All hands,
Selama ini sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Amerika Serikat sangat hirau dengan kemampuan negara-negara lain, khususnya negara-negara berkembang dalam mengeksploitasi senjata anti akses. Hirauan itu dalam kesempatan terakhir diperkuat dalam 2010 QDR, khususnya terkait dengan kemampuan militer Uwak Sam. Isu itu secara khusus dibahas dalam Bab II berjudul Rebalancing The Force pada sub bab Deter and Defeat Aggression in Anti-Acces Environments.
Dalam sub bab tersebut, Washington tidak ragu untuk menunjuk hidung Pyongyang, Teheran dan Beijing sebagai pihak yang dinilai intensitas mengembangkan strategi anti akses. Sebagai dampak dari pengembangan strategi anti akses oleh negara-negara non kulit putih tersebut, Broer Sam merasa sekarang militernya yang berada di sekitar ketiga negara itu tidak lagi dapat menikmati “keamanan” yang dulu mereka nikmati dalam jangka waktu lama.
Untuk menghadapi ancaman tersebut, kemampuan yang akan ditingkatkan hingga 2015 meliputi kemampuan serangan jarak jauh, eksploitasi keunggulan operasi kapal selam, meningkatkan ketahanan infrastruktur pangkalan dan kekuatan militer Amerika Serikat yang disebarkan di luar negeri, menjamin akses terhadap ruang angkasa dan penggunaan aset-aset ruang angkasa, memperkuat kemampuan ISR, mengalami sistem sensor dan pelibatan dan memperkuat kehadiran dan responsivitas kekuatan militer Uwak Sam yang berada di luar negeri.
Kemampuan yang ditingkatkan tersebut pada dasarnya berada pada domain taktis, operasi dan strategis. Tentu saja belum cukup bila tidak diikuti pula oleh kebijakan pada domain politik. Berangkat dari situ, pada Bab V yang mengambil judul Reforming How We Do Business, terdapat sub bab yang bertajuk Reforming The U.S. Export Control System. Dalam sub bab itu salah satu kebijakan administrasi Barack Obama adalah melaksanakan reformasi pada pengendalian ekspor senjata beserta teknologinya.
Reformasi itu selain dilakukan secara internal di dalam pemerintahan dan legislatif Broer Sam, juga akan mengajak partisipasi negara-negara lain. Misalnya penggunaan instrumen Dewan Keamanan PBB dan lembaga-lembaga multinasional lainnya.
Di antara sistem senjata yang tergolong sebagai senjata anti akses adalah rudal jelajah anti kapal, kapal selam dan ranjau maju. Secara kebetulan atau tidak, sistem senjata itu dibutuhkan oleh kekuatan laut Indonesia dalam rangka mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim. Kalau dinilai, sebagian dari sistem senjata anti akses itu telah, tengah dan akan akan memperkuat Angkatan Laut Indonesia. Artinya, Indonesia mesti tetap waspada dengan kebijakan anti akses Amerika Serikat seperti tercantum dalam 2010 QDR.
Sebab Washington sadar bahwa mungkin saja suatu saat senjata yang dimiliki oleh Angkatan Laut Indonesia itu akan digunakan untuk menghadapi kepentingannya. Terlebih lagi dalam catatan tahunan departemen yang dipimpin oleh eks Ibu Negara Hillary Rodham Clinton, Indonesia selalu masuk dalam daftar negara yang “kurang ramah” terhadap kebebasan bernavigasi yang dianut oleh Amerika Serikat.
Selama ini sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Amerika Serikat sangat hirau dengan kemampuan negara-negara lain, khususnya negara-negara berkembang dalam mengeksploitasi senjata anti akses. Hirauan itu dalam kesempatan terakhir diperkuat dalam 2010 QDR, khususnya terkait dengan kemampuan militer Uwak Sam. Isu itu secara khusus dibahas dalam Bab II berjudul Rebalancing The Force pada sub bab Deter and Defeat Aggression in Anti-Acces Environments.
