlu juga dipikir secara mendalam upaya konkrit untuk meningkatkan kesejateraan prajurit khususnya penerbang dari matra manapun sehingga tidak terpikir mencari celah untuk 'menyewakan' misi penerbangan militer untuk pihak sipil sebagai upaya mencari penghasilan tambahan maupun menjadi penerbang sipil yang saat ini memang memiliki kesejahteraan lebih baik dengan resiko tugas yang jauh lebih kecil ketimbang menjadi pilot militer
Posting Komentar