All hands,
Karena kebijakan pemerintah yang memprioritaskan (sebagian) pengadaan sistem senjata bagi militer Indonesia dari dalam negeri, industri pertahanan dan industri strategis Indonesia mengalami euforia tidak berdasar. Mereka “menuntut” agar militer negeri ini membeli sebagian besar sistem senjata dari mereka, dengan kata lain pengadaan dari luar negeri tidak diprioritaskan lagi. Selain itu, mereka juga “menuntut” agar pengadaan sistem senjata memenuhi skala keekonomian mereka.
Dua isu ini jelas patut diwaspadai. Pertama, kita semua paham sejauh mana kemampuan industri pertahanan dan industri strategis Indonesia. Artinya, bagi Angkatan Laut khusus pengadaan dari luar negeri merupakan pilihan mutlak. Sebab kebutuhan operasional Angkatan Laut saat ini dan ke depan tidak bisa menunggu industri tersebut bisa membuat kapal perang khususnya jenis kombatan dengan beragam subsistemnya seperti rudal, radar, sonar dan lain sebagainya. “Tuntutan” agar pengadaan semua sistem senjata berasal dari industri pertahanan dan industri strategis nasional sama saja dengan melumpuhkan pelan-pelan Angkatan Laut negeri ini.
Soal skala keekonomian. Skala keekonomian berarti harus dihitung berapa investasi yang sudah ditanam oleh industri pertahanan dan industri strategis untuk menciptakan suatu produk. Dari situ bisa direka pada jumlah produk keberapa akan mencapai impas, kapan pula akan mencetak keuntungan. Masalahnya adalah karena pasar industri pertahanan dan industri strategis adalah di dalam negeri, mustahil mereka akan mencapai skala keekonomian suatu produk. Dengan demikian, seharusnya mereka mencari pasar di luar negeri dan tidak sepenuhnya bergantung pada pasar di Indonesia.
Harus diingat bahwa Indonesia saat ini bukan Amerika Serikat sekarang.
Negeri Om Sam mempunyai kekuatan militer yang tersebar di seluruh dunia, kemudian tengah menggelar dua operasi di Afghanistan dan Irak. Dari situ bisa dihitung berapa kebutuhan militer akan MRAP, M-ATV, UAV, pesawat tempur, berbagai macam senapan serbu, pistol dan lain sebagainya. Sebab dalam operasi tempur, dipastikan sudah dihitung berapa persen kemungkinan suatu sistem senjata akan rusak baik karena akibat aksi lawan maupun karena masalah teknis.
Sementara Indonesia tidak menggelar operasi semacam Amerika Serikat. Kebutuhan akan sistem senjata tidak akan memenuhi skala keekonomian industri pertahanan dan industri strategis. Bertolak dari situ, apakah industri ini akan membebani anggaran pertahanan nantinya apabila setiap tahun militer Indonesia wajib membeli dari mereka ---lepas dari butuh atau tidak--- agar skala keekonomian mereka tercapai?
Karena kebijakan pemerintah yang memprioritaskan (sebagian) pengadaan sistem senjata bagi militer Indonesia dari dalam negeri, industri pertahanan dan industri strategis Indonesia mengalami euforia tidak berdasar. Mereka “menuntut” agar militer negeri ini membeli sebagian besar sistem senjata dari mereka, dengan kata lain pengadaan dari luar negeri tidak diprioritaskan lagi. Selain itu, mereka juga “menuntut” agar pengadaan sistem senjata memenuhi skala keekonomian mereka.
Dua isu ini jelas patut diwaspadai. Pertama, kita semua paham sejauh mana kemampuan industri pertahanan dan industri strategis Indonesia. Artinya, bagi Angkatan Laut khusus pengadaan dari luar negeri merupakan pilihan mutlak. Sebab kebutuhan operasional Angkatan Laut saat ini dan ke depan tidak bisa menunggu industri tersebut bisa membuat kapal perang khususnya jenis kombatan dengan beragam subsistemnya seperti rudal, radar, sonar dan lain sebagainya. “Tuntutan” agar pengadaan semua sistem senjata berasal dari industri pertahanan dan industri strategis nasional sama saja dengan melumpuhkan pelan-pelan Angkatan Laut negeri ini.