Dalam sub bab tersebut, Washington tidak ragu untuk menunjuk hidung Pyongyang, Teheran dan Beijing sebagai pihak yang dinilai intensitas mengembangkan strategi anti akses. Sebagai dampak dari pengembangan strategi anti akses oleh negara-negara non kulit putih tersebut, Broer Sam merasa sekarang militernya yang berada di sekitar ketiga negara itu tidak lagi dapat menikmati “keamanan” yang dulu mereka nikmati dalam jangka waktu lama.
Untuk menghadapi ancaman tersebut, kemampuan yang akan ditingkatkan hingga 2015 meliputi kemampuan serangan jarak jauh, eksploitasi keunggulan operasi kapal selam, meningkatkan ketahanan infrastruktur pangkalan dan kekuatan militer Amerika Serikat yang disebarkan di luar negeri, menjamin akses terhadap ruang angkasa dan penggunaan aset-aset ruang angkasa, memperkuat kemampuan ISR, mengalami sistem sensor dan pelibatan dan memperkuat kehadiran dan responsivitas kekuatan militer Uwak Sam yang berada di luar negeri.
Kemampuan yang ditingkatkan tersebut pada dasarnya berada pada domain taktis, operasi dan strategis. Tentu saja belum cukup bila tidak diikuti pula oleh kebijakan pada domain politik. Berangkat dari situ, pada Bab V yang mengambil judul Reforming How We Do Business, terdapat sub bab yang bertajuk Reforming The U.S. Export Control System. Dalam sub bab itu salah satu kebijakan administrasi Barack Obama adalah melaksanakan reformasi pada pengendalian ekspor senjata beserta teknologinya.
Reformasi itu selain dilakukan secara internal di dalam pemerintahan dan legislatif Broer Sam, juga akan mengajak partisipasi negara-negara lain. Misalnya penggunaan instrumen Dewan Keamanan PBB dan lembaga-lembaga multinasional lainnya.
Di antara sistem senjata yang tergolong sebagai senjata anti akses adalah rudal jelajah anti kapal, kapal selam dan ranjau maju. Secara kebetulan atau tidak, sistem senjata itu dibutuhkan oleh kekuatan laut Indonesia dalam rangka mengamankan kepentingan nasional yang terkait dengan domain maritim. Kalau dinilai, sebagian dari sistem senjata anti akses itu telah, tengah dan akan akan memperkuat Angkatan Laut Indonesia. Artinya, Indonesia mesti tetap waspada dengan kebijakan anti akses Amerika Serikat seperti tercantum dalam 2010 QDR.
Sebab Washington sadar bahwa mungkin saja suatu saat senjata yang dimiliki oleh Angkatan Laut Indonesia itu akan digunakan untuk menghadapi kepentingannya. Terlebih lagi dalam catatan tahunan departemen yang dipimpin oleh eks Ibu Negara Hillary Rodham Clinton, Indonesia selalu masuk dalam daftar negara yang “kurang ramah” terhadap kebebasan bernavigasi yang dianut oleh Amerika Serikat.
1 komentar:
Total control thd wilayah perairan dg kemampuan/kehadiran kekuatan maritim mutlak diperlukan. Artinya hal ini berkaitan dg kemungkinan/anggapan akan terciptanya anti-access environment pd wilayah tersebut.
Pemahaman arti n peran penting wilayah maritim dr segala aspek, dibarengi dg kelanjutan renstra bidang maritim hingga ke tingkat teknis, kolaborasi institusional dan terutama kebijakan politik dalam/luar negeri akan sangat menentukan peningkatan kemampuan n kehadiran unsur2 maritim secara maksimal di wilayah kedaulatan n hak berdaulat negara maritim. Bahkan dg kepimilikan segala jenis sistem yg mendukung strategi anti-access.
Salam,
Topmrk
Posting Komentar