Soal skala keekonomian. Skala keekonomian berarti harus dihitung berapa investasi yang sudah ditanam oleh industri pertahanan dan industri strategis untuk menciptakan suatu produk. Dari situ bisa direka pada jumlah produk keberapa akan mencapai impas, kapan pula akan mencetak keuntungan. Masalahnya adalah karena pasar industri pertahanan dan industri strategis adalah di dalam negeri, mustahil mereka akan mencapai skala keekonomian suatu produk. Dengan demikian, seharusnya mereka mencari pasar di luar negeri dan tidak sepenuhnya bergantung pada pasar di Indonesia.
Harus diingat bahwa Indonesia saat ini bukan Amerika Serikat sekarang.
Negeri Om Sam mempunyai kekuatan militer yang tersebar di seluruh dunia, kemudian tengah menggelar dua operasi di Afghanistan dan Irak. Dari situ bisa dihitung berapa kebutuhan militer akan MRAP, M-ATV, UAV, pesawat tempur, berbagai macam senapan serbu, pistol dan lain sebagainya. Sebab dalam operasi tempur, dipastikan sudah dihitung berapa persen kemungkinan suatu sistem senjata akan rusak baik karena akibat aksi lawan maupun karena masalah teknis.
Sementara Indonesia tidak menggelar operasi semacam Amerika Serikat. Kebutuhan akan sistem senjata tidak akan memenuhi skala keekonomian industri pertahanan dan industri strategis. Bertolak dari situ, apakah industri ini akan membebani anggaran pertahanan nantinya apabila setiap tahun militer Indonesia wajib membeli dari mereka ---lepas dari butuh atau tidak--- agar skala keekonomian mereka tercapai?
4 komentar:
ijin komentar bang... kayaknya untuk artikel yang ini saya kurang setuju bang... karena setidaknya PT. PAL sudah bisa membuat platform kapalnya, smntara sonar, persenjataan dan lain-lain bisa dibuat bekerjasama dengan pabrikan lain.. toh pabrikan kapal dari luar juga hanya mengkhususkan diri pada pembuatan platform kapal... sementara yang lainnya diserahkan pada pihak lain... saya kira kita harusnya percaya pada industri dalam negeri..
Industri strategis perlu meyakinkan user (dhi TNI AL) bahwa mereka mampu mendukung kesiapan operasi (bukan cuma produksi tapi juga pemeliharaan), kesannya selama ini kan mahal dan "ribet" urusannya dibandingkan dengan rekanan counterpart LN. Pemberdayaan Fasharkan (Mentigi, Manokwari, dll) juga bisa menumbuhkan suasana "persaingan" pelayanan terbaik.
mhn ijin, kedepan kita tidak bisa bergantung kepada pgadaan LN (walopun skrg harus diakui dgn sgl superioritasnya)... karena:
1.saat tdk ada ancaman potensial (mungkin skrg..) saatnya mulai mengembangkan sumber logistik mandiri (pgadaan DN) dan terus dikembangkan sterusnya.
2.pasar dunia tidak akan memiliki respon positif apabila tdk ada kepercayaan dari konsumen tempat pabrikan berasal..
3. customer terdekat dan paling logis utk industri DN, adalah TNI
mundur selangkah beberapa saat utk lari kemudian hari, tidak ada salahnya mhn ijin... trmksh
setuju boss.....kita harus memajukan Industri pertahanan dalam negeri....hal ini dimaksudkan agar kita tidak tergantung oleh negara lain....namun yang perlu dicermati adalah kemauan instrahan untuk maju...agar produk yg sudah dipesan oleh TNI dapat terwujud shg kebijakan pemimpin mewujudkan kekuatan pokok minimum dapat tercapai tepat waktu...Oke...
Posting Komentar